30 Oktober 2003

BUNUH SAJA AKU!!!


engkau pun tahu,
ku sangat mencintaimu,

akan tetapi...
mengapa engkau melemparku?
tidakkah lebih baik
jikalau engkau bunuh saja diriku?
diriku kini sampah tanpamu.
dan ku pun tahu...
jikalau sekarang engkau bersamanya
sedang menatap langit malam
di teras rumahnya.


dan
diriku yang sedang menangis seorang diri
disini...
pinta ku yang terakhir...
datanglah engkau,
tidak tuk kembali bersamaku.

tetapi...
tuk melenyapkan ku dengan tangan mu!!!
"BUNUH SAJA AKU!!!"

29 Oktober 2003

sudah hampir siang
tapi masih duduk sendiri disitu,
kau.
bertopang dagu,
melamun,
ada apa?
melirik sebentar
tersenyum patah
lalu kembali,
melamun kau.
aku berlalu (seharusnya tak kutanya kau).

tepat pukul empat petang
tanganmu masih didagu
pandangmu lurus
tapi kosong
menerawang........
masih melamun kau!
ceritakanlah.
melirik
lalu mencibir
aku berlalu (seharusnya tak kusapa kau).

lampu ruang tamu itu
sudah dua jam yang lalu,
dihidupkan dari saklarnya
diluar ada hitam, gelap dan malam
kupandangi kau
melamun.
seharian.

apakah kau akan terus begitu
sampai ajal menyebut namamu
kalau memang ya,
teruslah melamunkanku


SEHARI, SETELAH KUPUTUS CINTAMU
MANIX JUNI 1999
*this is where you belong sayur*

27 Oktober 2003

matahari kembali berteriak-teriak
di tengah jalan
menjual sinar



kembali satu kemaluan teracung arah kabur
sangka diri adalah penujuk timur
hanyalah batang kering dalam kubur
menduga angin datang menghibur

datanglah dukun tuk melipur
komat-kamit mantra terhambur
bantu batang tuk tahu timur
apa daya batang sudah tersembur

terkikik lihat dukun berliur
timur tetap tidur
tinggalah batang terpekur
malu mengkerut gali dan kubur.

teruntuk batang salah sembur




dendam ini...


ada serbuk airmata yang tertabur dibalik dada
yang sedang meminta tolong,
menjerit...
merintih...
sedang sekilas mata memandang kekosongan
tak tahu apa-apa,
dendam ini...
mungkin,
"mereka akan mengira"
"aku ini sang dewa kebahagiaan..."
"mereka salah!!!"
"tolong... jangan katakan kepada siapa pun!!!"
ada anak paku yang t'lah lama
tertancap didada merpati,
hingga kini...
ada lauk basi dibalik tudung-saji
yang takkan bisa terbuang begitu saja
hingga pucuk dendam datang mengundang balasan...
"yeah..."
"sungguh 'benar' sekali..."
"AKU... AKAN MEMBALASKAN DENDAM INI!!!"
"engkau bebas..."


terbaring diranjang neraka
yang basah oleh darah kesucian,
aroma amis dari kenyataan pahit
ditiap bantal dan guling
dimana kita melewati malam bersama
kini mewarnai seluruh kamar
hingga ke setiap sisi pojok rumah
dan mematikan kembang dihalaman,
hilang sudah taman sejuta warna kita...

"apalah gunanya lagi engkau disini?"
hanya akan memusnah asa...
hanya akan menumpahkan air mata
yang hampir mengering...
"kukembalikan sayapmu,"
"terbanglah..."
"engkau bebas..."
"engkau t'lah bebas sekarang!!!"
bingung


mendung...
hembusan angin kencang menggesek kalbu,
senada hujan yang merinai disore ini,
mengapa bayangmu terus menghantu?
terus meriak ombak disamping pasirku...
"dengarlah tangisku..."

masih ada keraguan tertanggal di'iga yang patah',
rayuan kumuh yang terus menjanjikan
makna yang tak berarti,
seiring kata yang terucap dari bahasa bibirmu...
janganlah terus memberikan tanda tanya,
kar'na...
didalam hati ini hanyalah ada tanda seru...

"t'lah kupikul nerakamu
melewati tiap jalan penyiksaan!!!"

namun...
sang langit tak kunjung memberkati mata angin
yang menjadi kompas
kemana arah angin
harus melangkahkan kaki
yang terlanjang tanpa sandal...
"kemana lagi aku harus bersembunyi???"
"aku bingung..."

25 Oktober 2003

Misconception of love
Interfered with unforeseen act
Saying things that shouldn’t be said
Feeling things that shouldn’t be felt
Yearning for something that cant be true
Loving someone that couldn’t be there
Waiting and waiting for the moon to a full view
But only to know it was meant for someone else eyes
Left alone. Sit by the window.
Cry my broken heart. Cry.
-broken feelings-
ada suara yang memanggil
dikala langkah ku mula melangkah kehadapan
mencari kerlipan cahaya yang kulihat bersinar di depan sana
ada tangan yang menarik ketika senyum terukir dibibir melihat cahaya yang selama ini dikuasai kelam pekat
tapi kenapa mata ku hanya memandang kehadapan
sedangkan telinga ku mendengar?
kenapa aku terus berjalan
sedangkan aku merasa tangan ku ditarik?

cahaya itu semakin mendekat .... tapi kenapa langkahan kaki ku tersekat?
lalu aku berpaling memandang kebawah ...

ah .....

aku duduk disisinya ... cuba memerhati kedalam matanya
ada tangis yang tertahankan
ada serangkai kemarahan yang tak terluapkan
aku kah yang bersalah?

ah ....

ingin aku hapus pergi segala keraguan dijiwanya
ingin aku usir segala kesunyian dihatinya
mengapa cinta ku tidak mampu melakukannya?
tidak kah dia percaya?

kenapa ada sinar kehancuran di jiwa nya?
kenapa ada tanda kedukaan di sanubarinya?
kenapa aku tidak dapat melihat apa yang dirasanya?
kenapa aku membiarkan dia sengsara ...
kenapa aku terus mengheret dirinya yang masih berada di jalan usang?
dan membawanya berjalan dalam kepedihan yang masih merajai hatinya?

ah ...

aku kah yang bersalah?
maafkan aku.
maafkan aku.
seribu maaf dari ku.
cahaya di depan ku itu terlalu indah ..
sehingga aku leka dan terbuai ...
lalai ...

ah ...
biarkanlah cahaya itu menghilang
biarkan lah aku berada didalam gelap yang membenam
asalkan aku ada kamu
kerana aku tahu aku akan selalu ada kamu
walau dalam pekat gelap
dan kalau memang ingin kau akhiri kehidupan
bawalah aku bersama, kerana aku tidak akan mahu meninggalkan kau bersendirian...
apa erti kesendirian ini, jika aku tidak lagi menjadi sang dewi buat sang bintang yang abadi

ini jari ku tersusun ...
memohon maaf dari seorang insan yang telah ku sakiti hatinya.
biar kita duduk bersama disini.
daripada kita nantinya sama sama sendiri.

aku cinta dia
ah...
aku terlalu mencintai dia.
dan aku ingin tetap memaut tangannya ....
biarpun nantinya kami akan sama sama terus tenggelam dalam kegelapan yang menghancurkan.
ah ... biarkan ...
kerana aku mencintai dirinya.
kadang hati terkeliru
bila mata melihat mentari merah diufuk timur
jatuh melabuh tirai
dan,
kadang hati tertanya
bila sinar mentari mula kelihatan dikaki langit disebelah barat
apa sebenarnya hidup ini?
hanya untuk terbit dan terbenam seperti sang fajar?
jatuh dan bangun
terus jatuh dan terus bangun lagi
bilakah aku akan berdiri?
lalu hati terusik....
kulihat ombak datang dan pergi
mengubah pasir dari pantai yang setia
pasir berubah ...
aku ingin menjadi seperti pasir ...
berubah mengikut rentak ombak dan badai
tapi tetap setia kepada pantai ...
walau berubah ...namun tetap setia ....
terkutuklah dikau!!!


terkutuklah dikau!!!
atas segala dahan-ranting
yang bercabang didalam pohonmu,

kar'na
ada sebuah lubang yang menyimpan wajah lain,
tubuh lain,
akarmu pun membelukar didalam tanah pengkhianatanmu.

maka...
terkutuklah dikau!!!
selamanya kicau kenari akan berhenti bersiul
didalam suramnya tamanmu,
selamanya terik akan memanasi
didalam keringnya dahaga padangmu,

selamanya udara akan punah
didalam sesaknya desahmu!!!

hingga akhirnya...
"AJAL DATANG TUK MENJEMPUT KEMATIANMU!!!"

terkutuklah dikau!!!
terkutuklah...
setidaknya...


setidaknya...
nasi yang t'lah termasak belum menjadi bubur
segalanya kini terlanjur kutahu...

maka...
kuhadiahkan sejumput bulu duka
tuk segala cambukmu
yang engkau selip didalam mangkokku

setidaknya...
bisa engkau taburi diatas ranjang setiap malam,
gelap,
mistik,
tuk mengiring setiap mimpi burukmu,
kematianmu...


kupersembahkan padamu kepingan gelas retak,
yang hancur,
pecah,
tuk segala duri cercamu,
sederet sumpahmu

agar,
setidaknya...
pada saat itu
lumpur pun bisa engkau ajak tuk "berkaca"

24 Oktober 2003

Sore ini membuatku menghentikan semua ingin,kecuali merasakan apa yang dihati.
Kemanusiaanku secara utuh memperkosa perawan Roh Tuhan.Berkali-kali.Setiap detik.
Roh Tuhan yang selalu perawan, selalu berdarah ,mengaliri setiap selaku.
Bebunyian hanyalah jarum yang menusuk kuping meracun hati.
Bahkan bunyi pintu terbuka membuatku menangis.
Guman adalah teriakan yang mengalahkan halilintar, karena menggelegar hanya untuk kuping dan diriku sendiri.

Kekasihku ...
jangan membuatku menjadi terdakwa ...
datanglah bergegas ...
aku ingin bebas.

20 Oktober 2003

PARANOID


sulit...
meskipun hingga mata yang lelah jatuh tak tersadar,
kulukis terus tiap sisi kubur
dengan tangan yang melepuh,

hmm... ada bangkai hewan yang menggantung
diatas tiang listrik sisi jalan
t'rus berpikir...
t'rus bertanya...
t'rus menyimpul...
apakah semua ini nyata?
ataukah hanya sebuah 'ilusi'?
bayangan itu...
mengundang rasa takut dalam setiap debaran jantung,
kepala tanpa tubuh melayang diatas langit-langit
kian mendekat...
tangan-tangan berdarah terus melambai tanpa badan.
"ohhh... ini PARANOID!!!"

19 Oktober 2003

"akhirilah..."


"akhirilah..."
kar'na aku t'lah melihatnya...
saat terbangun dari sisa dengkurku
ada setangkai 'kembang luka'
yang tersisip diantara daun palem
halimun yang menghantar pagi,
ke sesatnya jalan buntu kehidupan
adakah yang lebih pahit selain 'empedu cobaan'?

"akhirilah..."
dengan sepoci teh beracun,
engkau pun memuntahkan 'bangkai maki bisa'mu
membuat bibir terlontar akan sebuah tanda tanya
'asam hina' apa lagi?
yang akan engkau cabuli getirnya takdirku?

"akhirilah..."
sepanjang pagi hingga malam
hanya ada jahitan bengkak yang melirih sekarat,
sengatan jarum berantai menyulam nadi jiwa,
'tutur-caci'mu yang menyirami seluruh 'sayatan hati'ku
sampai kapan...
'petir'mu akan berhenti menyambar retaknya 'padang'ku?

"akhirilah..."
"akhirilah..."
"akhirilah..."

18 Oktober 2003

:d.a.r.

I.
kita bertemu siang itu dan membuatku mengenang empat ratus hari pertemuan kita yang pertama. dimana di hari-hari itu aku melihat gelandangan yang sama tidur di stasiun kereta yang kulewati di hari pertama aku menjejakkan di kota ini.

kau mengerjap di hari pertama kau melihatku, juga siang itu ketika kita kembali bertemu setelah empat ratus hari. aku melewatkan enam kali pertunjukkan teatermu, yang bahkan tanpa sebuah usaha: sms. aku kecewa dan kupikir kaupun sedikit kecewa, walau kau tidak lupa menaruh namaku di ucapan terimakasih naskah dramamu. terimakasih, kau masih mau mengenangku.

kita yang sudah berada di kota yang sama, kita sudah berada di jarak yang berbeda dan tempat yang berbeda-beda. padahal kita pernah berjanji, kita akan melewati jalan yang sama, bersama-sama di tahun yang sama. kita yang pernah sama-sama kecewa, ternyata melewati jalan yang berbeda.

kau tiba-tiba membuatku pergi dari rumah yang sedang kubangun, membuatku melewati jalan-jalan itu kembali, jalan melewati stasiun kereta dengan gelandangan yang tidur, yang lagi-lagi sosok yang sama.

II.
kau mirip joned? sepintas aku melihat foto-foto pementasanmu, yang lagi-lagi aku tidak datang. kita berdua berdiri sejenak di tengah-tengah kantin mahasiswa kelas kebon binatang ini. tetapi beginilah kita bertemu lagi, bergesekan percikan kenangan dari sekian tatapan di balik kedua belah kacamata kita.

ini sudah hari yang keempat ratus semenjak pertemuan kita yang pertama. lalu berkali-kali, lalu ada jeda, kali-kali lagi, lalu jeda. kemudian waktu berhenti, terkungkung di antara asap rokok dan bau makanan yang masih hangat. jejeran bergelas-gelas teh menyadarkanku, aku hanya punya lima menit untuk melihatmu lagi seperti ini di tempat ini.

kau bilang, datanglah ke performanceku hari rabu. aku mencoba datang. tetapi kau tidak ada. jadwalmu mundur sekian jam, dan aku harus lembur malam ini dengan segenap tumpukan pekerjaan. aku mencarimu di sarangmu, dimana kau mendekam selama ini. itulah kali pertamanya aku menjejakkan diriku di keberadaanmu lagi, setelah sekian hari, dan sekian kali.

dimana kita harus mulai, jika tidak hari ini lagi? aku memberikan sepotong tiket untuk kita bertemu lagi. karena hari-hari ini hanya memberikan kita kebetulan dan kesingkatan yang amat mendalam. kita harus mulai dari mana lagi? pertanyaan yang sama merubungi kepalaku seperti nyamuk-nyamuk yang tengah mengigit orang-orang disekitarku. aku tidak. nyamuk-nyamuk membenciku, hanya menganggu dengan suaranya, karena rasa darahku pahit.

ada sesuatu yang pahit tengah mengudara...
III.
memang benar ada sesuatu yang pahit tengah mengudara, sesuatu yang pahit itu adalah pembunuhan yang pernah kita sama-sama lakukan. kupikir kita sudah saling membunuh di suatu waktu. membekukan kenangan dan melemparnya ke lautan dalam. kukira seperti itu. tetapi kini bau tubuhmu masih saja menempel di tubuhku. aku tak ingin mencucinya sampai tujuh hari.

peta apa yang tengah kau goreskan? lagi untuk kesekian kali, setelah empat ratus hari. kita tidak mungkin berhenti lagi, lalu sekali lagi melakukan pembunuhan atas nama kenangan. karena kita sudah muak menghitung senja yang kesekian.

kau hadir tiba-tiba muncul dari kegelapan, memang masih malam. tetapi kehadiranmu lebih kelam daripada malam. menyeretku begitu saja dalam kegelapan yang menyenangkan. menarikku dari kebusukan senja.

kita lalu bergumul dalam teks, dalam naskah drama, dialog dan monolog yang kita lakukan sendirian, sepi dan tanpa pemandangan pantai. dalam satu kali dua puluh empat jam, sampai kusut, sampai luruh kesemua-muanya. menjadi potongan teka-teki kata yang tidak terjelaskan oleh logika teks manapun.

aku tidak bisa menjelaskan apa yang ada di hadapanku pagi itu, seorang laki-laki yang sedang sunyi sendiri!
IV.
apa yang akan menjelaskan kelima jarimu yang terluka, tidak hanya di tangan kiri, tidak hanya di sebelah kiri dadamu yang tergores-gores. kau yang melibat dirimu dengan tali, menyalib dirimu sendiri dan menjatuhkan dirimu dari menara dengan ketinggian kesekian. aku melewatkanmu, begitu saja, tanpa aku sadari. aku pun bukan seorang bunda maria yang menangisimu dan menurunkanmu dari salib. kau berhasil turun sendiri, tanpa mati dan bangkit di hari ketiga.

itulah dirimu, dalam segala rangkuman empat ratus hariku, yang kini lebih lima hari, setelah kita kembali bertemu. pasir-pasir pantai malam itu tidak berbicara apa-apa, hanya malam, yang mendekati kekelaman yang sama dengan baju hitammu. kau yang hitam dan tanpa nama, pecah dalam semesta langit jawa. malam yang pecah dan benar-benar tanpa nama, bahkan aku, bahkan aku!

seperti di awal semesta, sewaktu segala sesuatu belum lagi bernama, kegelapan yang pekat memenuhi langit, bulan cekat dan kamar dengan sekat-sekat. dua puluh empat jam yang panjang lamanya. geliatmu ekspresimu mulai menghancurkan segalanya. ekspresimu yang terkadang dingin dan hangat, gelap namun menyenangkan, wajah itulah yang lambang sejarah yang tidak pernah selesai. kita yang tidak pernah selesai di suatu waktu.

apa-apa yang tidak selesai, selalu menganggu tidur kita. nyenyak tidak pernah ada di kamus perbendaharaan otak kita. karena ide-ide revolusi seperti embrio yang semakin membesar, seperti kanker otak yang tidak terhentikan. tetapi lagi, revolusi bukanlah makan pagi kita, bukan apa-apa yang terhidang di meja makan kita. tidur kita seperti saling menelanjangi diri. tanpa apa-apa, tanpa siapa-siapa.

ada sesuatu yang memaksaku menengok ke arah tatapan matamu. berkali-kali lagi, tanpa jeda dan rasa sedih yang selalu merubungi kita. kita memang orang-orang yang menyedihkan, tetapi kesedihan tidak menghalangi kita saling menikmati satu dengan yang lain, menikmati kehidupan yang walaupun nyaris membusuk dan sedih, tetap dan tetap saja kita nikmati. berkali-kali, berkali-kali, kita tidak pernah selesai, selalu dan selalu tidak pernah selesai.

apa yang menjadikan kita tidak pernah menemui batas halaman akhir, kertas-kertas yang habis, bahkan jutaan kata yang sudah kita lewati bersama? bahkan selama itu, selama empat ratus lima hari.

17 Oktober 2003

aku bukan 'BONEKA CINA'.....


aku bukan 'BONEKA CINA'...
yang bisa engkau ayunkan sesuka-hati,
kesana kian kemari,
duduk maupun berdiri,
melompat jingkat disana-sini.
yang penuh dengan ikatan temali,
seenaknya engkau hempas,
diputar kekiri dan kekanan,
serta membengkokkan kedua kaki dan tanganku
seingin hasrat nafsumu semata.


asal engkau tahu,
jangan pernah terbersit sedikit pun dibenakmu
tuk menjadikan tubuhku mainanmu,
tidakkah engkau melihat?
hancur sudah populasi tubuhku...
hilang sudah habitat jiwaku...
lenyap sudah narasi harga diriku...
sudahlah,
lupakan saja segalanya,
"aku benar-benar t'lah MUAK!!!"
kar'na...
"aku bukanlah 'BONEKA CINA'mu!!!"


sungguh...
aku bukan 'BONEKA CINA'.....



15 Oktober 2003

rindu, marah, sakit-hati, dendam


tak segugus makanan yang bisa kudapat didapurmu
perut ini masih lapar akan cinta
sampai kapan lidah kering ini meronta akan dahaga kecupan?
aku berjalan sendiri dalam labirin kosongmu.
terasa mencekam dalam ketakutan
aku juga menangis dilapanganmu
dan mengayuh perahu kesepian diatas lautan airmata
rindu
marah
sakit-hati
dendam

"bisakah engkau sisihkan seamplop cinta untukku?"



13 Oktober 2003

kosong


terlalu tajam untuk pekik sepasang tekak
sehingga pintu jendela hitam tercampak
diatas kain bendera yang basah kar'na hujan
t'rus...
dimana jemuranku yang belum kering?
masih kucari disetiap gantungan asa
yang mampu kulihat...


dan meja yang terlanjang tanpa taplak,
berdiri sandar kehilangan satu sisi kaki
dan kursi yang tak pernah pasrah tuk bersanding,
puntung rokok dan abu yang berserakan,
saling tertaut-membaur
menyebar tak pernah kehabisan dalam kamar kosong ini,
ohhh... apakah ini kamar jenazah?
kosong...
sangat kosong sekali...
ruang berwajah pucat,
kusam,
buram,
bah... SALAH KAPRAH!!!
tak pernah ada deja vu berfotosintesis,
hanya cerutu bercampur ganja yang bermetamorfosis
terapit diantara telunjuk dan jemari tengah,
selanjutnya...
kosong!!!
hanyalah... kosong...



11 Oktober 2003

'kata'


saat segala bercak masa lalu musti terurai
pertanyaan sang guci kian menuang bingung,
kala tembok dinding musti menyuguhkan jawaban.
lantas...
dimana lagi harus kucari 'kata'?
dikutub antartika?
dikawah bromo?
dikedalaman pasifik?
dipuncak himalaya?
dipermukaan matahari?

atau...
dititik ujung semesta?
segalanya berputar didalam ruang 'kata',
detak jarum waktu terus berjalan,
menyeru...
mengapa masih tak kutemukan 'kata'?
sesungguhnya apa yang sedang terjadi dengan jiwa keropos ini?
hingga pada detik paling akhir...
SIAL!!!
ternyata...
'kata' bersembunyi dibalik tanah,
didalam akar-belukar cendawan.

terlalu...
'kata' yang BODOH!!!
MENJIJIKAN!!!

10 Oktober 2003

kau


mungkin engkau mengira,
sekata 'maaf' mampu memoles biang luka ini?
SALAH KAPRAH!!!
engkau menyisakan prajurit belati yang menikam disekujur dada ini,
dan melupakan batu pematik api yang telah engkau geret didalam isi benak ini,
aku terus bertanya...
dimana nuranimu berada?
yang berelung dalam ibamu...
meninggalkan ku sendiri berjalan tanpa arah dititian jembatan penyesalan!!!




jalanan kota


pagi ini terang masih lupa membawa cahaya cerah
lalu lintas tak henti menunggu ditengah jalan,
akan sesuap ketenangan didalam kemacetan
kentalnya debu hitam merias lukisan wajah kota
pengamen jalanan yang kian memuakkan pengemudi
rintik gemercik hujan pun mulai menyapa kaca kendaraan
para pengunjuk rasa masih membuat aksi kekacauan
dan seorang wanita dengan santai dan acuh,
bersolek dengan tebalnya bedak dibalik mobil
sesak... kacau... rusuh... ribut... kalut.....
ya TUHAN... saat ini kepalaku terasa mau pecah!!!
amarah kian membakar seisi benak.



hanya diam


saat kupandang rembulan beralis singa
aku telah tahu...
jikalau serigala tak akan melolong malam ini
hujan terus bergulir
kian liar gulungan angin bergelut
melihat aku tiap sisi pojok
tak kutemukan sekuntum bunga pemberkah cahaya
hanya ada tangisan rintih roh perana
kemudian sang pematah hati bertanya pada kemelut
"hei... tidakkah kau melihat aku yang sedang terlanjang disini?"
hanya diam...
tak ada jawaban
HANYA DIAM!!!


09 Oktober 2003

ada yang mengetuk jendela di malam hari. sekian lama setelah persemanyaman debu usang yang menimbuni nama, walau telah kutulis dengan huruf timbul yang besar-besar. siapa?

di luar langit sempurna biru tua. tak ada yang luar biasa hanya badai yang memang tidak biasa di dada. seorang anak lelaki datang dengan bau tubuh lama yang sama. kemeja kotak-kotak. kutatap mata yang diujungnya selalu berpendaran bintang-bintang. selalu bisa kutemukan bayangan diriku di sana, utuh dan transparan tanpa pintu. tapi tidak. entah kapan aku mulai menatap seorang perempuan dewasa. itukah aku yang sedang bercermin?

waktu ternyata diam-diam menyelinap di belakang rok-ku yang lipat-lipat. begitu lesat

tapi masih saja kau dengan tatapan mata binar mimpi-mimpi. kita tak lagi sama. tak lagi. anak lelaki itu memberi pelukan, lalu pergi tanpa kata. inilah pamit terakhir kali, pada kenangan yang tersusun menjadi buku cerita kanak-kanak di bawah pohon jambu air. demikianlah kedewasaan itu subur, sementara kau tetap tinggal sebagai anak lelaki. di matanya bintang-bintang senantiasa berkilauan..

terima kasih telah datang

setelah pertemuan: banana splittix
jari-jari yang sedang hamil tua
menanti kelahiran bayi-bayinya
entah apa nanti nama mereka
hati yang sedang berdebar
menanti munculnya saudara kembar

aku pun sedang hamil...
entah kuberi nama apa aku nanti
Dalam rangka launching situs insist: www.insist.or.id,
Sindikat Kerja Orang Biasa mempersembahkan:

KESAKSIAN ORANG BIASA

1. Seminar Nasional: Refleksi Pendidikan Populer
Pembicara: Butet Manurung (Aktivis pendidikan di suku
pedalaman)
Moelyono (Aktivis pendidikan di
kantong-kantong Kebudayaan)
Dr. PM Laksono (Peneliti
Masalah-masalah Korupsi di Dunia Pendidikan)

Pembahas:
Dr. Mansour Fakih (INSIST)
Maria Hartiningsih (Redaktur
Senior KOMPAS)

Moderator: Antariksa (KUNCI Cultural Studies)

Acara dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2003,
bertempat di Gedung Purna Budaya Yogyakarta, pukul
09.00 WIB.

2. Pentas Musik RUNTUH

Kiai Kanjeng+Emha Ainun Nadjib dan Kelompok Dipa
eks Dinasti
pergelaran dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober
2003, di gedung Purna Budaya,
pukul 19.30 WIB.

Untuk pementasan karena tempat sangat terbatas,
undangan hanya bisa didapatkan di Sekretariat AKY
(Akademi Kebudayaan Yogyakarta) 0274-544505 atau hub:
Faiz 0818466399 atau Mumu 08179405770.

Dapatkan pula ON/OFF edisi khusus

Acara ini dipersembahkan oleh: INSIST, INSIST PRESS,
INSIST POLICY STUDIES, INSIST GENDER, INSIST HUMAN
RIGHT, READ, INVOLVEMENT, AKY, AKY PRESS, ON/OFF,
KEPA, HIVOS.

Organized by: Sindikat Kerja Orang Biasa

08 Oktober 2003

pergi bag.1


tak terasa begitu lekas gemintang berpaling dibalik awan merah
bagai lebah yang pergi tanpa pamit setelah usai memadu sari kembang,
engkau pun pergi...
setelah mendapatkan apa hendakmu
tiada menyisakan setetes ungkapan sinonim,
sebagai wujud mentari yang telah bosan kepada birunya pagi
dan kicau kenari yang meninggalkan cemara tanpa senada pesan
membuat jagadraya terbisu tak bermakna,
"apa arti semua ini?"



MAAF...


tidak untuk giwang yang telah tertindik dipusar,
habitat cinta tak mungkin berpopulasi dikandung lain,
biar pun disini arus sungai masih tak pernah berhenti tuk mengalir,
dan disana himalaya telah tertidur menggigil dalam rangkulan salju,
MAAF... "mantel penghangat ini telah memiliki majikan..."
tidak untuk bergema didasar kesunyian jurang,
biar pun sembrani telah pergi kepadang janin tak berahim,
dan membawa serta semua tapal cinta yang tersisa,
MAAF... "hati ini bukan untuk diperjual-belikan!!!"


07 Oktober 2003

UANG


hanya selembar kertas
bung Hatta menjadi tamu dalam gambar
akan tetapi sangat konon sekali
dia menjadi rebutan,
dia sumber penipuan,
dia juga alasan sebab kejahatan.

dia membuat kapal melupakan dermaga,
dia membuat pesawat bosan akan bandara,
dia membuat tepian karang marah akan hempasan iri badai ombak,
dan dia membuat tiap manusia kehilangan segalanya,
kar'na dia dunia menjadi gila.
siapa dia?
ya... dialah "UANG".

06 Oktober 2003

: ting

Selamat belah duriaannn paakkk *ups* :D
hehehehhe

pasrah


lebih dari sekedar jamak sulaman kata mesramu,
membuat hati terus bertanya akan sebuah kepastian,
akankah ini mampu membuat pagar pembatas kasih merunduk?
mungkinkah sebuah masa depan yang terjanji akan mengakhiri segala kepalsuan masa lalu?
hanya pasrah...
segalanya kini kuletakkan diatas telapak tanganmu...
bersamamu akan kuakhiri sisa engah nafasku,
hingga terlelap selamanya didalam peluk-pangkumu
Satu Dentingan Gelas Anggur Untukmu
: untuk rinting, dan hari-hari kemarin

kudengar kau akan menikah? secepat itu, entah bagaimana dan seperti apa, aku tidak bisa membayangkan. tetapi selamat saja, seperti semua orang akan bilang.

aku pernah bilang aku tidak pernah mudah percaya dan salah satunya dengan pernikahan. aku jadi teringat pernikahan frida kahlo dan diego rivera. seorang kawannya mengatakan, "pernikahan adalah sesuatu yang aku tidak percaya. dua orang akan menikah tanpa tahu bagaimana mereka akan membuat diri mereka masing-masing begitu menderita. pernikahan bagiku bukan hal yang revolusioner. tetapi, frida dan diego mengetahui hal itu dan tetap melangsungkan pernikahan, bagiku itu adalah hal yang revolusioner".

kurang lebih begitu ting, dari entah ratusan kata atau ribuan kata percakapan kita dulu. satu ucapan selamat yang seperti itu yang aku inginkan.

aku tetap mengharapkan dirimu baik-baik saja, sebelum atau sesudah kau menjalani rintangan-rintangan dalam kehidupan pernikahanmu esok. semoga selamat dan tetaplah bergenggaman tangan dan bersalaman di akhir nanti, apapun yang terjadi:)

*astrid
-yang tidak bisa hadir...
HAPPY ANNIVERSARY TING!
ada kata yang terlewat untuk dituliskan :

aku menikah dengan seorang wanita teman aku smp, Endah Kartika Susanti.

dulu,
pertemuan di tempat sampah
antara dua teriak serapah
kini,
saling ucap sumpah
satu sampai kematian memisah

05 Oktober 2003

penyesalan


mungkin tak sepantasnya aku mengadu dengan lantangnya jeritan suara,
membuat malam terdiam membisu kehilangan emas ditengah hening,
tak seharusnya guruh datang membawa awan merah,
membuat ampas kalem kehilangan derajat,
menyebabkan damai kehilangan kesucian bahtera,
tak ada pilihan segalanya harus terbuang percuma didalam tong sampah,
maka lenyap sudah tak tersisa sepasang gelas anggur dimana kita bersulang...




PERNIKAHAN
special for: kak Alfianus Rinting


walaupun mendung menjamah kemarau,
cicit burung tetap membuka awal sebuah pagi,
kala rintik halus gerimis menindik dataran tanah,
seluruh bunga memuji syukur akan dahaga yang terlepas,
tiada satu jamak yang mampu terlukis oleh pena emas,
pagi mendung berwajah tawa oleh angin yang tergirang,

undangan yang tercetak diatas selembar kertas ,
hela nafas lega saat menoleh sekeliling,
dentang lonceng gereja yang sedang melakukan upacara pernikahan,
pagar ayu yang berdiri beberapa langkah dari gerbang pintu,
kisah cinta tak berhabis dalam simfoni kehidupan,
pita-pita putih salju memagari bangku dan tiap sisi ruang hadir,
bersulang didalam acara pesta nan meriah,
kebahagiaan pun menguasai pagi mendung berintik gerimis,

hati ini terharu menyaksikan sepasang pengantin saling mengucap sumpah,
seikat bunga berwarna-warni menghiasi tangan kanan,
karangan bunga yang melingkar diantara sepasang leher berkalung,
seorang pendeta berkhotbah sambil memegang sebuah alkitab,
cincin berlian berkilau saling dikenakan di jari manis,


SELAMAT MENEMPUH KEHIDUPAN BARU AKU UCAPKAN... =)
SEMOGA BERBAHAGIA SELALU SELAMANYA AKU DOAKAN... =)
happy wedding, ting. walaupun kamu tahu pasti aku ga bakalan hadir
kukirimkan saja doa dari sini. semoga bahagia :D
Tuhan menyertai..

*dengan rendah hati kumohon ucapan terima kasihnya tidak berupa cinderamata, melainkan tiket pulang pergi medan-palangkaraya..

04 Oktober 2003

takut


tak terbersih walaupun dengan sekitab injil,
masih bergelimpah kerikil-kerikil cemas yang berserakan,
kalung salib yang mencegah sebuah aksi,
kerjaya pun tak pernah berbuah hasil,
harmonika sumbang,
dawai yang kehilangan melodi,
kanvas putih yang masih belum tercorak,
semuanya sungguh seperti sesuatu yang tak pasti,
hanya ada rasa takut menguak debu asa yang tertebar setiap saat...

:(
jika ada waktu .... datang ya

kalau ada waktu, datang ya ....

01 Oktober 2003

ku masih t'rus...


ditengah reruntuhan 'benteng kastil malam'ku
ku masih t'rus mencari dirimu yang hilang,
bersama puing-puing pengkhianatanmu
dengan luka disekujur raga,
rusuk yang patah,
airmata darah,
harapan yang sirna,
ku masih t'rus berusaha tuk menemukan...
MAYATKU dan MAYATMU!!!
ditemani kado 'hari kasih sayang'mu
sebuah pena berkarat yang t'lah kehabisan tinta
ku masih t'rus menggali...
dan mencari tiap liang kubur yang tak berjasad

kini...
dibatu yang mana harus kugoreskan sejarah kenangan kita?
ditanah yang mana harus kubisikkan cerita sastra kita?
kar'na...
ada yang sudah terbang bersama 'angin kepergian'mu,
ada juga yang t'lah terhanyut arus 'sungai kekecewaan'ku...
akhirnya...
lenyap sudah segenap dongeng kita didalam getirnya nestapa!!!
Why is each step I made is another step further from where it supposed to go?
Why each day becomes heavier than the day before?
Why cant we avoid mistakes that we have already taken before?
why is life is just a circle with no point to go?

And why do we always fall into someplace, something, somewhere, where we dont want to be?
Crawl back to reach the surface to fall into the same thing, over and over again.

What is it that blinded us? How should we see?

Why is everything that we wanted to do is always too late?

Is it true, to live is to die?