23 Agustus 2004

Saya masih mencintainya.


"AMPUUUNNN....."

Saya sungguh tak tahan lagi. Kemana lagi saya harus mencari kehidupan saya yang semakin terancam dari hari ke hari. Sedangkan mereka terus saja mendesak saya, terus memojokkan diri saya. Satu-satunya orang yang mendapatkan segenap jiwa dan raga saya telah pergi meninggalkan diri saya, membawa serta kehidupan saya yang telah saya beri dan percayakan kepadanya.

"TUHAN. Tolong beri saya petunjuk apalagi yang musti saya lakukan saat ini?"

Doa yang tak kunjung sampai. Sedangkan saya terus dibebani apa yang akan terjadi besok. Sampai kapan ratapan hidup ini baru akan sampai hingga ke telingaNYA? Sampai saat ini kegagalan masih belum berubah sedikit pun. Selama ini juga saya tidak pernah tinggal diam terus-menerus mencarinya, mencari separuh dari diri saya yang hilang, melarikan diri entah kemana.

"By, saya sedang mencarimu."
"Saya juga terus memanggil namamu."
"Bisakah kamu mendengarkan saya?"
"Lihat air mata yang sudah membuat mata saya hampir buta!"


Tidak ada jawaban sedikit pun. Saya heran, mengapa saya masih bersikeras mencari dan menunggu. Bahkan saya selalu berpikir, sebenarnya saya terbuat dari apa hingga saya sealot ini. Kadang-kadang saya marah tanpa alasan, saya membenci diri saya sendiri karena saya gagal dalam percintaan.

"Ya TUHAN, mengapa saya bisa sampai sekarat seperti ini?"
"Saya benar-benar lemah, selemah kertas yang basah didalam air."


Satu-satunya harapan saya, semoga masih ada jalan terang menuju masa depan didalam hidup saya. Seperti dia yang mendapatkan kehidupannya tanpa diri saya. Biar pun saya tidak pernah bisa membohongi diri saya sekali pun, saya masih sangat mencintainya. Saya akan membiarkan waktu tiba untuk menyembuhkan luka-luka saya dan membawakan kembali kehidupan saya yang telah hilang ditangannya. Saya masih akan mencoba untuk terus berjalan biarpun saya merasa agak lelah. Semoga dari asa saya yang sudah terputus sebahagian, tidak akan terputus dibahagian yang lain. Terus berdoa dan berharap.

"By..."

05 Agustus 2004

Nyanyian Nuran Untuk Andini Lensun dan Warga Buyat
----------------------------

Puisi Pulung Amoria Kencana (Bunga Rumput Liar)

Catatan Kecil buat Adik
: Andini dan kawan-kawan

Dik,
Kalau besok tiba-tiba mengganas gelombang, itu karena doa para ikan!
Airmata yang mengalir lebih asin dari lautan
“ Mereka tak hanya membunuh kita! Mereka juga membunuh sesamanya : manusia!”

Sebenarnya bukan salah racun, mereka juga sedih
“Ini sama sekali bukan tempat kami!” Kata mereka
Tapi sebagian manusia itu memang tak perduli
Bahkan bila yang terbunuh adalah saudara mereka sendiri
“Jadi tolong jangan salahkan kami!” Isak racun malu hati

Para ikan berteriak! Racun berteriak!
Bila nanti kau dengar ada sesuatu yang besar dan meledak
Itu karena akhirnya seisi samudera berteriak!
“Terbakarlah engkau yang begitu tega membunuhi”

Ah,
Tutuplah telingamu, dik!

(BuRuLi, LeBul: 04.08.2004/ 1:43 am)

------------------------

HiiiKAYAT BUYAT
Sajak Syam Asinar Radjam


HiiiKAYAT BUYAT I
: Andini

Pada setiap anak telah dibagikan masing-masing satu luka,
Hanya padanya terasa demikian runcing mengendap

Luka-luka yang menusuk mata
Mencari celah melukai kantung-kantung air mata
Kering! Kering!

Lukanya luka yang tak harus ada

* * *

HiiiKAYAT BUYAT II

Kulihat darah!
Menetes, belum mencurah
Mengalir masih, menuju gumpal

Hei Lihat bersama!
Ada yang diundang sengaja; BENCANA!

* * *

HiiiKAYAT BUYAT III

Kenapa aku tak menduka?
Meski ikan dan laut telah bernanah!

* * *

HiiiKAYAT BUYAT IV

Mari ambil penggaris,
Bentangkan pula peta.
Berapa jauh bencana dari depan rumah kita?
Penjahatnya tertawa di meja gambar!

* * *

Jakarta, 4 – 5 Agustus 2004


-------------
MOHON DISEBARLUASKAN http://www.kompas.com/utama/news/0407/29/173522.htm Sampel Darah Empat Korban Teluk Buyat Positif MercuriDepok, KamisHasil pemeriksaan Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan(Puska RKL)Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UniversitasIndonesia(UI) menunjukkan sampel darah empat korban Teluk Buyat, MinahasaSelatan,Sulawesi Utara (Sulut), positif mengandung mercuri (Hg)..... ......................"Sejak lama saya merasa sering merasa mual, sakit kepala dankeram. Bahkan,putri saya yang bernama Andini Lensun mengalami ruam-ruam merahsepertihabis terbakar disertai benjolan di sekujur tubuh, sebelum akhirnyameninggal dunia saat masih berusia lima bulan pada awal Juli2004,"katanya." sumber : http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=44884

Luangkan waktu anda untuk menerakan goresan nurani dan dengungkanberbarengdalam jurnal Nyayian Duka Untuk Andini Lensun dan Warga Buyat jadimantra,kirimkan email anda ke adu@menlh.go.id ; kompas@kompas.com; sekretariat@republika; koran@tempo.co.id; koransp@suarapembaruan.com sertamedia massa lain dan mohon ditembuskan ke andreas@walhi.or.id

Jurnal Nyanyian Nurani untuk Andini Lensun dan Warga Buyat(s/d 4 Agustus 2004)___________________ Apa yang dirasakan Andini Lensun sepanjang lima bulan masa hidupnya?Apa makna tatap mata dan tangisannya Tak usah lima bulan bahkan 10menitdalam lintasan hidupnya, rasanya tak bisa terbayangkan. duka dalam, teramat dalam semoga kebenaran akan menemukan jalannya, kemanusiaan akan menemukankemenangannya Andini Lensun kembali Kepada Yang Maha Kuasa oleh : andreas (1)andreas@walhi.or.id

----------------------- Kami tak pernah melukai orang dewasaTapi tangan-tangan merekaTelah menghancurkanTangan-tangan kecil kami setiap nafas kamiadalah kesakitan panjangsetiap tangis kamiadalah hapusan pengharapanuntuk melihat dunia inilebih lama lagi air susu yang kami minummenjadi racunyang tak pernah ada penawarnyabunda-bunda kamipuntak berdayadengan sakit yang menyiksasepanjang hari-hari kamisemenjak kami bersemayamdalam rahim bunda kami ingin hidup panjangmenikmati indahnya Buyatmengukir cita-citauntuk tanah Buyat tapi tangan-tangan orang dewasatelah hancurkan tangan kecil kamianak-anak Buyat oleh : lilie (2)----------------------------"Langit Mendung Di Teluk Buyat" Wajah-wajah tertutup jelagaTangan-tangan terbalut nestapaSebatang tubuh mungil mati ternodaIkan-ikan entah kemanaGanggan hijau berubah warnaBurung-burung tak lagi bersuaraAndini Lenzun mati sia-sia Segerombolan aura kematian menunggu titik penantianRuh malaikat maut semakin mendekati pucuk ubun-ubunLaskar bencana datang dan nyaris membunuh satu dasawarsaAwan gelap menyelimuti langit mendung di Teluk Buyat Teluk Buyat menyaksikan Andini Lenzun mati sia-siaBayi kecil nenyerupa paras oma-opaDengan bilur keganasan limbah bahan kimiaTerbungkus landir minamata Langit mendung di Teluk BuyatBerpuluh manusia meregang nyawaBertahan dalam kepedihan benjolan kepalaAtau badan merana menjelang garis penutup usia Sayap-sayap camar lelah merintihkan kepedihanMenarikan dansa kesuraman diatas dahan-dahan bakauMenukik tajam menyayat reruntuhan karangLalu patah terhempas gelombang kerakusan Perak dan emas menyaksikan kepiluan Teluk BuyatMatanya melelehkan kegelisahanYang mencengkeram pedas di tabir kekuasaan adi dayaKilaunya mewarnai horizon benua kebanyakanMeninggalkan bekas merkuri dan arsen di Teluk Buyat oleh : Jpang, Juli 2004 (3) --------------------Aku Andini (aku ketika didalam kandungan)Disini gelap, tempatnya semakin sempit..karena tubuhku semakin membesarsementara kapasitas perut Ibuku terbatas sekali... Aku ingin melihat cahaya diluar sana...dan menikmati hangatnya pelukan Ibu. (aku sesudah dilahirkan..)Ibuku baiiikkk sekali..Ayahku jugaMereka keluargakukami keluarga yang sangat sederhanakami memang tidak berlimpah hartatapi kami berlimpah cinta... Pada awal hidupku, semua terlihat baik adanyaDulu, ketika aku masih di surga, Tuhan bilang,"sebentar lagi Aku akan mengirimmu ke bumi."Seketika itu juga tubuhku dipenuhi oleh sukacitaSudah kubayangkan bagaimana indahnya duniapenuh tantangan dan harapan....Kemudian Tuhan berkata "Anak-Ku, bumi tidak seindahkelihatannya"Dan aku terdiam.... Kini, kusadari Tuhan benar adanya..Ragaku tidak senyaman dulu..Pusing memenuhi kepalaku, sementara mual menyelimuti perutku..Dan sekujur tubuhku penuh dengan benjolanseperti gunung yg akan memuntahkan lahar panasnya.. Tuhan... apa salahku..??? Belum lama aku di bumi..Aku bahkan belum mampu melakukan sesuatu untuk menolong dirikuAku hanya bisa menangisMengharap sedikit bantuan dari keluarga dan manusia lain... Lambat laun tubuhku semakin melemah...aku pasrah...aku merindukan kembali surga tempat aku dulu tinggal.. Lambat laun kumulai mengetahui masalahnyakarena setiap malam malaikat surga datang menjengukkudan bercerita tentang yang sesungguhnya terjadikami berbincang dengan bahasa yang kami mengertiMalaikat itu bilang, Tuhan sudah menyiapkan tempat istimewa untukku disurga...Dia menungguku... sampai aku siap untuk kembali padaNya Kulihat Ibuku... Kulihat keluargaku...Kulihat juga raksasa besar siap mencengkeram merekasiap menghancurkan keluargaku.. dan saudara-saudaraku di buyat... Raksasa itu tidak berbentuk manusia...Tapi dia sangat besar dan mempunyai tangan besar yang tidakkelihatan..Raksasa itu sudah membuang racun di air kami.. Ikan kami mati... Mata pencaharian kami mati...dan lambat laun, saudara-saudaraku di Buyat pun akan mati Dan kini.... aku pun mati... Semoga kematianku menjadi pertanda awal kekalahan sang raksasa dibumi... Aku, Andini... oleh Marselina (4)Mmarselina@dow.com tiada lagi... tangisan kesakitan itu kini tiada lagi...berganti nisan batu yang sunyi dan harum bunga... kami tak akan pernah melupakanmu..kau mencoba bertahan hidup selama lima bulan..namun sakit itu tak tertahankan lagi...setiap gerak adalah keperihan yang sangat.. kami antarkan engkau berbaring selamanya...senyuman terakhirmu akan menjadi kutukanbagi raksasa penghisap emas itu... selamat jalan Andini...semua penderitaanmu tak akan sia-sia... anonim (5) --------------------

kalaulah mungkin,kudekap nian tubuhmu yang rapuh andini,dan nyanyikan perih tubuhmu,agar si rakus itu, tahu bahwa tubuhmu memang perih tahukah kamu andini? duka, tangis, dan jerit bundamuadalah tangis pilu bagi mereka yang bernasib sama,lihatlah, pongahnya newmont,juga sedang menebar maut di tanah Tapanuli, Sumuthanya sedikit yang tahu, atau yang pedulibahwa 5 thn lagi,teman kita di Madina juga bernasib sama oleh : megianto sinaga, (medan) (6)megianto@kompascyber.com ----------------------

Masihkah kita bisa nyenyak diatas rintihan kepedihanmasyarakat buyat?Masihkan kita punya nurani atas tangisan ibu-ibu dibuyat?dan yang paling penting ...Masihkah kita punya nyali untuk teriak dengan lantang... oleh : Arifin Amril (7) -----------------------

Andai Andai aku bisa mengembalikan waktudan menata negeri ini sedari awal, Andini Aku akan menatanya dengan kasih dan kejujuran,sehingga kau bisa bermain dan bermanjadialam yang mengucapkan terima kasih,karena kita telah memeliharanyadengan cinta. Andini, aku percaya bahwakau telah kembali kerumah Sang Pencipadengan selamat dan sejahtera. Palangka Raya, 2 Agustus 2004. Mastuati (8)dayak@palangkaraya.wasantara.net.id -----------------------

ANDINIANdai Daku Insaf mulai hari iNIMaka kisah ANDINI dan ANDINI yang lainBUYAT dan BUYAT yang lainhanya sebuah catatan sejarah yang tak perlu terulang lagi. Tak akan ada lagi derita ini.Derita tentang...Rintihan kesakitan..Tangis kepiluan..Air mata kedukaan..Teriakan penderitaan..Helaan nafas penuh tekanan..Langkah tanpa harapan..Sebuah perjalanan tanpa kepastian..Dan janji kehidupan yang penuh kesia-siaan.. Dan Andinipun menulisIngin kusalahkan TuhanKenapa aku dilahirkan hanya untuk berjumpa dengan semua derita ini.Bukan bukan Tuhan yang salah..Kamu..Kamu.. semua yang salahYang tidak berbuat apapun juga. Palangka Raya,3 Agustus 2004 Sepmiwawalma (9)dayak@palangkaraya.wasantara.net.id -------------------------------

Untuk kita semua,Adakah yang lebih berarti dalam hidup ini selain soal kemanusiaan ?Kepergian seorang Andini dan derita kaum Buyat hanyalah sebuahpotonganepisode panjang sejarah penistaan kemanusiaan...Bila hidup ini hanya untuk soal siapa yang merasakan apa makapernahkankita semua memikirkan suatu saat nanti kita juga akan mengalamitragedikemanusiaan itu,...Kita dengan kemampuan nalar dan logika dapat berkelit dan berdebat,......Tapi penderitaan dan kematian itu bukan soal nalar dan logika rasionalserta bukan juga soal untuk diperdebatkan,...Tapi dia adalah soal yang harus dirasakan,...Bila kita belum memiliki kesempatan untuk merasakannya maka tunggulahsaatnya.Kalaupun tidak di dunia yang hanya sepenggal waktu ini, dunia abadiakanmenanti kita dengan penderitaan dan kematian yang abadi pula. Bogor, 3 Agustus 2004Rasdi Wangsa (10)jkti@softhome.net -------------------

...Andini...Kemarin,...Kala mentari hadir menyapamu kau sambut dengan sejuta senyumSeraya berkata kau akan hidup seribu tahun lagi...Hari ini, ...saat mentari hadir mengajakmu bercengkrama,Bercerita tentang hari esok yang penuh cintaKau sambut dengan tatapan kosong,tak berdaya, tak mampu mengerakkan anggota badanmu dan...bahkan kau tak mampu lagi mengeluarkan suara deritamu.....Andini...Kau telah telah beku dalam tidurmu yang damaiTak ada lagi jerit sakitmu......Andini...Kami akan selalu mengingatmuKami akan selalu melanjutkan perjuangan dan cita-citamuKami antar kau kepembaringan terkahirmu Selamat jalan Andini...Tidurlah dalam damai dan kasihNya....perngorbananmu tak akan pernah sia-sia... Alam Cakke, Makassar Agustus 2004 (11)cakke_alam@telkom.net ---------------------------

Menunggu Kilat Merkuri Di atas perahu meninggi bintang-bintang pengharapanMenggantung berabad-abad hingga lapuk buritan kayu hitamLayar yang berkobar mengantarkanku pada kaki langitBerebut gelombang dan debur jantung samudra Teluk BuyatBertukar ajal dan gelora napasMembawa hidup pulang dalam belanga dan tawa anak istriMenaburkan pasir ke angkasadalam riang percikan sinar bulandan angin malamdo'a do'a Dan berlabuhDari jauhHingga abad berkarat kiniDan kau datang tanpa mengetuk pintukuMenebar kilau dari jaman yang sesakKilatan maut melesat dari roda-roda penggilinganMengubur dasar samudraBagi kemewahan tuan dan nyonya di lingkar jari-jariDan lingkar leher jenjang nyalangGaya terkini LaluDiam-diamDiam-diamKilau merkuri mengantarkan semua iniTajam mengiris, tajam yang tak kurasakanSaraf demi saraf, sayat demi sayatDari kilauan lautan yang sama,dari debur ombak Teluk Buyat yang itu jugayang berabad-abad melapisi kulitku hingga legamyang berabad-abad anginnya menjadi napaskuyang berabad-abad asinnya menggarami hidupku Hingga kau datang diam-diamdan aku-tanpa kutahu-menunggu kilat merkuri di ujung leherkutajam siaga mengiris diam-diam hingga ajalsaraf demi saraf, sayat demi sayatmayat demi mayatSebentar menanti seperti begitu lama mati Dan kau sibuk mengeja saraf demi sarafAyat demi ayat kau taburkan untuk penyangkalanDiantara mayat yang bergelimpanganDari kilauan merkurimata pisau pada ujung leherku Dan kau ingin menghapus riwayat ini? Dwi R. MuhtamanBogor, 4 Agustus 2004dwirm@cbn.net.id

MOHON DISEBARLUASKAN

03 Agustus 2004

kertas merah