16 Februari 2008

semenjak cahaya terkibas arus kegelapan,
setangkai kuas usang masih mencoba melukis warna
dalam mosaik irama pecah
diantara andromeda yang memudar
atas sebuah keperkasaan jiwa kecut...

apakah batin metana akan tergila-gila
mendendangkan kezaliman diri?

07 Februari 2008

belajar mencangkul

karena terkenang akan lagu dimasa kecilnya yang riang dan guru sd nya yang kemayu
diusianya yang kepala enam itu ia ingin belajar mencangkul
mengisi waktu waktu luang dari masa pensiun dan membunuh rasa frustasi akan sepi
ia ke pasar dan pulang membawa cangkul
tanamlah gandum pinta istrinya karena harga gandum makin tinggi saja
tanam kedelai saja pak kedelai kini hilang dan menjadi buronan di telivisi kata sang anak
tanam pohon jati saja supaya kampung kita bebas banjir sahut tetangganya ikut ikutan
tapi ia tak bergeming ia hanya ingin mencangkul saja tanpa menanam apa apa
ia punya harapan pada suatu waktu ia akan menanam dirinya menanam mimpi mimpi utopianya
dikenang akan penguburan mantan presiden di televisi
dipersiapkannnya calon kuburannya itu dengan cermat
tapi semak semak di halaman makin gagah meninggi membuatnya capai dan gerah
dengan tekun dan telaten dicangkulnya halaman itu inci demi inci seperti sepasang pengantin muda
tapi halaman yang ia cangkul minggu lalu kini tumbuh rumput lagi dan itu mengecoh
karena lelah ia tertidur disela sela mencangkul dan bermimpi cangkul itu mengejarnya
ia tergagap bangun dan cangkul itu masih meringis disampingnya diayunkanlah cangkul itu ketanah dengan keras ia masih dendam karena dalam mimpi cangkul tadi mengejar ngejar
hendak menumpahkan darahnya tanpa ampun
diayunkankan cangkul itu ketanah seperti kesetanan
menerjang batu batu menerjang tembok tembok bisu tanpa sadar kakinya berdarah darah

dimalam ketika tidur cangkul itu datang lagi mengejar ngejarnya dalam mimpi
ia lari sekencangkencangnya tetapi terjungkal karena kelelahan ia terkapar dan pasrah
cangkul itu berdiri didepannya hanya diam mengenangkan sesuatu lalu menangis
aku sangat lelah katanya jangan gunakan aku lagi ia meminta dan memohon mohon untuk memensiunkan dini dirinya dan berkeluh aku tak punya teman petani lagi
ia tergagap bangun dari mimpinya dan belum sempat mengatakan sesuatu
dengan terpincang ia menuju dapur menengok cangkul itu yang kelihatan sendu dan basah
dielusnya gagang cangkul seperti mengelus kepala bocah yang merajuk
ya ya baiklah besok akan ku cangkul sawah sawah itu gumamnya seperti berkata pada seorang cucu

yogyakarta februari 2008

bapak menanam jagung

menanam jagung tidak usah mencangkul dalam dalam kata bapak ia akan serampangan saja menabur benih di halaman dalam beberapa hari benih benih itu tumbuh makin tinggi
bapak rajin menengoknya kadang dia berbisik seperti bercakap cakap dengan kekasih
ibu menggerutu dan kumat rewelnya merasa diduakan
menanam kedelai saja sekarang mahal harganya ibu berteriak dari kursi roda dengan bersungut
tapi bapak seorang yang berpendirian keras dan teguh dulu ia mengganyang komunis tanpa ampun
pikirnya telah mempunyai beberapa keledai dirumah untuk apa memelihara banyak banyak
merepotkan lebih murah beli dari luar negeri jawabnya tapi ia sangat mencintai indonesia
karena tiap bulan masih menerima gaji dari sana

benih jagung itu tumbuh membesar dan bapak makin sering menyanyikan lagu menanam jagung
pada bagian ‘cangkul cangkul cangkul yang dalam...’ diulang ulangnya dengan nada nada tinggi
entah mengapa aku merasa ia seperti puisi yang sukar dibaca karena kelelahan menggapai makna
kusahut dengan lagu burung kakak tua kesukaanku ‘ kakek sudah tua giginya di jendela..’
ia akan muram dan membenamkan diri dalam tanaman jagung tak mau bicara sampai sore
kudengar kikik ibuku seperti trilili lili lili nya burung kutilang
agar tak merepotkan nanti kubantu bapak mencabuti rumput rumput yang selalu tumbuh
sambil bercerita sekenanya tentang naiknya harga harga bahan pokok matinya mantan presiden dan banjir dimana mana ia tertawa dan aku senang untuk tak membujuk bujuknya makan malam

ibu sangat suka kupu kupu tapi bapak membenci ulat ulat yang menggerogoti daun daun jagung
pinta ibuku biarkan ulat memakan daun daun jagung biarkan mereka menjadi kupu kupu
ibu merasa gembira pada terbang kupu kupu naik turunnya dan mengembara kemana mana
ia akan merasa tidak di kursi roda terlebih kupu kupu akan memberi pilihan banyak warna
bapak merasa letihnya hilang bila pohon jagungnya tak ada ulat yang merobek daun daun
membuatnya kesetanan membantai ulat ulat
menghitung situasi yang menyebabkan mereka bisa perang ku usulkan agar bapak menanam jagung di tanah tetangga sebarlah benih jagung disana saranku biarkan pohon pohon jagung disini untuk ulat ulat dan kalau mau perang dengan tetangga saja pikirku sambil tergelak
bibit itu mulai tumbuh bapak gembira dan menenggelamkan dirinya seharian disana
‘cangkul cangkul cangkul yang dalam...’kusemangati bapak dengan lagu itu

yogyakarta februari 2008

05 Februari 2008

ziarah tuan penyair

aku ingin merekam gerak angin dari perjalananmu tuan dari desir dari cemas mungkin mual
membaca gelegak persinggahan persinggahan kata yang berbiak liar dan binal
ia yang kikuk bermain kata ia yang canggung menggiring kata
membuka menutup folder menanggung kesepian sepanjang hidup
semua telah tertata rapi tuan dalam file file masa depan puisi puisi palsu
yang seolah berlari cepat ditempat semula jangan bertanya tentang apa apa
kau yang mulai mengutil gaya dan kata kata penyair terdahulu dalam gerak senantiasa terbaca
ya mari bergaya tuan dalam suasana pop dan banal peragakan posemu dalam gaya itu
ketika kata kata mengkelabu dalam denyut denyut pasar pasar
urat nadi penyairmu tak lagi berpancaran lesu berhadapan dengan teriak anak anak sekolah
mampus berhadapan dengan chairil sutarji sapardi gunawan dan para bangsat pendahulu

(aku ziarahi kau berulang ulang tuan atas segala berulangnya kematian
dari rahim kata kata yang belum selesai mengamukkan sepi aku tuntas sendiri
malam nanti mungkin kau tikam dirimu mungkin kau akan amis sajak sajak
ayo tergelaklah bersamuku dalam tak tik keyboardmu
sebelum virus menghapus huruf huruf ditimbunan segala sajak copy paste ini )

tuan tidakkah kau lelah membaca tanda tanda dan tak tahu tersesat didalamnya
dari deru perjalanan tak usai usai mengkibas kibaskan nasib dideras kata mengalir
gerbang demi gerbong telah langsir kau sadari kau wayang sekaligus dalang dan penontonnya
kau mayat penyair yang akan mengubur dirimu sendiri
mari tuan telanjang dan bergaya dalam suasana melodrama menjelmakan diri sebagai darwis sang penari
mari bersuka mari berria menyakiti diri sendiri dalam lamun kanak kanak abadi
jangan kau menanyakan sesuatu yang menyelinap dalam serpih waktu tentang kesetiaan
bercerminlah mengagumi diri sendiri dan mengenang gairah gairah konyol di perjalanan puisi
membisik lirih dari rusuh dadamu apa lagi yang harus kubeli selain mimpi mimpi
dalam gerak lambat dibangunkan oleh kuyu dirinya ia ucap: banyak yang belum rampung tuhan

yogyakarta, februari 2008

ziarah ibu puisi

ibu hendak kemanakah kulesakkan puisiku yang datang berduyun duyun ketika petang
ketika awan bergegas ketika pengendara pengendara menatap langit dengan cemas
atau biarkan ia menjadi ranjang untukmu menemani hari hari dengan gumam dengan mimpi mimpi untuk berlari menuju kabah

ibu maghrib hampir tiba kan kukunci semua jendela duduklah ditepi ranjang yang pengap
dari puisi puisi yang kubiarkan merana dan mati maaf kubersihkan nanti

aku sendiri terluka bu menatap jaman menatap diri sendiri dan kesepian
terbabat waktu dan membiakkan hari hari dalam keberuntungan dan ketakberuntungan nasib
puisi puisi yang tak kukenali lagi menyapa pelan tetapi menggelisahkan ku
adakala kutemukan dirinya dalam unggas unggas dalam pengendara pengendara yang melaju
yang mengkepak kepakkan waktu diredup cahaya

ya tadi malam aku impikan kursi rodamu ia melesat cepat pergi
kulihat kau berlari lari kecil mengejarnya ku bayangkan itu ditanah suci
impian impian tentangmu adalah mimpi mimpiku sendiri bu
dan kau adalah aku yang mengakrabi ranjang demi ranjang puisi yang jenuh tapi tak beranjak

beranjaklah puisiku seperti ibuku dulu dari kanak menjadi dewasa kawin dan berbiak
jangan sakit jangan berdiam saja diranjang seperti ibuku dia memang sakit
belajarlah menjadi luka chairil yang kan berlari membawa hilang pedih perihnya

beranjaklah puisiku jadikan aku pengendara kata yang bergegas seperti unggas unggas disore hari
ada kepastian untuk pulang dan membaringkan tubuh di ranjang kumel dengan puisi
seharian terasing dalam rutinitas dan aku tenggelam didalamnya tak keluar keluar
sebagai burung yang pulang senja aku terkapar lagi

dengus kereta yang melaju dan aroma para pengembara antar kota kota masih merayap pelan di mimpi mimpi pagiku mengantarkan puisi puisi tentang perjalanan di akhir malam
aku terkapar dalam ranjang dan membangun puisi dari batuk dan rewelnya ibu
yang sering memanggilku malam malam ketika puisi tak lagi disampingku
ia menderit dikursi roda yang kudorong pelan sementara bapak para sajak lelap tidurnya
ia lelah dan mulai menua
maaf ibu ini hanya ziarah ku padamu pada puisi puisiku

yogyakarta, februari 2008
kata mereka aku sudah tumpul.
kataku kaku, jemariku bisu.
lelah aku mengetuk,
cuma sampah layaknya kembang api memekik resah.

kata mereka aku basi.
luka sudah tidak lagi menarik hati.
bangsat, anjing, sialan, setan!
aku cuma punya makian.
karena cintaku mati tertelan dusta

kata mereka aku hampir mati.
mampus ditelan dusta yang jadi raja.
senyum manis basa basi
aku memang sang ratu dunia opera

aku cinta pada dusta,
36 purnama dipenuhi ekstase palsu.
kalau memang tidak akan ada nanti,
mengapa harus ada yang lalu

kamu bangsat!!!
bangsatku penipu jalang!!!

04 Februari 2008

quo vadis cintaku?

seorang perempuan "memaksa" saya untuk membuka kembali blog ini, membaca kembali lembaran lusuh yang saya "matikan" secara paksa di satu sisi dalam otak saya.

Ini menyebalkan, sungguh2 menyebalkan.
Baris demi baris kalimat berhamburan berusaha melukai saya, kata demi kata terlontar menusuk-nusuk semuanya.
Lalu hati saya gemetar, jemari saya bergetar. Layaknya terterpa angin puting beliung yang selama ini saya kandangi, keinginan hasrat saya untuk menari diatas jutaan kata timbul lagi.

saya mengumpulkan segenap keberanian untuk membuka kain kafan di hati saya. meraba pelan - pelan berusaha menginsyafi segenap luka. saya berharap semuanya telah pergi, tapi ternyata tidak, darah masih menetes satu-satu, membasahi segala kenangan, menyumpahi segala kebohongan dan penghianatan hati akan diri.

lalu mataku tertuju pada satu baris kalimat yang kutulis waktu segala masih terpuja.
"quo vadis cintaku?" - kemana akan pergi cintaku?
seorang gadis kecil dengan segala kenaifannya mencoba untuk terbang menyentuh bintang, berharap dengan begitu banyak cinta dia bisa berdansa dengan dewa dewi berkerudung sutra asmara warna merah muda.

nyatanya cinta hanya tahi kucing!
karena hati hanya dibuang ke selokan berbau busuk janji palsu.

lalu segalanya menjadi jelas,
satu jawaban atas pertanyaan tempo dulu.
"quo vadis cintaku?"
cintaku kubuang ke lembah nista bernama perzinahan.
dan atas nama zinah kugagahi cintaku

01 Februari 2008

Undangan Pernikahan



Undangan Pernikahan
Tgl 1 Feb 2008
Jam 09.00 WITA - Selesai

I Kadek Dedy & Astrid Reza

di Ds Apuan, Br Apuan, Baturiki
Tabanan - Bali

(versi SMS)
Dikirim: 08:37:40 31-01-2008
Pengirim: Astrid Reza +628164822***

-----------------------------------

Oendangan Pernikahan/Wedding Invitation
for everyone
Private Wedding Ceremony
22nd May 2007
@Adhyaksa Raya No. 1, Yogyakarta - Indonesia

Balinese Religious Ceremony & Reception
1st February 2008
9 AM - finish
@Desa Apuan, Baturiti, Tabanan, Bali - Indonesia

Wedding Reception (further notice)
2009
@Bogor, Jawa Barat - Indonesia

We're inviting friends and family to come to our wedding ceremony in Bali.
Kami mengundang kawan-kawan dan keluarga untuk menghadiri acara pernikahan kami di Bali.

I Kadek Dedy Sumantra Yasa & Astrid Reza

Family of I Made Suratha & Ir. Kartika Widjaja, M.A.D.E.

PS: For friends coming to Bali, please sms us for further information about the place, events and other arrangements.

Jan 4, '08 1:32 AM
http://astridreza.multiply.com
http://astridreza.blogspot.com