29 September 2003

tujuh hari kelam


senin...
tuan mendung datang melambaikan selendang kelabu
sapuan badai mengundang deras hujan,


selasa...
nasib sial menghapus keberuntungan
menyerahkan tubuh tuk dithabis sebagai "budak cinta",


rabu...
tiga hari berlalu sang surya bersembunyi dibalik abu langit
luruhnya kelopak bunga pun mulai terlihat disepinggir jalan kota,


kamis...
hari pemberontakan yang tak pernah tercatat dalam kamus sejarah
sesosok pengangguran yang menggila akan seumur kebosanan,


jum'at...
warna kehidupan yang memudar
tak pernah tahu kemana perginya
separuh jiwa yang membawa sisa desah nafas,


sabtu...
pekatnya halimun membasahi sesaknya paru-paru
firasat akan "tujuh hari kelam"
mimpi buruk dunia yang menjelma neraka hijau


minggu...
banjir emosi yang menghanyutkan bendungan jiwa
namun mengapa hingga detik ini hujan masih belum berhenti?
aku mulai merasa kesakitan,
sakit... sakit sekali.




note: ahhh... memang sial sekali nasib malangku setelah kupikir-pikir, ck ck ck
pernahkah engkau mengalami ini meli?
:-( hiks...

24 September 2003

saat itu... t'rus kini...


saat itu...
angin sorga masih menghantar 'damai dibawah pohon beringin'
hari selalu tersenyum bermandi di'tepian danau harapan'
akan tetapi...
dari mana datangnya sejarum 'duri dosa'?
yang terselip di'selangkang apel merah'
dan tertancap di'tenggorok leher hawa'
hingga masa membawa bisu ke 'terminal penantian'
sang waktu pun tak habis menghitung ulang 'kalender kiamat'
tiada sedentang lonceng berbunyi tuk bangunkan 'tidur hari'
t'rus kini...
aku merindukannya,
kemana lagi harus kucari?
"taman firdaus" yang t'lah hilang tercuri 'ularmu'
kembalikanlah padaku...



19 September 2003

menyesal


sebiru langit berawan,
namun mengapa masih berhujan?
selagu yang tercoreng dari jangka keraguan,
tiada sinonim kepercayaan yang menjadi mata bukti,
hanya buaian yang teralun disepasang dengung telinga,

akan tetapi... mengapa malam itu kita masih saling bersumpah?
membuat lelapnya matahari terusik oleh datangnya pagi,
dan ternyata...
dihari ini sang hujan pun menyesal turun ke bumi,
akhirnya...
segala yang telah terucap harus diakhiri hingga usai tiada tersisa,
sekarang lihatlah...
semua keping kata yang pernah terlontar harus menjadi abu,
dan tertelan kembali oleh lidah tak bertanggung-jawab kita.



17:35
12 august 2003
tuesday


18 September 2003

"kehidupan"


kemana perginya "kehidupan" malam ini?
meninggalkan jendela kamar yang sedang terbuka
tak ingin tahu apa yang sedang terjadi dalam gudang
melupakan pintu rumah yang masih belum terkunci

"lihatlah..."
begitu kencang taufan berputar
begitu menusuk hujan meludah
begitu becek lumpur dimana-mana
"kehidupan... apa yang sedang engkau perbuat dilorong ini?"
"ya... aku tahu..."
"engkau sedang mencari kompasmu yang hilang!!!"


hanya tahu menyeret sepasang kaki tatih
pincang tanpa bimbingan cahaya
ditemani setongkat ranting usang
melewati jalan hari lanjut "kehidupan"
tanpa petunjuk mata angin.


note: Jgnlah takut... aku selalu ada bersamamu, kamu satu2nya org yg ada dihatiku. Memberiku kekuatan, nafas, hingga kehidupan... Kamulah "kehidupan" itu. Puisi ini memang sangat sederhana namun sengaja kutulis utkmu... utk mengenang kita saat malam hujan yang dingin itu... I LUV U ^_^



mungkin...

mungkin kita hanya sedang menebar angan
ada pohon, ada ayunan, juga tawa
yang kita gayutkan saat senja merah di puisi

mungkin kita memang hanya sekedar belajar
menggambar jendela, sepeda, pintu dan teras
supaya cinta belajar menjelma cahaya
kita sematkan saja pada dada purnama

sttt, tapi ada luka di kepak kecil kupu kuning

mungkin kita hanya ingin terus bermimpi
matikan saja tanda tanya, debu, tiada, sepi
hingga seribu mata rumah pada kata
jangan mati!

17 September 2003

kadang kerinduan
yang begitu besar
mencapai titik puncak
seperti orgasme

16 September 2003

kawan-kawan yang baik.....

berusaha terus-menerus membuka ruang bagi banyak orang
dalam berkarya adalah menjadi tugas utama kami. maaf
jika kami tidak banyak berbicara, mungkin ada yang
lebih bisa berbicara. menyusul sukses kami
mengeluarkan dian sastro for president dan sebagai
pertanggungjawaban kami ketika banyak orang menanyakan
'kapan ada semacam ini lagi?' maka kami siap
menerbitkan lagi 'dian sastro for president #2'

kami akan segera kehilangan tahun 2003, dan hutang
antologi puisi kami belum juga ada di panjadualan.
kini saatnya kami membuka diri bagi karya yang mau
ditampilkan di edisi dian sastro for president #2.
tidak banyak syarat, tentu saja, sebab hidup di luar
sudah banyak sekali bersyarat. semoga kami tidak
menjadi beban anda semua.

hanya saja ada dua catatan:

pertama, sekali lagi jangan tanyakan mengapa harus
dian sastro for president. please......

kedua, bisa jadi naskah yang masuk akan di luar
kemampuan kami menerbitkannya. jika tidak begitu
banyak, maka kami akan menerbitkan semua. jika lumayan
banyak, kami akan berusaha membagi adil. tapi jika
terlalu banyak, maka mau tidak mau kami harus
menyeleksinya. dan untuk seleksi karya yang masuk,
kami akan berkonsultasi pada orang yang kami rasa
lebih tahu puisi dibanding kami sendiri.

kirimkanlah puisi anda ke mirah_lestari@yahoo.com
selambat-lambatnya 17 oktober 2003, supaya sebelum
tutup tahun, kumpulan ini bisa anda pakai untuk hadiah
tahun baru bagi kekasih maupun kolega anda.

tema dan banyaknya naskah, tentu saja tidak kami
batasi. hanya jika boleh kami meminta, cantumkanlah
biodata anda dan alamat anda yang jelas, agar tidak
terjadi masalah ketika kami mengirimkan hak anda.

kali ini, mengingat harga-harga makin naik, kami hanya
bisa mengirim 3 buah buku + merchandise bagi setiap
nama yang masuk di antologi tersebut. dan bagi anda
yang berdomisili di luar negeri, cantumkanlah alamat
di dalam negeri (ah...betapa miskinnya kami, sebab
ongkos ngirim ke luar negeri sangat mahal).

selamat berkarya, selamat bekerjasama, dan maafkan
kami jika mengganggu anda.

salam hangat,

pimpinan proyek

Astrid Reza Widjaja

14 September 2003

terjebak


kiri, kanan, depan, belakang
kosong...
kehilangan arah mata angin
terjebak dalam perangkap fana
hanya ada tiupan dingin membisik palung

"ENGKAU TELAH KEHILANGAN SEGALANYA,"
"ENGKAU AKAN BERAKHIR DISINI,"

"secepat itukah?"
"dimana alamatku?"
"tolong tunjukan jalanku,"
"aku ingin pulang kerumah,"
"aku tak mau dimakamkan."
"aku mohon..."
: antang no tien

entah kemana larinya kata-kata
mungkin sedang berbaring di setiap ujung senja
duduk santai di pucuk pelangi
makan di sarang lebah dan cacing

semalam ada yang bergerak gerak di bulan
semacam hitam semacam putih
lalu kemudian merah
kata membuat rumah ?

sesekali ia menjenguk dalam jendela mimpi
sekedar memperlihatkan tarian bisu
senyum keberadaan dan ketiadaan
lalu pergi bersama nyanyian pagi

kemana larinya kata?
mungkinkah dia terusir senyummu
malas bersaing dengan indahmu
wahai wanitaku.


13 September 2003

tanganku terbakar
karena coba tulis namamu pada malam

06 September 2003

melarat


digubuk ini sama sekali tak pernah ada sesuatu yang gemilang,
yang ada hanyalah sebungkus nasi yang basi didapur,
kursi rotan yang berjamur,
perabot-perabot rongsokan yang berdebu,
kecoa dan tikus yang lari berkejaran kesana hingga kemari,
televisi kuno yang menayangkan acara membosankan dari hari ke hari,
dan disaksikan langit-langit bernoda bercak rembesan air,
selamat datang kedalam duniaku:
kehidupan MELARAT!!!

05 September 2003

kau detik ini


engkau datang lagi...
apa lagi hendakmu?
apa engkau masih belum puas?
lekaslah engkau menghilang dari hadapanku!

mengapa engkau masih berdiri disitu dan terus menatapku?
lihatlah darah ini...
lihatlah airmata ini...
lihatlah bekas jahitan luka ini...
lihatlah...
aku sakit...

sepotong cangkul yang ada digenggaman tanganmu,
engkau masih terus ingin mencabikku,
hingga terlanjang tak menyisakan secuil busana kebahagiaan,
lekas katakan padaku...
apa dosa sepotong daging hati yang lemah ini padamu?

engkau telah membuangku kedalam lorong kepedihan,
lantas detik ini engkau kembali membawa memori kosong masa lalu,
engkau menggali semua kenangan hampa dari tanah liang kubur,
belum cukupkah aku tercampak kedinding berkawat runcing oleh cemetimu?

masih sanggup terucap oleh racun bibir berbisamu,
rayuanmu menggelitik kuduk,
air mata buaya purbamu,
kasih plastikmu yang tak pernah sampai,
materi yang terselip dibalik hasratmu,

kau sungguh memuakkan,
kau tak memiliki kulit wajah berharga diri,
kau kotor,
kau biadab,
kau amat sangat menjijikan,
kau... BINATANG!!!

sekarang apa lagi yang engkau tunggu?
lenyaplah sejauh-jauhnya tampang obralmu dari hadapanku,
pergilah terkubur dalam tanah api neraka selama-lamanya,
aku tak sudi melihatmu lagi.....
PERGI!!!!!