29 Januari 2003

marilah aku ceritakan kepadamu

marilah aku ceritakan kepadamu tentang asap belerang di kubah merapi
ketika hujan rinai tak putus angin gigil tak henti

lalu dalam basah jas hujan dan sepeda motor tertatih mendaki
sampai ke sini. aku pun memulai perbincangan dengan perempuan baik hati,
begitu baik hingga ia mau menemaniku dalam lebat hujan, pergi
ke sebuah tempat asing yang tak menyajikan janji-janji

perbincangan ini begitu sunyi. seperti adegan sandiwara klasik dalam bisu
mataku mata ia terpaku pada payung di pucuk biru merapi yang sesekali saja menampakkan diri. kabut putih, atau mega, seperti tabir wajah menutup senyumannya yang dingin, tanpa hati

begitulah, tiba-tiba telah sampai pembicaraan tentang asal usul, persenggamaan pertama adam-hawa, hingga bayi-bayi yang dicerabut mati dari liang pertapaannya demi harga diri. aku terkesiap. ia juga. lalu seorang bocah dalam kuyup hujan, menghampiri, tanpa senyum meski sorot matanya menampakkan keramahan yang pasti, bukan basa-basi

di manakah kutinggalkan hati?
mungkin di buku-buku filsafat tebal tua berdebu, atau di kuil-kuil purba persembahan:
dalam puisi?

marilah aku ceritakan kepadamu tentang asap belerang di kubah merapi
ketika hujan rinai tak putus angin gigil tak henti

aku menemukan kisah tentang hati yang mati
dan senyum perempuan yang indah sekali

27 Januari 2003

malam bening, seperti kaca jernih hingga telanjanglah seluruh bintangbintang yang ada pernah ada sarati langit dengan ode kerinduan. begitu jua kah matamu? aku terpakar. terpanah noktah inti yang mengatas-namakan kegilaan cinta, kau dan aku barangkali tak menduga akan tertabrak selekat ini. tak ada gesekan pilu biola sebagai latar. sepi mencabik. muram berdurja. dada menanda jarak pada sunyi. tersendat berdesir-desir..

momentum ini, waktu dimensi dongeng klasik segala abstrak tak menjadi persinggahan pikiran lagi. semesta melebur menjadi siluetmu yang berserakan di labirin ingatanku, akan-mu, dan kurelakan diriku tersesat paling buta enggan bertarik kembali lagi

aku hanya ingin meringkuk sebagaimana pernah hangat tubuhmu ruahkan selaksa gelombang hingga kalbu menjelma kerlip biru, malam ini. duhai pengelana, aroma tubuhmu terbawa lesatnya angin sampai ke pelukan. diriku temaram, terendam tanpa tersisa dalam ilusi katakata yang gelisah mencari bentuk. o, bebaskanlah kepompong rinduku menjadi kupukupu semoga tak patah sayapnya semoga sampai ke dadamu yang semoga juga mengumpal oleh rindu, berkerjapan.


GELISAH !!!!!
(cuma itu)

26 Januari 2003

waktu masih sebelas tigalima
malam tipis melingkupi segala

22 Januari 2003

terakhir kali dan berakhirlah

Sepelukan mawar, semerah bara, semerah darah..
Bertumpukanlah bersama cacing-cacing ornamen
kebajikan dan kenistaan beraduk-aduk tercampur
hingga mata hitam membelatung..

Kelam, kelam
Badai tersesat di tanah bernanah

****

Habis perkara!
Tamat kisah!
Usai debur debu!
Selesai menapak!
Berhenti menatapku dengan sedu sedan ilusi keparat sajak-sajak epitaph romantis menzikir kenangan yang mengharu-biru seperti rinai gerimis sia-sia mengamukkan kamboja hingga luruh satu lalu satu lagi
di atas beceknya ingatan dirimu, akan-ku...

****

Penghabisan, katamu...

Lalu kita kemas rapi embun di sudut mata, berdialog dengan malaikat bersayap hitam lebar, bertanya tentang hakikat, entah kenapa, entah enggan doa-doa terkumandangkan lantang, entah tak harap tubuh tak mengabu,
jauh, menjauh, begitu jauh..

sayup-sayup kudengar isak.
engkaukah?
buruh tani mahasiswa kaum miskin kota
bersatu padu rebut demokrasi
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia

hari-hari esok adalah milik kita
terbebasnya massa rakyat pekerja
terciptanya tatanan massa rakyat
demokrasi sepenuhnya

marilah kawan, mari kita kabarkan
di tangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan, mari kita nyanyikan
sebuah lagu tentang pembebasan

di bawah topi jerami
kususuri terik matahari
berjuta kali turun aksi
bagi kami suatu langkah pasti

di bawah kuasa tirani
kususuri garis revolusi
berjuta kali lawan tni
bagi kami suatu kemenangan

(sebuah lagu aksi jalanan)

21 Januari 2003

Sungguh

Sungguh, kami kaum berontak
yang tak mampu eja kata sabar
Ini batin yang berucap
indarkan logika terkukung kotak-kotak
di ketidaksamaan sisi tatap

Sungguh, kami tuan pemilik zaman
yang berjalan muntah pada delapan penjuru
Perubahan tiada titipan musim
Bagai suburnya jerawat milik si muda kasmaran,
kami membatu menikam waktu

Saat harus henti, petik mentari
hentikan sombong yang menyelubungi
Di kegelapan,
tak ada tawa terlalu pongah
tak ada tangis merajam sepi
tak ada gelap bermuka dua
kita sama,
walau lelap di peraduan berbeda
mimpi kita satu jua
merdeka ! penuh........

20januari2003
batin

aku menatap hidup
dengan sebatang rokok
dan secangkir kopi
di kesunyian jalan
yang tak berpulang

19januari2003
penantian raguragu

waktu belum pecah menjadi saat
kala langit telah lama terkoyak
dan seribu perigi tak mampu
telan berjuta-juta helai sayap
kian menghambur di angkasa

milikku hanyalah sebuah perigi
di tepian mimpi hutan sang perawan
ingin tiada lelap, sadarku pada gemersik angin
dibaui oleh rindu jejak sua
yang belum kita bukukan

turunlah hai periku
menarilah engkau malaikatku
kecap dingin milikku
di penantian raguragu

17januari2003

20 Januari 2003

aku harus pergi sebelum senja menjadi gelap dan malam menikam matahari. ya, aku harus pergi. esok akan kukecup kembali rekah bibirmu. akan kupeluk kembali tubuhmu yang bearoma kenanga. tapi detik ini, aku harus pergi.

"kau tak lagi mencintaiku?" rengekmu.
"tak seorang pun yang kucintai selain engkau!"
"gombal!"

aku mencintaimu, maka aku pergi. inilah cinta yang sesungguhnya. cinta sebenarbenar cinta. harum tubuhmu akan kubawa terus kemanapun aku pergi. hingga esok, akan kudekap kembali jasadmu yang nyata. tapi sekarang, aku harus pergi.

"kau akan kembali?" ucapmu lirih, jemarimu masih erat menggenggam tanganku.
"aku akan kembali untukmu.' kukecup keningmu.
"kapan?"
"esok!"
"selalu kau katakan esok. sedang kau tak punya ukuran untuk esokmu. esokmu bisa seminggu, sebulan, setahun. aku tak tahu, juga engkau. untuk itu, kularang engkau pergi lagi. tinggallah disini. di dekatku... selamanya....!"

lelaki harus pergi. tapi ia akan kembali. suatu hari nanti. esok!
kulepaskan seluruh genggaman jemarimu. kuhapus bening airmata di pipimu. kulangkahkan kakiku tanpa menoleh kembali.

"esok, aku akan pulang!"

19 Januari 2003

maaf jika aku menolakmu, matahari
karena engkau menyerah janji
terangi hari-hari
menyerahkan bumi budak sepi

di pucuk cemara berbulan
melintas satu bintang jatuh
"aku menuju lebur akhir labuh",
tercacah bersama
perlahan yang dalam
sebagianku menjadi debu semesta
tergantung penghias sunyi raya
dalam cumbu ingkar kalam

(aku tidak bisa begini terus)

datanglah bintang limbung
papas kecepatan cahaya
mendengung semilyar bingung
apakah cinta secepat cahaya?

terhisap hirupan pesona
keindahan kerapuhan
temukan kembali aliran
sungai muara jiwa

16 Januari 2003

aku ingin pergi,
sebab muak melihat punggung-punggung menjauh sepi
lalu aku sendiri menggiris kesendirian
ladang, bunga, pohon, dedaunan, mega-mega
metamorfosis raya dalam pacu ingatan

aku ingin pergi,
terbang bersama angin lantas pecah
menjadi partikel memori penghantu mimpi
sedu, sedan, o! biar seru deru menggebu
airmata mengamuk di lilitan topan gelisah

aku ingin.. kali ini yang mengucapkan selamat tinggal
atas nama cinta lantas kita saling memaki
menafsir kebersamaan, memperdebatkan ciuman
rindurindu menjala sepanjang bangku kosong di jalan
sesederhana itu?
sesemrawut partikel sel di otak, umpatku

atas nama cinta biarlah kita berpantang
sumpah setia murahan,
rentetan janji picisan,
persetan tambatan jiwa, perahu bersauh, semesta melebur..
sebab cinta tak bertele-tele menyembunyikan siasat.
dan romantisme tak mesti berwarna merah membakar

atas nama cinta lantas kita bercumbu
menyampurkan airliur hingga mendesah-desah
pagutan realita panggung nyata berlatar hujan
gerimis tik-tik-tik di senja keemasan maha indah
"cinta itu konsumtif dan pecinta itu kapitalis"

[entah kenapa mendadak aku merasa tak jatuh cinta]
sudah lama aku tidak berdoa, hari ini pun sekedar mengucap harap
apapun itu, semoga bintang jatuhku kembali ..

15 Januari 2003

apa lagi? semua telah dituliskan telah dinyanyikan disyairkan menyerupai gubahan-gubahan teragung sepanjang usia tapi hati masih perih dan kepala melulu panas tangan masih kaku tanpa bisa berpaling menunduk menengadah mencari apa yang belum apa yang masih bisa dijadikan serangkaian kata hingga melati mawar dan seribu bunga lainnya tersamai harumnya wanginya terserupai keindahannya keanggunannya apa lagi apa lagi apa lagi masihkah ada yang terlewatkan yang terlupakan yang belum terbahasakan segenggam cinta yang bukan karena setangkup cinta yang walau bagaimanapun walau seperih apapun setajam apapun sayatan-sayatan kisahnya sekejam apapun akibat-akibatnya menjadi hingga memenjara mengerangkeng sejuta indra memakan apa yang tersisa hingga tanpa sisa tanpa jejak tanpa bekas apa lagi apa lagi apa lagi yang belum terucap terdengar terlihat tentangmu tentang bagaimana matamu menelanjangi mataku tentang hewan-hewan disekelilingku yang tertawa begitu renyah mengejek menghina menertawai memunggungi tentang cuaca yang tak pernah bersahabat tersenyum mengulurkan tangan memapah dan menerangi hingga ujung jalan ini apa lagi apa lagi apa lagi?

14 Januari 2003

tadi malam baca ulang Supernova (sambil nunggu Sari beliin yang 2.1 :P).
Sampai keping 6 ...
dan aku teringat Bintang Jatuhnya Jempol.

Aku mencemburuimu, Bintang Jatuh ...
karena masa redupmu telah tersurat mulut
karena engkau pulang lebih dulu
karena aku juga ingin cepat cepat ingin sampai rumah
karena kulihat dunia sedang bercepat-cepat menuju kehancurannya

Seorang kawan kawan pernah bertanya :
"Jika ada satu dosa yang saat ini tidak menjadi dosa,
dosa apa yang kau pilih untuk dilakukan ?"
Aku jawab ,"Aku ingin manusiaku selesai".

sehingga ...

Rumah masa kecil jiwaku,
berseluncur turuni pelangi
terbang seiring butir hujan,
hanyut ikuti aliran air sungai yang membawaku tidak penting ke mana,
menarik narik ekor singa tidur, dan dia cuma mengaum manja
menungunjugi museum bakteri dan virus
melihat foto-foto lama disfungsi tubuh
bertanya pada Sang saat melihat gambar seorang yang duduk sedih menangis,
"orang ini kenapa? Raut apakah yang sedang dialaminya?"
Ingat ketika filem masa kecil ketika Laura berlari-lari bersama kakak dan adiknya di padang rumput ?
Ya, aku rindu berlari seperti itu, hanya tawa dan berlari.
Aku lupa ada lelahkah di situ ... ?

Yang paling aku rindukan adalah,
ketika Sang memanggil aku mendekat,
mengangkat aku ke pangkuan Sang,
mendengar Sang berkisah dari "Kasih" ,
favorit sang Sang, dan juga favoritku.
huihhhh ...
Pernahkah kamu meresa lengkap ?
Tidak ada satupun,
ya... satupun tidak ada yang kurang.
Tidak ada kekuatiran (aku baru tau kekuatiran dalam manusiaku)
Tidak ada takut (aku baru tau ketakutan dalam manusiaku)

Bintang Jatuh,

bila masanya tiba,
sampaikan salam kangen buat orang-orang rumah,bilangin, "tunggu aku".
salam buat sang Sang. Bilangin, "Jangan lama-lama".

13 Januari 2003

Di penat penantian nanti

Pukul 6.05 : menantimu
Di bawah bibir ada rumput-rumput yang tak bernama. Aku mentahbiskannya sebagai umur. Cukup seminggu, ia akan kembali rimbun. Di Senin, kau akan menghadirkan titik-titik hitam, bersama titik-titik hitam lain yang melengkung di atas bibir dan di dagu. Aku tak perlu rimbunan itu, apalagi ilalang di dadamu. Engkau bukan monyet pingitan. Walau engkau sering menepuk-nepuk dada bagai gorilla memikat betina. Aku terkapar di pelukmu. Menghamparkan diri sejak lama.

Pukul 6.15 : masih menantimu
Suaramu di pagi saat sua bagai mentari berlari telanjang. Keringat selingkuh malam, terkutuklah menjadi embun. Aroma kelamin yang bertarung lalu, membaui pagi. Katanya ini aroma kebangkitan. Kesadaran bahwa hidup terus lahir di tetesan detik dari pinggul mentari yang bulat. Milikmu tak bulat. Petak mencetak getar. Apa kabarmu pagi ini sayang?

Pukul 6.25 : gelisah menanti
Aku tak perlu berucap. Cukup bibir berbahasa bibir. Nafasku menghantarkan kabar kerinduan di tiap-tiap malam. Lidahku menjejalimu kubur-kubur. Mengoles habis kerontang semusim yang tak bertuan. Basah di bibirku meracuni bentuk bibirmu. Mengigit dan mengulumnya menjadi bentuk-bentuk peraduan. Katamu di situ ada sisa-sisa tubuhku yang lalu.

Pukul 6.35 : kian gelisah, kian menanti
Selepasnya ku buta. Bisikmu menuntun. Matamu menyeret akalku. Detak jantungmu kabar-kabar yang tak ternubuatkan. Langkahmu pijakan kaki kiri dan kanan. Konon lututku telah lunglai di detik-detik lalu. Ruhku rebah di kedua tangan kekarmu. Seperti aku yang tak berdaya, aku banyak menanam harap. Tuaian itu kelak akan kusemai, tapi entah di musim apa. Saat pemangsa berenang-renang di kubangan awan, kelaminnya mencuri pandang. Sementara waktu telah mengumpulkan ranting-ranting. Kelam bersanding dengan lekuk genit garis tubuh kehidupan.

Pukul 6:45 : penat …. nanti
Nanti ada masa, masa ada kala
Kala ada hadir, hadir ada hari
Hari ada penat
Penat-penat di penantian akanmu. Senyum, rengkuh, bisik dan harap yang kian membunting mengandung bayi kembar bernama cinta dan cinta. Tapi bayi itu tak sungsang, walau badannya hitam berangka ganjil. Teriak nya nyaring berirama jeg-jes. Terulang beratus sperma berjalan tak tentu arah, rahimku tak kau sentuh. Kau biarkan aku terpaku lama mencarimu. Liar mataku membentuk pandang, menihilkan nafas-nafas lain yang bergegas.
Di penat penantian tak terjawab
Di penat hari yang kian menggigil, aku terkapar sungsang mencari bentuk. Di stasiun KA tempat kita berjanji, menantimu menuju langkah mengais kubur keping kehidupan di setiap pagi.

:dan tanganku masih terus bergetar, menggenggam kabar tragedi tabrakan dua KA sembilan bulan lalu. Namamu ada di sana bertinta darah.

12desember2003
Di istana ada sirkus,
di sana ada badut


Mari bersulang derita-derita,
perulangan abadi suguhan luka
Jelas tertakik pada daging menganga
Tercengang pada perubahan kau berucap
: apa mungkin?

Stasiun bagai kerubungan lalat bersibuk diri
tapi tak pernah penuh. Lengang di hari
kian tenggelam
Kita terlelap terlalu lama. Igaumu jelas berucap
: merdeka!
Mulut usil itu jangan teriak lagi. Itu bukan
janji.
Abunawaspun punya 1001 mimpi

Beranak mual tercecer pada selingkuh yang dicerca
Kesuburan mengidam makmur
:terkutuklah laknat mulut berbuih
Keringat-keringat itu asin menguning di bulir padi
Tapi dewi kesuburan mati muda,
meratapi anak-anak tanah berkubang lumpur
berbadan dua. Onggokkan cacing bersemayam lama
Subur kan hanya kabar-kabur
Hilang bersama gadis pingitan
Di pelukkan setan ia berbisa
bisa menari, bisa bersandiwara, bisa bersulap,
bisa menipu……..

Mari bersulang derita-derita
merapatlah di api revolusi kita
Dari sini jelas menatap
di istana ada sirkus
di sana ada badut
gadis pingitan tertawa, berselingkuh di atas cerca
perca-perca derita milik kita

10desember2003
Tokek……tokek…..bokek….

bersekutu dengan mereka adalah kematian. bandul lamat bergerak.
itu milik buruh. bandul lamat berdentang,
walau kan lahir hanya perulangan abadi
: tokek....bokek....bokek.... (dari penulis)


Sebuah titik kian mengecil. Titik. Kecil. Menerawang ke sumbu kekosongan. Tapi entah mengapa di beberapa detik kemudian, terpecah menjadi titik-titik yang terburai. Terserak. Pecah sebuah keping ketaksadaran. Aku menjadi bagian dari pecahan hidup yang terjaga.

Sialan! Untuk kesekian kalinya mata susah rapat menutup. Gelisah? Tidak, justru aku menanti ujungnya pagi. Ya, esok sebuah pertarungan akan dihadapi. Bersama ribuan jiwa-jiwa yang resah dan marah.

“Bergerak atau mati!”

Itu kata Iwan, sang pemimpin aksi, tadi sore di hadapan buruh-buruh pabrik. Sungguh sebuah pilihan yang tak mengenakkan di kondisi yang kian menjepit. Sempit sudah ruang-ruang mimpi, kini tak berharap banyak hanya mencoba untuk bisa bertahan hidup.

Sebuah syair membakar iman-iman yang kian memerah :

semua naik, kian melambung
menjuntai bersama bual-bual kaum pragmatis
di perut kekuasaan
kita dan mereka kian terpisah
leher kita tergantung di pohon-pohon peradaban
mereka terbang tinggi
bersama sayap-sayap milik nabi palsu
tetes ludah mengenai bibir-bibir kering menengadah
sungguh silau kelamin di bibir mereka
ucapan kian sundal
mereka onani di gerbang perubahan
sebelum ereksi kian jahanam
lempar setan-setan di diri mereka
ke api revolusi
atau di antara mereka
adakah setan penyala api itu?


Tangan-tangan meninju langit. Terkepal.
“Hidup rakyat! Hidup buruh!”
Ombak kegelisahan tak menyusut langkah. Justru jejak-jejak akan terlihat jelas berbaris bagai mata tombak menghujam nadi kesombongan yang berdiri mengangkang. Pemerasan ini harus dihentikan. Pejabat-pejabat itu telah menjadi kucing garong, memecut rakyat untuk mengisi pundi-pundi kekuasaan. Yang terjadi kini, rakyatlah yang harus menanggung beban negara. Tarif-tarif dinaikkan, sementara taraf hidup kami kian jatuh mencium tanah, ditakdirkan mati di atasnya kelak.

Di perjalanan pulang setelah pertemuan, pemanasan aksi untuk esok, aroma kebangkitan membaui langkah milik robot-robot pengusaha. Ternyata perut juga punya bandul kesadaran. Tak jelas parameternya, yang pasti kegelisahaan lebih menakutkan dari kematian. Karena hari ini atau lusa toh mati adalah kado yang istimewa. Di kematian tak ada kegelisahan lagi. Untuk apa buang-buang waktu. Mengakhiri kegelisahaan atau mati. Membunuh kegelisahan atau mati terbunuh.

“Kenaikkan UMR yang 5-7% tak mampu membantu. Justru habis untuk menutupi uang kost yang ikut-ikutan naik. Selebihnya untuk biaya hidup dan transport kita harus bayar pakai apa? Karena dengan gaji selama ini pun habis tanpa sisa untuk hidup sehari-hari,” kata Parmin sambil melangkah gontai.

“Pedagang-pedagang tak bisa menolak untuk tidak menaikkan barang-barang. Aahhh…. Aku tak bisa lagi menyantap ayam goreng siap saji di restauran di tiap saat gajian tiba. Padahal itu ritual yang aku amini untuk mengobati lelah sebulan penuh, sedikitnya ingin mengecap cita rasa yang menjadi menu harian mereka kaum yang mampu itu,” gerutu Sarinah sambil mendekap tas sandang yang sudah tak jelas warnanya.

“Mungkin mulai besok aku mangkin rajin berolahraga. Selain olahraga membongkar peti-peti kemas di gudang, aku akan jalan kaki walau itu memakan hampir sejam lamanya. Ongkos ojek naik, sudah tak tertahan lagi,” tekad Yanto sambil mengelus dada.

“Benar itu To. Ini mungkin juga jalan untuk berhenti merokok. Sebab untuk makan saja hampir tak berbekas. Yah, setidaknya Wulan akan senang bila tak lagi merasakan tengik bekas asap rokok di rongga mulutku. Asam di mulutku akan hilang oleh lisptik di bibirnya,” celotehku sambil bercanda.

“Kau yakin itu? Boro-boro mikir beli alat kosmetik, makan aja udah susah. Mimpi kau….” Canda Sarinah. Kami tertawa melihat cemberut di wajahnya. Sudah lama rasanya tak melihat topeng itu. Wajahnya kini polos tanpa perias muka.


“Kek……tokek……..tokek…..”

Sialan! Suara-suara itu telah lama mengisi ruang ini. Kamar kecil dengan dinding triplek yang ditindih sebuah poster gadis setengah telanjang. Di atas sebuah kasur yang kian menipis menyentuh lantai dingin, aku memandang tepat di atasku. Di langit-langit kamar dekat lampu yang redup. Sebuah tokek besar dikelilingi tiga ekor tokek lainnya.

Ada sebuah rapat sepertinya. Tapi mengapa harus malam ini, di kamar ku pula. Apa tak ada waktu dan tempat lain? Seperti membaca isi pikiranku, mereka diam sesaat. Memandangku tepat di bola hitam mataku. Mencari hening. Mencium gelisah yang membaui malam. Oh….. mungkin mereka mata-mata. Mencari tahu, esok akankah ada demo. Atau seanarkis apa hati-hati yang berkerumun di depan istana. Jangan-jangan ada sebuah penyadap di perut mereka. Merekam isi otakku. Sebab alibi esok akan tercetak di ribuan lembar tuduhan-tuduhan. Akan diteriaki “makar!” Makar untuk sebuah pembelaan diri?

Mata-mata itu mata-mata yang tajam. Membelah batok kepala. Mencoba lebih dekat membaca isinya. Perih kian tak tertahan kupalingkan wajah menjauh mata pisau yang kian menikam. Menatap dinding putih kekuning-kuningan. Oh…. mata-mata lain ada di dinding itu. Kepalaku berputar melayang di empat sisi. Puluhan mata-mata. Ratusan mata-mata. Ribuan mata-mata. Jutaan mata-mata. Mata-mata. Mati……. aku!

“Matilah kau bedebah bangsat!” makiku pedas menghantui malam. Secepat kilat kuambil sapu ijuk dan sambil berdiri di atas kursi aku usir mereka. Sungguh kejam sapuanku. Tapi mereka sungguh lihai, sejahat pandangannya. Lari ke penjuru lain dan menghilang di sisi luar kamar. Sekejap jutaan mata-mata. Ribuan mata-mata. Ratusan mata-mata. Puluhan mata-mata. Lenyap. Menjadi dinding putih yang kekuning-kuningan.

* * * *

Sebuah palu godam memecah titik. Titik kecil yang kian berserak menjadi besar. Menjadi keping-keping. Menjadi cermin yang retak. Menjadi wajah yang berbayang di cermin. Dan dia nyata. Aldian.

“Aduh Al, udah pagi ya….. sudah jam berapa? Kita hari ini mogok kerja kan?” tanyaku sambil mengucek mata. Sepertinya masih ada serpihan-serpihan pandang yang mengendap.

“Iya. Kawan-kawan sudah kumpul di depan pabrik,” katanya.

“Sabar….. aku cuci muka dulu ya. Tak usah mandi, toh mulut-mulut mereka yang di Istana lebih bau lagi. Busuk oleh janji-janji bohong,” kataku sambil bangkit ke luar kamar.

“Tunggu…… jangan tergesa-gesa,” katanya sambil menarik lenganku.

“Ada apa lagi? Kau takut? Pada peluru-peluru yang dibelanjakan dari keringat rakyat?” tanyaku sedikit agak marah.

“Bukan itu. Di tengah kerumunan, pimpinan perusahaan hadir dan mendukung kita….”

“Bagus itu. Walau selama ini mereka menjuluki diri tuhan atas kita. Mungkin persoalan ini telah menciptakan musuh bersama. Kita akan semakin kuat,” potongku mencoba meninju ragu di mukanya.

“Mereka mendukung kita. Tapi…… mereka tak sanggup lagi berdiri. Bos bilang, perusahaan akan ditutup. Bukan untuk selama demo berlangsung, tapi untuk selamanya. Perusahaan sudah tak sanggup lagi bersaing dengan segala persoalannya.” Kata Aldian bagai menujumkan kiamat. Lekat dan memampatkan nafasku.

“Kek……tokek………bokek……..bokek…..”

Bangsat! Seekor tokek besar itu kembali hadir lagi. Kali ini bukan matanya saja yang laknat. Tapi ucapnya sangat jahanam. Bagai paduan suara di parlemen, sebuah nada sumbang membunuh kematian-kematian. Puluhan mulut-mulut di dinding. Ratusan mulut-mulut di dinding. Ribuan mulut-mulut di dinding. Jutaan mulut-mulut di dinding.

“Tokek……….bokek……bokek…..setuju……”

10desember2003
surat untuk seorang sahabat
: selamat menempuh hidup baru dalam penjara rumah tangga


aku tak mengira, dunia berputar begitu cepat. sangat cepat. tak terasa kita telah samasama menjadi dewasa, padahal baru kemarin kita saling lempar bola, main petak umpet, monopoli, remi. sebab dulu tak ada playstasion, sedang televisi masih TVRI yang setiap minggunya kita hanya menonton si unyil. kita asyik bermain dengan permainan yang kita buat sendiri. sampai kita lupa makan. dan ibu kita akan berteriak keras saat senja ketika kita masih juga belum pulang.

ya, masamasa seperti itu begitu menakjubkan. terkadang aku ingin kembali ke masa itu, konyol memang. tapi aku selalu rindu masamasa demikian. hidup bebas, tanpa beban.

sebentar lagi kau harus pergi dari dunia anakanakmu. kau akan menjadi perempuan dewasa sepenuhnya. menjadi seorang istri dari lakilaki yang kau cintai. dan menjadi seorang ibu pada akhirnya, kelak akan menjadi nenek bagi anakanakmu. dunia yang akan kau masuki adalah dunia orangorang dewasa. dunia yang teramat keras, tapi disanalah kau mungkin akan menemukan kebahagiaan yang seutuhnya.

sebentar lagi, satu kebebasanmu akan hilang. dulu kita sering pulang malam, pergi nonton ke bioskop sampai layar tancap, atau sekedar makan bakso di pinggir jalan. ya, kau mungkin tak lagi bisa seperti dulu. pergi kemanapun ditemani oleh suamimu. sungguh, sebuah dunia yang menyebalkan kalau kupikir. tapi kau sudah memilih jalanmu sendiri. aku bahagia atas pilihanmu, sebahagia dirimu dan keluargamu.

kau tahu? seorang ibu bertanya padaku kemarin, "kapan kau akan menyusul, Nak?" dan aku hanya tersenyum sambil kujawab "kapankapan." geli rasanya ditanya seperti itu.

kuucapkan selamat untukmu, sayang!
semoga ini adalah benarbenar keputusanmu atas jalan hidup yang akan kau tempuh. aku tahu, dibalik kebahagiaanmu ini, ada setitik kesedihan menempel. kulihat matamu berkata jujur. jangan sedih, sayang! penjara yang akan kau masuki tak seburuk penjara untuk para penjahat itu.

peluk cium dari sahabat kecilmu
sembilan tahun... sungguh bukan waktu yang singkat untuk sekedar menghempaskan penatnya dendam, yang barangkali telah mengurat semenjak aku memakai singlet penutup dada yang masih rata. entahlah kenapa kepadamu semua rasa selalu mengalir sedashyat air di ujung sungai sebelum jatuh berderai-derai. kucoba membentuk jawabannya, barangkali terlalu sering orang-orang berkata betapa aku memiliki garis wajahmu, atau mungkin juga aku terlanjur hafal akan kalimat-kalimat yang bunyinya berputar-putar antara lain aku sebrengsek bapakku.. [bisakah itu kusebut sebagai hujatan?]

sembilan tahun... berapa banyak judul film yang tamat kita tonton, seandainya kau masih ada di sini?
[lantas semua mendadak berubah merah kusam membara ketika aku terpekur pada satu pemikiran bahwa.. semua kalimat toh hanya akan berawal dengan kata barangkali, tersisipi seandainya antara imbuhan dan tanda baca. perlukah airmata yang tak lagi luruh kembali ditulis sebagai latar emosi?]

sekarang, hanya ada plakat nama merah, dalam ruangan penuh asap mewangi seperti bius yang membuatku melayang dalam alam ilusi masa lalu - plakat nama merah dengan aksara emas, kembali lagi. seperti beginilah kita sekarang, kukira, bertatap-tatap sembari berkata-kata hingga terendam segenap kenangan akanmu dalam campur aduk comberan dan pelangi, lantas membuncah dan pecah menjadi darah yang menimbuni dirku, menyatu seperti dua terwarisi menjadi satu.

maka ini bungkukku yang dalam
dan sujud tak berpura-pura lagi, kepadamu.
maap,
aku tak pernah berhasil menjadi sahabatmu..
[dan biarlah ia tetap menjadi palung penyesalan tak berkesudahan..]

setelah sembilan tahun..
kepergianmu.


to dad, in my memory

10 Januari 2003

sebuah perahu sendiri
kehilangan kayuh kini
ikut arus laut sunyi
angin dan ombak pun tiada bunyi

mulut mulut kesunyian menganga
siap melahap semua ada menjadi tanya
engkau seketika terjaga
menyimpan sisa berjuta kala
:Untuk kekasihku,

lalu kubiarkan cinta sejenak mengacak ngacak relung batin,
menggeram geram manja layaknya si meong meminta perhatian ..
sembari menyiapkan diri untuk menghadapi badai yang mungkin menusuk sumsum
dan biar waktu, sekali lagi menjadi dewa dewa atas nasib manusia
yang mungkin melekatkan kita pada takdir,
atau memisahkan kita bagaikan nista

harapku, semoga tak akan sia sia
:For a woman called joyce

Terima kasih, untuk kekasih yang kau relakan untukku,
Untuk kebahagiaan yang kau berikan padaku agar dapat kucicipi
Percayalah, aku menyayanginya lebih daripada kau menyayanginya

*i owe you this happiness forever, sis*

08 Januari 2003

Kelak Tiada Masa
:untuk kata yang belum terucap

Kekal tiada ujung,
mungkinkah waktu tiada berawal?
Seklumit nafas iris juta ingin,
siapakah pengidam bayi takdir?
Jerit tersibak detik-detik,
tapi senyum ada di keping lain
Ini hari bermuka dua
jangan dendam pada terik
usah duka pada hening
Kelak tiada masa
ku harus berucap
atau,
akan terpanggang hari-hari
....lagi
Cinta Lalu Bernama Nisan

Ini kali bukan saatnya berdusta,
ketika debu masih menemani langkah
Jalan ini tak berpulang
Pantang hati menatap lalu
Amis lama biarlah busuk
Toh itu santapan belatung-belatung jinak
Jiwa-jiwa mereka kekal menjadi nisan,
petunjuk bagi para peziarah,
bantal mereka di saat lelah

Kakiku kaki yang tua
Jejak meracu susuri onak duri
Sudah saatnya kita kembali bersekutu
ya, Rajaku
Terbentang permadani merah
: menuju peraduan engkau....
permaisuriku
pantat-pantat beraroma maut
bukan kentut
mata-mata lapar tipi
bukan pelangi
kaki-kaki apek plastik
bukan tanah debu terik
tangan-tangan mengais uang
bukan mandau talawang

atas berjas dasi rapi kemajuan
bawah malah lupa tutup kemaluan
aku dayak
terasing ku pada tanah perpijak
terpatung tugu-tugu mati pembangunan
terpahat rebahan sedih kayu gelondongan

vini vidi vici
aku benci
segala parut bentuk arogansi
tuhan perut diri sendiri

kami dayak
kami berotak
tidak cuma menolak
kami berontak

bantalkan coklat sungai pada kepala
gulingkan pohon mati pada tangan kaki
mimpikan suatu hari
tidak terjepit di tanah sendiri

aku kecewa, entah dengan apa ..
seharusnya dari dulu aku tau, bukan kamu untukku
aku resah, tanganku mencari cari pena untuk sekedar menggambar gelisah
mencuri curi mewarnai senja yang temaram, memilah kuas-kuas muram
lalu tangan menjadi kaku, bibir terhempas beku
ini cinta, yang tertelan pekat tak terbaca

06 Januari 2003

Cleaning Out My Closet
by Eminem

[Intro]
Where's my snare?
I have no snare in my headphones - there you go
Yeah.. yo, yo

[Eminem]
Have you ever been hated or discriminated against?
I have; I've been protested and demonstrated against
Picket signs for my wicked rhymes, look at the times
Sick as the mind of the motherfuckin kid that's behind
all this commotion emotions run deep as ocean's explodin
Tempers flarin from parents just blow 'em off and keep goin
Not takin nothin from no one give 'em hell long as I'm breathin
Keep kickin ass in the mornin and takin names in the evenin
Leave 'em with a taste as sour as vinegar in they mouth
See they can trigger me, but they'll never figure me out
Look at me now; I bet ya probably sick of me now ain't you momma?
I'ma make you look so ridiculous now

[Chorus: Eminem]
I'm sorry momma!
I never meant to hurt you!
I never meant to make you cry; but tonight
I'm cleanin out my closet (one more time)
I said I'm sorry momma!
I never meant to hurt you!
I never meant to make you cry; but tonight
I'm cleanin out my closet

[Eminem]
Ha! I got some skeletons in my closet
and I don't know if no one knows it
So before they thrown me inside my coffin and close it
I'ma expose it; I'll take you back to '73
before I ever had a multi-platinum sellin CD
I was a baby, maybe I was just a couple of months
My faggot father must have had his panties up in a bunch
cause he split, I wonder if he even kissed me goodbye
No I don't on second thought I just fuckin wished he would die
I look at Hailie, and I couldn't picture leavin her side
Even if I hated Kim, I grit my teeth and I'd try
to make it work with her at least for Hailie's sake

I maybe made some mistakes
but I'm only human, but I'm man enough to face them today
What I did was stupid, no doubt it was dumb
But the smartest shit I did was take the bullets outta that gun
Cuz I'da killed him; shit I woulda shot Kim and them both
It's my life, I'd like to welcome y'all to "The Eminem Show"

[Chorus]

[Eminem]
Now I would never diss my own momma just to get recognition
Take a second to listen for who you think this record is dissin
But put yourself in my position; just try to envision
witnessin your momma poppin prescription pills in the kitchen
Bitchin that someone's always goin throuh her purse and shit's missin
Goin through public housin systems, victim of Munchausen's Syndrome
My whole life I was made to believe I was sick when I wasn't
'til I grew up, now I blew up, it makes you sick to ya stomach
doesn't it? Wasn't it the reason you made that CD for me Ma?
So you could try to justify the way you treated me Ma?
But guess what? You're gettin older now and it's cold when your lonely
And Nathan's growin up so quick he's gonna know that your phony
And Hailie's gettin so big now; you should see her, she's beautiful
But you'll never see her - she won't even be at your funeral!
See what hurts me the most is you won't admit you was wrong
Bitch do your song - keep tellin yourself that you was a mom!
But how dare you try to take what you didn't help me to get
You selfish bitch; I hope you fuckin burn in hell for this shit
Remember when Ronnie died and you said you wished it was me?
Well guess what, I +AM+ dead - dead to you as can be!

[Chorus] - repeat 2X

04 Januari 2003

barangkali kita memang sejodoh
karena bau vaginamu
persis dengan bau ketiakku
sebuah pertemuan hampir membersihkan seluruh isi pikiran tak ada kesadaran kita dirinya ada di posisi mana kenangan masa silam ramai-ramai berdatangan mengaduk-aduk dimana titik-titik itu dia tak tahu pertemuan yang selalu melahirkan kegelisahan dari segala cinta yang tak pernah sampai kecemburuan-kecemburuan yang tiba-tiba menggila menari seperti bara didepan mata tertahan lalu menamparnya sampai pingsan terdesak sesak melankoli berkepanjangan ah sudah semua sudah apa kabar hai cinta pertama mengapa dia sempat memakinya tapi sebuah pertemuan melahirkan malu cinta yang sejati telah mengingkatkan tak boleh membawa segala dengki dengan segala alasan ia mencintainya dulu dan pertemuan itu mengingatkan kenangan-kenangan biru dimana kekasihnya dimana kesejatiannya semua tak hanya tenggelam bahkan tak tersisa tapi waktu yang melepaskan semuanya tenggelam tak lagi keresahan keresahan menampar semua tenggelam dalam wajah wajah dingin terbawa angin bahkan semuanya tak mungkin biarkan saja kekuatan kekuatan yang saling sembunyi dibawanya sampai mati karena seperti magnet yang memiliki energi berlawanan kekasihnya telah menunggunya pulang ia mencintainya ia memilikinya lantas terlukis dalam pelukan pelukan setiap malam tanpa gerakan hanya getaran kehangatan menghubungkan mereka dalam mimpi tertidur dan pelukan tak pernah terlepaskan *tiba2 menulis tentang cinta*

03 Januari 2003

bukan rahasia kalau pagi ini aku kembali mereka reka wajahmu di dalam anganku
sembari merekatkan mimpi mimpi yang pernah patah
kuingat saat itu raut wajahmu bahkan belum kukenali
kuingat saat itu senyum senyum palsu menghambur di sekeliling
dekap dekap dimana?

bukan rahasia kalau pagi ini aku kembali mengingat ngingat sebentuk kasih yang kau tawarkan
sembari mencoba menerka nerka seberapa jauh itu akan membuatku menangis, kembali?
kuingat pernah ada malam malam dingin dengan badai
saat guruh guntur kilat sahut bersahutan menggerogoti telinga
peluk peluk dimana?

juga bukan rahasia kalau pagi ini aku masih saja tertegun dalam bimbang
sembari coba menelan kata kata yang tercekat di tenggorokanku
ribuan rasa yang belum lagi bisa tersaput kembang gula
belum, belum saatnya sekarang sayang
masih, masih perih sayang

adakah setia?


02 Januari 2003

"Happy New Year All"
Semoga kita lebih dicukupkan lagi taun ini, lebih didewasakan, dan bisa menjadi lebih baik setiap harinya.

Secara pribadi, nie mo ngucapin terima kasih untuk kesempatan yang diberikan kepada sehingga nie bisa bergabung di komunitas ini. Makasih banyak all .. untuk ga pernah menertawakan sedikit pengekspresian diri yang mungkin ga berarti banyak untuk kalian,
untuk menjadi sahabat sahabat yang nie tau akan selalu nie temui kapanpun nie mau..
Taun 2002 not a very good year for me, dan aku ga henti2nya bersyukur atas teman-teman yang dianugrahkan pada nie .. pribadi demi pribadi yang pada akhirnya menyempurnakan kehidupan nie. Thanks for teaching me to love, to forgive, to forget, and to know what is the meaning of friendship.

Makasih juga untuk some people di komunitas ini, yang udah bener2 mengerti aku, yet still love me as i am .. thanks sar, thanks mel, thanks ting, thanks bang gb, thanks har, and thanks ci ling. Suatu kehormatan, untuk mengenal kalian :)

"without you guyz .. i know i can never survive"