26 Juni 2004

Suaramu Dalam Sepi

gemericiknya desah nafasmu sayup kudengar mengetuk bilik pertapaanku menjelang fajar, mengguncangkan mimpiku untuk sebuah persinggahan buram suram membuatku kembali menyanyi lagu-lagu kematian menari gemulai pergolakan gelora dan pengejaran waktu. selalu kudamba tangisan rembulan menetesi amukan ombak, namun akupun takut padang asin laut merenggut hatiku, anganku tenggelam dalam ragamnya mahluk-mahluk tanpa hati. Tidak! biarkan aku sendiri memanjakan keluguan pelangi yang selalu menemaniku setelah gerimis usai.

SeribuMenara, 250604

24 Juni 2004

seringkali yang realiti itu dianggap dusta pada orang yang memandang,
seringkali juga bila aku tidak ingin memperlihatkan kebenaran banyak yang percaya bahawa itu benar
seringkali aku jadi orang yang terhimpit ditengah tengah
seringkali juga aku memainkan perasaan mereka mereka yang tidak seharusnya aku sentuh
tapi dalam segala gala permainan sentuhan perasaan yang aku lakukan ini,
aku menyesal kerana terpaksa melukakan seseorang yang sangat baik
aku tidak pernah menjangkakan aku akan suka dia.
tapi ternyata aku suka dan sayang akan dia.
tidak bisa aku bilang cinta kerana cinta ku tetap pada EN.
tapi, aku sayang dia.
sangat sayang akan dirinya.
dan bintang malam ku,
setelah aku lepaskan dia pergi,
dia cuma sekadar teman
dan tetap akan menjadi teman, bukan kah itu pilihannya?
sebelum aku memutuskan untuk setia pada eric
dan mulai sayang pada yang lain ...
hati ini sebenarnya ada berapa?
aku dan kegilaan ku bercinta dan berkasih sayang ...
:)
kalau aku menyakiti hati orang orang disekelilingku
maafkan aku
mungkin kadang aku terlalu mementingkan diri ku sendiri
maafkan aku
kadang aku sendiri tidak sedar akibat dari setiap perbuatanku
setiap ucapan kata ku
setiap maksud hati ku
maafkan aku
aku tidak ingin bersembunyi disebalik kata 'manusia tidak semuanya sempurna'
itu adalah realiti
aku menjadikan diri ku sebegini
aku membiarkan kesilapan terjadi
maafkan aku
entahlah. aku pun sudah tidak tahu apa lagi yang harus aku katakan.
jalan luas, tapi aku malas berjalan.
lebih baik aku duduk sahaja, diam.
kalau aku sudah bosan duduk,
akan ku fikirkan, untuk aku berjalan semula.
jalan itu panjang, tiada penghujung.
kerana belum tiba waktunya untuk aku temui hujung jalan ku.
biar aku duduk dulu.
aku penat.
:), one of these days, i will tell the whole world that i am crazy. i really am. :P
aku berjalan
melihat kehidupan disekeliling
semua dengan watak dan peribadi
cuba untuk jadi unik tersendiri

aku melangkah
tidak ingin menjadi seperti mereka
tetap menjadi diriku
cuma sekadar memerhati - dan senyum terukir dibibirku

aku berjalan lagi
keindahan ini suatu keindahan palsu
tidak kekal
tap tetap saja aku memerhatiku
mulut ternganga
mata terbuka luas
andainya aku bisa tingga disini

-3 hari di singapore-



20 Juni 2004

sebuah kotak kadus berisi pecahan gelas
yang telah basah oleh tumpahan anggur
bersama darah yang terus mengalir tiada henti
dari pelipis mata yang luka akibat sentilan rokok
yang membakar siluet martabat.

keping-keping harkat yang terus saja berkata
jikalau dia telah kehilangan ransel kehidupannya
dan rase-rase itulah yang telah mencurinya
hingga meninggalkannya terlanjang kedinginan
membeku ditengah salju yang menggigit.

eh coba lihat... dia sedang mengulum bongkahan es
untuk mempertahankan nafasnya yang tersisa
dan sebatang lilin yang masih enggan dinyalakan
tersimpan rapi didalam sakunya yang penuh tambalan,
aduh... sampai kapan dia akan menangis terus?
dia hanya menunggu serangga yang datang
melewati sepasang alisnya yang rontok
untuk dijadikan sarapan bagi lambungnya
yang telah keroncongan memohon rasa iba majikannya...
aku melihat engkau t'lah tersayat bulan sabit,
bayangan rohmu pun memupus
diujung penantianku
yang akan membunuhmu perlahan-lahan,
dan ingatlah s'lalu!
gerhana ini takkan pernah bisa berakhir
sebelum kematianmu...

maka menjelmalah engkau menjadi titik-titik jelaga
dan engkau pun akan terbang saat kuhembus.
pergilah... pergilah sejauh mungkin dari jiwa ini
yang t'lah kotor dan penuh dengan bekas noda
oleh kedatanganmu yang s'lalu saja
membawa malapetaka bagi tubuh ini...

"lenyaplah dikau s'lama-lamanya!"

03 Juni 2004

kembali barat terbakar merah
menjalar sepanjang jalan menuju rumah kita
tapi seperti biasa
tidak ada yang melihat
tidak ada waktu
ketergesaan jaman

Ingin aku meminjam Tuhan
sedikit saja
hingga aku dapat menculikmu ke sisiku saat ini
hingga kita dapat mentertawakan kembali mereka
dan memuja senja dengan diam
dengan tangan yang bersimpulan
dengan badan yang berdekatan
dengan bibir satu

Aku ingin meminjam guntur
sedikit saja
hingga aku dapat membisikan padamu
senja merah kini kesepian ....



01 Juni 2004

engkau menyebabkan belibis melinglung,
sayap-sayap imaji yang mengopong
ditiap rusuk punggung yang t'lah tertetak
seperti kertas putih
yang kotor oleh kentalnya noda dahakmu.

engkau memberiku sepotong sapu tangan merah
s'bagai undangan tuk menghadiri pesta kematianmu,
aku melihat pecahan pelir-pelirmu
yang menggasang ditiap-tiap isi galon minyak
s'bagai pertanda asamu yang t'lah jatuh lindap
meluruh-riuh diatas kolam-kolam masa lalu kita,
maka aku pun tak sudi menampung kotoranmu
kar'na itu hanya akan merusak periuk bersihku...

kau tahu sesuatu?
engkau tak pantas bersimpuh didepan jemari kakiku,
kar'na engkau kini terlalu menjijikkan dihadapanku!!!
seperti retaknya satu tiang pancang
diantara ratusan pilar yang kerontang,
matanya masih saja menoleh kebelakang,
kebawah lembah yang terbengkalai.

mengapa?
sepasang kaki masih berlari tunggang-langgang
dengan sorot linglung yang membias
diantara semak-semak malam,
mungkin dia menyimpan hasrat bulan
dibalik fantasi kepompong mandul.

mengapa pula?
jemari tangan masih berusaha untuk merengut
sebutir komet yang tengah melewati kepalanya.
padahal dia pun telah tahu
jikalau bibirnya yang bilur takkan pernah mampu lagi
menyembunyikan biduk diujung pucuk pandan
dan kejora yang pupus dari tanggalan dahi.

mengapa?
dimana mimpi yang telah menjadi picis?
karena malam mencarinya didalam tangis,
airmata pun kian terkikis
diantara rerimbunan tuanya pakis
yang telah lenyap dengan sinis
dan tetes demi tetes darah yang tertiris
membeku disetiap alis.

dimana butiran embun yang manis?
kemana pula jejak langkah sajakis?
sebab didinding tak ada sepatah kata yang tertulis
semenjak hilangnya seekor belibis
yang membawa pergi seorang gadis,
dan kini tak ada lagi harapan yang mampu tertepis
disela-sela kantung pelipis
yang perlahan-lahan mulai menipis,
lantas mengapa langit masih terus pipis?
karena kita semua sudah terlalu bengis!