30 Maret 2003

............
Dan kau datang kembali pagi itu....
mengetuk halus jendela kamarku
suaramu syahdu...
bak melodi yang mengalun indah

kusingkap tirai pembatas pandang mata
kuingin terus menatapmu.....
merasakanmu........
dan kulihat kau tersenyum,
indah...........

lalu saat kau pergi.........
meninggalkan sisa sisa tetes embunmu di jendela kamarku.......
menyisakan kehampaan dalam ruang gerakku........
dan mentari pagi mengintip malu malu
dibalik awan awan yang juga merupakan kekasihmu........

ahhh............
akan selalu kurindukan kehadiranmu.......
suara penyejuk jiwa........
hanya ketika pagi menjelang sayang.......
kukan selalu merindukanmu........


TrembukuSmile Februari 03

29 Maret 2003

seperti jazz semakin mengirimkan gelombang blues di udara. tak ada gitar memecahkan embun di ujung senyum, sungguh. rinai gerimis urung luruh. pada dipan berkain hitam, kita lihat nyala lilin mengalahkan kelam. hati miris. dan aku mengigil pada indahnya.

demikianlah di sini kau bersajak tentang perjalanan, lurus dan panjang. nocturno malam serupa temaram lampu jatuh di bale-bale depan kamarmu. adalah nyawa di tanganmu yang menggeratak. adalah kosmik di setiap ucapanmu. adalah, adalah, sejuta adalah.. sebab kupasrahkan rohku mengembara di kotamu.

dan pulanglah. walau pentas belum usai..
tak pernah.
senja ujung maret

karena kini cuma jingga
yang menyalang menyaru
di ruang antara dua keping mata uang
sebagai harga jiwa dan segumpal welas asih

apa kabar, neraka?

28 Maret 2003

..................

Diriku masih tertanam di jalan tak bertuan, di bawah lintasan mentari yang menatap heran. Saat pagi membisikkan fajar bersama embun-embun memahkotai hidup bermula, udara dingin hantar kabar akan datangnya dirimu lalui sepi jalan ini. Setidaknya aku masih bisa menatapmu, sebelum engkau pergi ke sebuah perigi di tepi hutan melepas bau malam. Ohhh….. ku ingin tatap keluguan wajah pagi di air mukamu, pesona yang terlukis memerah di langit sejak tadi.

Tapi diriku masih tertanam di jalanan tak berujung bersama ilalang bergoyang sendu. Bukan oleh tangis rinduku, tapi teriknya mentari kian tawai ketololanku. Menghujam akal lahirkan bayang-bayang kelam yang menyembah. Waktu pupuki harap, walau diri kian kerontang pada cemas yang menjalar kian liar. Seonggok hati dustai akal, mungkin di siang hari, sang puan akan lalui jalan ini. Jinjing sebakul penganan untuk ayah di huma nanti. Ketika pagi ingkari janji, siang mungkin kabulkan ingin. Aromanya tegas menantang ragu. Semoga wajah di mimpi hadir di saat-saat ini.

Kian diriku tertanam di jalan ini, hari berduka pada gundah yang telah pecah meleleh kotori akal sehat. Muak pada ketololanku, mentari bunuh diri. Menenggelamkan diri di samudera tanda tanya. Untuk waktu yang berjalan bersama ajal, penantian bagaikan bintang yang berkerlip satu-satu. Kian lama kian samar menghilang di kegelapan. Pekatnya ragu terburai menjadi serpihan-serpihan tak terejakan. Tapi ku masih menantinya, berharap engkau lalui jalan ini setelah lelah bekerja di huma di kaki bukit sana. Nyala obor akan tuntun hatimu padaku. Atau kunang-kunang akan tunjukan jalan berpulang laluiku. Lalui seonggok daging yang kian menua ditemani belatung-belatung jinak yang masih menyisakan sekerat hati, mereka enggan menyantapnya. Oleh racun cinta yang tertanam di dalamnya.

Tubuhku tertanam di jalan tak berujung. Akan tetap menjadi kubur tandai jasadku bermukim. Akankah engkau tahu itu? Ketika hari telah kulahap habis akan penantian, di sini pula kubenamkan diri saat cinta bodohi aku. Mungkin ku tak bercermin pada danau peristiwa. Di harimu banyak jiwa sepertiku, yang juga berharap padamu. Ku hanya tubuh kerdil di antara jaman yang kian menggilas. Seperti janji ku dulu, ku nanti kau di sini walau tubuh berkalang tanah. Timbunan cinta akan kebodohan.

16/03/2003
entah kenapa aku begitu menikmati kehadiranmu.......
desahan suaramu...........
sama seperti aku menikmati luka lukaku.........



27 Maret 2003

Belalang merajuk kepada hujan akan hari yang panas.
Dan seekor lagi merunduk tersipu karena tergoda yang cantik di depan sana.
Sedangkan kupu-kupu kecil terbang tak tentu arah karena seekor lebah mengganggunya terus.

Harinya berganti, waktunya bergeser.
Bang zaM, lihat kalender, selamat menjadi lebih tua dan berbuih kata.

[Dan ma'af telat *rapaelh*]
berhentilah bergerak sebelum kau beranjak kita telah memulainya dari kekosongan ruang-ruang tanpa ujung lurus dan bercabang dimana-mana asap dan sedikit cahaya permisi ada yang sedang lewat kau tak bisa melihatnya ia berbaju kelabu terus menatapmu rambutnya sebahu ia tersenyum sepertinya ia sudah lama mengenalmu maka kau tak perlu lari atau sembunyi meski segala yang datang lampu-lampu padam dan nyala ia terus mengingatmu kapan pun itu merindukan suara kehangatan jiwa dan tubuhmu berapa lama kau tak bersetubuh namun bukan hanya sekedar persetubuhan sebab persetubuhan hanyalah persetubuhan tak lebih dari itu tanpa cinta dan kasih sayang tetapi apakah cinta apakah sayang semuanya begitu menjemuhkan dan sungguh membosankan jika hanya dikatakan dan hanya diperdengarkan tetapi cinta adalah sebuah tindakan adalah sebuah tingkah laku hampir semua yang berkata-kata itu mungkin tak pernah merasakan hei siapakah kamu perempuan-perempuan yang terdiam di persimpangan ada suara air yang menderas dari kegelapan-kegelapan hidup kesejatian diri kesejatian diri kesejatian diri kesejatian segala kesejatian hidup sejati mati sejati tindak sejati sikap sejati sejati hening diam dan BERGERAK
I'm just a sinking ship in your memory...
slowly setting to the depth of your mind...
slowly...but sure...
to the land of the forgotten...
never again to rise...
or re-emerge...
with the blue sky as a fading dream...
a fleeting image which come and gone as the wind blows...
with me passing the gate of those who never returned...
doomed to walk alone in the netherworld...
why...?
why have you forsaken me...?
fi...

26 Maret 2003

lelah !

25 Maret 2003

yang kurindukan bukan sekedar rinai yang jatuh layaknya tangis bumi
bukan pula sekadar angin sore sore yang membuai kantuk, yang melambai-lambaikan pinus di tepi pantai

[jujur, ngilu hatiku memimpikan badai yang meluluh lantakkan sendi, meledakan nadi dan berdentam di telinga .. kelu jiwaku mengangankan topan yang menerpa karang, mengaduk ngaduk samudera dan melontarkan kapal kapal untuk mengaram]

ya .. yang kurindukan bukan hanya sececap manis,
tapi juga segetir pilu
yang di dalamnya masih bisa kugambar jelas binar matamu .. terangkai puisi dari desahmu, dan kupetik irama dari katamu ..

aku rindu ..
setiap luka yang kau cabikkan di tubuhku
yang mengental bersama darahku
meledakkan sel sel otakku

..... bersama bayangmu, yang entah kapan bisa pergi ...

24 Maret 2003

Setengah Telanjang

di waktu hari bergaun hitam ketika bulan samar di cahayanya yang tinggal lima watt, aku setengah telanjang. antara kerinduan dan keraguan. seperti ucap berbekas dari mulutmu, "free to love and love to free." kelak udara kian malam kian berpusar tanpa arah, lelah termangu di titik menuju kutub-kutub yang menganga.

kesadaran datang terlambat, saat kusir tertidur lelah dilarikan kuda-kuda nan binal. kuakui pikiranmu sungguh merdeka, bagai coretan-coretan dinding sejuta huruf. terus menerus aku memenjarakan ingin dan kini tumbuh bisul-bisul hitam di dada. benih-benih yang terus meracuni, mungkin kelak akan pecah satu persatu sebagai perih-perih. atau mungkin berdentang bagai bunyi detik-detik sebelum tahun kemenangan datang. ini kekal tersamar sebagai apa?

tempatku meragu kini hanyalah dinding empat sisi. tempatku merindu hanyalah dering yang kunanti. kunikmati tanya di atas tipisnya kesadaran diri. selimut sejarah membalut tubuh setengah telanjang antara kerinduan dan keraguan. kapan kau kan berkata "bila kau tak merindu usah ganggu malamku." ohh betinaku..... usah malu, aku menanti suaramu untuk dering pertamamu. setelah jariku lelah sekian lama menyentuh milikmu. aku menantikan tawamu yang nakal.

tigakaliempat,24maret2003
.....
resah.........
gelisah.........
gundah.........
gulana.........

haaaaaaaahhhhhhhh!
pergi saja kau gelisah
enyah saja kau......
pergilah kemana kau suka
dan jangan kembali dulu untuk sementara
untuk saat ini saja
tapi kalo bisa
untuk selamanya..............


pergi saja ya.........


Trima kasih........ :)

Tiba tiba aku menyadari,
bahwa hidup tidak se-complicated yang aku bayangkan,
tapi tidak juga se-simple yang aku fikirkan,
lalu seperti apa ya.......?


Kost Maret 03
Luka..............
Sakit.............
Perih.............
Airmata.........

Kekecewaan......
Kegelisahan........
Airmata lagi........

Senyuman.........
Tawa................
Lalu................
Kebahagiaan.........


Kost Maret 03
seseorang menanam di sela sela kantormu
ia begitu tekun di timpa sinar sinar yang terkadang menyengat gatal
sesuatu menjadi sangat teratur di garis hidup yang teratur
baris baris kacang yang teratur
jika ia berkeras ditanah ini sebelum menghasilkan istirahat siang yang nikmat
mungkin akan lebih berarti dari pada ia diam mengobral nasib
mendengar suara suara yang kerap menghardik dari lantai dua dengan kertas dan tisu
juga bangunan yang baru di tumbuhkan dengan pekerja yang terburu menginjak injak benih
tidak memaksa menyalakan api rokoknya
masih banyak rumputan yang harus dicabut
masih banyak hal hal yang perlu ia kerjakan
menatap tumbuhnya kacang dan masih setia untuk mengakrabi
di sepetak yang tersisa dari ulat belalang tikus seperti pada seorang cucunya
kelak ia akan mendapat yang lebih bukan pada dirinya sendiri
seseorang dengan tatap mata burung menatap iri ingin bertanya tentang semacam etos kerja
bagaimanakah menumbuhkannya

baik baik kau terus tanam kacang sajalah
membicarakan harga pupuk cara mengolah tanah serbuan tikus juga kangenmu pada branjangan
biar ia disini bercakap dengan dingin ruangan dengan kertas kertas yang mengkerdilkan harga dirinya

maret 2003
akan antang no tien :

kuculik satu tetes hujan gerimis
pada suatu malam iris-iris
yang tak menggubris
guman-guman miris

angin menggongong
kabarkan hilangnya pada entah
aku menggonggong
kabarkan hilangnya tiada salah

perlahan kami menyelinap
pada rekaman bumi terdalam
tempat raja adalah senyap
tempat permaisuri adalah temaram

Tes ...
aku butuh suara dua
nada-nada ini tak dapat sendiri
lirih saja
cukup untuk hati ...

j a n g a n . . .
l e t i h . . .
m e n c i t a i k u.




23 Maret 2003

Lupa yang Binal

“Kau masih ingat hal yang terindah di bulan ini?”
“Terindah seperti apa?”
“Hmm….. saat ada yang menyatakan cintanya padamu.”
“Wah, kalau itu ada banyak sejarah. Tujuh pejantan mengucap cintanya.”
“Tujuh? Sepertinya aku baru belajar berhitung….. Kau ingat, di bulan seperti saat ini, aku ada nyatakan cintaku padamu?”
“Kamu? Yang benar?….. aku lupa. Hihihi…… sory ya sayangku. Aku lupa. Suer!”
“Sialan! Padahal saat itu aku hampir mati mengatakannya.”
“Kok sampai niat mati? Takut ku tolak ya. Dasar penakut!”
“Saat-saat seperti itu, wanita punya kuasa. Menerima atau menolak pria menjadi kekasihnya.”
“Bersoraklah hai putri Sion. Kau tercipta menjadi kaum-kaum tuhan. Ya, tuhan berkelamin betina. Menciptakan mahluk bernama kekasih.”
“Saat itu, aku menyatakannya di telepon, ingat?”
“Hmmm….. kapan ya? Aku lupa nih….. sekali lagi sory ya say.”
“Bodat! Malam itu tanggal 13, ya sama bulannya seperti saat ini.”
“Lagian nembak di telepon. Mau yang praktis aja. Kamu nggak jantan. Mungkin itu sebabnya aku lupa.”
“Dan kau tahu jawaban yang ku terima dari mu?”
“Sudah aku bilang, tanggalnya saja aku lupa. Apa lagi isi rayuanmu.”
“Aku bilang aku sayang kamu. Dan aku tanya maukah kau jadi pacarku?”
“Terus aku jawab apa?”
”Kamu tidak jawab apa-apa. Karena aku pun saat itu punya ultimatum. Andai kau menolakku, tak usah jawab bahwa kau menolakkku. Aku tak mau mendengar kata penolakkan. Biar entah kapan itu, ku ingin mendengar hanya kata iya.”
“Terus, kapan aku jawab iya?”
“Kau juga lupa?”

Belum sempat wanita itu menjawab, ponselnya berdering. Ia bangkit dari pelukan lelaki yang telah menelanjanginya. Duduk di tepian tempat tidur yang mengeluarkan suara reotnya. Dadanya yang bulat berdegup kencang, di layar ia melihat nama seseorang, penelepon. Kemudian suaranya yang berat.

“Halo sayang….”
“Ya sayang. Ada apa?”
“Kamu malam ini tidak pulang?”
“Wah, sepertinya tidak Pa. Aku ada di Bandung, ada urusan dinas. Besok aku pulang. Papa sudah makan kan?”
“Sudah. Oke deh. Hati-hati ya. Papa sayang mama. Have a nice dream.”

Klik……..

Tubuh polos lelaki itu kian memerah. Cemburu. Birahi. Dipeluknya tubuh wanita itu. Di dada, di bawah pinggang. Mereka pasrah pada malam yang membawa aroma terkutuk. Sudah dikutuk sejak berabad-abad jantan dan betina saling memikat. Di ranjang reot yang bernyanyi sumbang, lahirlah nada-nada patah. Nafas-nafas yang saling memburu mengejar titik merah yang berpendar tanpa malu-malu. Karena kemaluan mereka tak lagi lugu dan malu-malu, telah saling menyapa. Dan di sekian waktu yang telah terbakar, wanita itu membisikan sesuatu.

“Aku ingat semua. Tanggal 13 di bulan seperti ini kau nyatakan cintamu. Dan tanggal 31 di bulan seperti ini, aku akhirnya nyatakan iya,” kata wanita itu sambil menelan ludah. Ada nada kepuasan.
“Kau nyatakan iya, setelah aku mengalahkan mu di malam itu. Ya, kepuasan atas ingatan di ranjang ini juga.”

jakarta,10maret2003
Untuk Betinaku

Betinaku,
ku jatuh dalam cengkramanmu
Cakar yang ganas tertancap dalam
di jiwaku, di cintaku, jangan lepaskan lagi
Ukir saja namamu di kulitku
dan darahnya minuman malammu

Betinaku,
ku jatuh dalam cengkramanmu
Ku tak berontak, mata tak berpaling
pesonamu bagai fajar milik sang pagi
Cumbu erat bibirku, isap habis galauku
agar tak ada lagi ragu di hatiku
dan lukaku hanya untukmu

Betinaku,
ku jatuh dalam cengkramanmu
Di tepi liang kubur yang kugali sendiri
Kita tuntaskan permainan ini
sebelum kau koyak dadaku
dan tubuh tertidur pulas di peraduan ajalku
Bersama dirimu yang berlalu
Menggenggam seonggok hatiku

jakarta,16maret2003
Ingat Kota

Engkau saat ini ada di kotaku
mungkin sedang kau nikmati malam yang nyinyir
sok dewasa menjadi kembar kerlip metropolitan
Aku tak sempat menitip pesan
Bukan pada ibu dan ayah di depan jendela
karena di dinding hanya ada tiga pigura. Yang dua
telah lama diturunkan. Aku. Dan adik yang hilang
di antara mimpi-mimpi revolusi kaum miskin

Aku hanya ingin kau lihat :
di etalase itu, masih adakah gaun pengantin wanita?
Mungkin sudah usang, terlipat di sudut lemarinya
setelah ada noda merah di sudut kiri
dan bercak putih itu bukan muntahku

Aku hanya ingin kau lihat :
di sudut perkuburan itu ada sepetak tanah, pasti masih rata
tapi nisannya bertuliskan aku. Galilah.
Akan kau temukan gambarku

Engkau saat ini ada di kotaku
yang dulu ramah kini membakar janji
yang memperanakkanku tak menanti kabar
seperti kota lupa diri

jakarta,11maret2003
Anjing, Kucing dan Berahi Betinaku

Aku bingung menamakan apa semua ini, ketika rumahku tak hanya berpenghuni manusia. Yang bernama anjing dan kucing punya andil makan, berak dan kencing. Yang bernama gonggong dan meong dengan beraninya ganggu mimpiku dan malah usik senggama malamku. Kakiku tak mampu beranjak memijak lantai, iblis betinaku akan menerkam kian rakus. “Sudahlah, mereka itu kan hanya anjing dan kucing. Kita selesaikan saja permainan kita.”

Sejak aku ijinkan pintu rumah dimasuki oleh kucing milik istriku dan anjing milik putraku, yang bernama tikus tak berani muncul. Pencolengan di waktu sunyi tiada lagi. Mahluk kotor yang bersembunyi di celah-celah tatanan kemapanan ruang rumah nan nyaman, menjadi ciut oleh hakim-hakim alam. Rantai makanan menjadi abadi. Peristiwa makan-memakan bukan barbar.

Tapi kini, anjing dan kucing bukan lagi binatang manis. Istri dan putraku terlalu menyayangi masing-masing peliharaannya. Jadilah mereka kaum-kaum berkuasa. Kaum-kaum pecemburu. Terkam menerkam jadi agung dan kian biasa. Aahhhh…. Rumahku jadi sarang-sarang perusuh dan mereka berdiri gagah bertameng istri dan putraku. Bertameng atas nama dan milik siapa. Bersandar pada logika-logika entah menuju ke laut mana. Berputar di sisi kebenaran masing-masing. Aku kian pening oleh arusnya.

Dan malam ini, saat istriku kian birahi di malam saat bulan tersenyum bugil, anjing dan kucing bertarung di arena penciptaan diri. Ohhh….. ributnya engkau binatang jalang. Serta merta aku bangkit, di saat tubuh telanjangku ditutup oleh gelapnya kamar. Tapi tangan betinaku menarik kembali tubuhku ke pelukannya. “Mereka hanya binatang. Biarkan mereka berdebat di alamnya, bermimpi di kuasanya.”

Aku tergeletak pasrah, saat mataku membentur sekelebat bayangan di balik tubuh putih istriku yang duduk di atas selangkanganku. Di dinding ada iringan tikus-tikus pencoleng yang bebas berlari ke sana ke mari menjarah negeri kecilku. Tingkah lakunya tak asing, biadabnya tak ragu di tiap waktu.
Ke mana engkau eksekutorku?

jakarta,10maret2003
bahwa sesungguhnya aku masih saja mencari wujud dari cinta,
seindah pelangikah dia?
atau cuma seperti butiran embun embun pagi yang menetes di antara rerumputan pakis

apakah dia semanis bibir seorang wanita yang elok mengenakan pemulas,
atau bahkan getir seperti tangis seorang gadis yang ditinggal kekasihnya ...

apakah dia berwujud seperti senyum seorang ibu yang baru saja melahirkan buah hatinya,
atau malah seperti tangis yang meme kikkan telinga seorang bayi yang seakan menyesal terlahir dari rahim mereka

yah,
aku masih saja mencari wujud dari cinta ..
mencoba untuk tau apakah dia bewarna merah darah lambang gairah,
putih pucat tanda berkabung,
atau kuning dihiasi oranye layaknya musim semi
masih saja mencari sebentuk arti
yang menggumpal diantara bentangan bentangan mimpi
meliuk liuk resah
melipat lipat gelisah
hitam pekat yang tetap tertartih tatih
perih ...


entah kapan berdamai dengan masa lalu ...
Dalam sejuta kegelisahanku
Dalam damai
Dalam kepal

Aku...
Didalam kalbuku.......
terhampar karunia terbesar buatku.......
kamu telah dihadirkan tepat lelakiku.........
tepat dengan caranya............
mengisi ruang dan waktu kehidupanku..........

Yogya 10 agustus 02

22 Maret 2003

hantu-hantu waktu
entah maling entah tamu
duduk rapi di depanmu
juga aku

semalam aku tidak bisa mempercayai ingatanku serta mimpi-mimpiku. laki-laki dengan baju lengan panjang hitam itu muncul begitu saja dan menganggu semua realitas yang ada di mataku.

aku hanya menatap punggung itu sambil setengah tertidur, tetapi setiap aku membuka dan mengatupkan mataku selalu terjadi fragmen-fragmen ingatan yang berbeda. menit pertama punggung itu masih sama, menit kedua punggung itu berbalik, menit ketiga punggung itu masih sama, menit keempat tangannya mengenggam tanganku, jari-jariku bermain di antaranya, menit kelima punggung itu masih sama. menit-menit selanjutnya adalah menit-menit yang terjadi begitu saja namun tetap dengan kilasan menit-menit dimana punggung itu masih sama.

lalu aku terbangun, mempercayai semua itu mimpi namun bukan begitu lagi kataku, aku masih mempertanyakan ingatan-ingatanku yang semalam seolah-olah mempermainku tanpa memberikan kepadaku sebuah aturan main. ia menyiksaku semalam tanpa meninggalkan bukti-bukti nyata, ingatan-ingatan yang mulai membusuk dan mulai lari jauh dariku.

aku mulai lari jauh darimu...

21 Maret 2003

kata-kata begitu campur aduk disini dengan angka-angka betapa mereka tak bosan betapa mereka tak lelah betapa mereka gila a a a a a a a satu dua tiga lima dua lima enam tujuh sembilan delapan satu satu satu a a a je je je de de de ge ge ge ge we we we we ex ex ex em em em em em lima puluh lima lima lima ribu angka kata angka kata angka kata rupa lelah muak luka lima tujuh tujuh enam angka angka kata kata ah ah ah ah ah ah ah ah satu satu satu satu em em em em em em em em er er er luk a lu ka a a a rggh argh tanda tanda tanda tanya
sesungguhnya perang itu tak ada semua hanyalah kerakusan yang membiak kemudian meledak kenyataanya tak ada perlawanan yang mampu melawan satupun siapapun darimanapun mulut raksaksa itu terlalu besar untuk menelan segala isi dunia serakah terlalu serakah dan sesungguhnya perang itu tak ada semua semakin jelas bahwa hanya ada satu kekuatan hanya ada satu raksaksa dan tak ada yang mampu mengalahkannya ...
mereka ingin menghukum kita dengan cambuk juga rajam 100 kali kita akan dibawanya ke pintu gerbang kota di hadapan para pengkhotbah kita akan dirajamnya kita akan dirajamnya ...
hari itu ia ingin berhenti bicara tentang tuhan sebab kata-kata tetaplah kata-kata tak akan menjadi apa-apa hanya sebuah kata-kata lihat mulutnya sampai berbuih bicara tentang tuhan, tentang agama atau norma-norma tapi tak ada yang tau dibalik itu ia pengunjung tetap sebuah pelacuran tiap malam ia menyetubuhi perempuan perempuan bergantian kadang dengan dua sekaligus bahkan lima tapi tak ada yang tau tapi tak ada yang tau dan untuk apa kata-kata tentang tuhan itu lupakanlah saja jangan melukisnya hanya dari kata-kata hanya kata-kata
obituari sunyi
sebuah catatan perjalanan di malam buta
:I O T

"Kenapa, Cintaku, ketika kau-aku bersekutu
yang lahir justru benih-benih seteru"
(Sitok Srengenge, Gurit Rindu Dendam)

siapa sangka pada akhirnya begini. suatu malam, saya
bayangkan saya di sampingmu, barangkali agak lelah,
berjalan kaki di malam yang dingin, di sebuah pinggir
kota tanpa tuan, mencari entah apa.

setumpuk puisi pernah menikam saya pelan-pelan. iseng
sendiri, saya putuskan memulai sebuah perjalanan. tak
satu pun yang saya bawa, kecuali seikat dendam pada
diri sendiri. dendam batu dari hati yang membatu.
malam itu, beberapa menit sebelumnya, ada semacam
kemewahan luar biasa yang menghinggapi
punggung-punggung saya (kamu tahu jumlah punggung
saya?). mirip seikat bunga yang dulu pernah kau
letakkan begitu saja di depan pintu kamar saya, katak
bersuara berlomba, jangkrik, meski sesekali diam,
sempat mengejek saya, menyeret seenaknya ingatan saya
menujumu.

ada yang lupa dari pembentukan kota-kota, ternyata.
seperti ada yang lupa hendak kemana perjalanan
diakhiri. apakah yang membuat kita --kamu dan saya--
lupa kalau dingin adalah hal biasa di kota ini, tapi
mengapa justeru malam ini baru kita rasakan benar
betapa dinginnya malam di sini. dingin seperti kalimat
yang dilepaskan ibu-ibu kita saat kepergian kita.
sebuah perjalanan, adakah ia mewajibkan akhir?

semalam, beberapa perhentian sengaja saya lewati. juga
malam ini: saya ingin liar, dan di tangan minuman
keras belum lagi habis. biar, sampai puas ingin saya
susun keping diri di pinggir jalan ini. adakah dengan
begitu kamu mengerti? bahwa perjalanan adalah
keniscayaan, dan dendam adalah sesuatu yang alamiah,
yang natural dan begitu sempurna? rasanya tak ada yang
sempurna selain dendam yang membatu.

siapa sangka pada akhirnya begini. sekian dosa, sekian
durhaka, sekian amarah dan tatap mata nyalang, belum
cukup untuk membuatmu, sekali saja, melihat saya di
sini, mengurai-urai waktu, menyusun keping diri. tak
ada, jika bisa, niscaya saya buat dosa terbesar
padamu, sekadar untuk menggores tubuhmu dan jiwamu,
meninggalkan bekas untuk kau kenang segenap kebodohan
saya.

juga catatan ini. catatan rapuh yang melulu hampa.
biar bulan menetes di langit kamarmu, membentuk
genangan darah bertuliskan nama saya, dan teman saya,
yang dengannya seteru begitu indah dan dosa sesuatu
yang lumrah.

karena dia, juga karena kamu, perjalanan ini begitu
penuh dendam, penuh dosa, dan begitu sempurna.

terima kasih membuat saya menjadi manusia. jangan buat
lagi perhentian buat saya....

23 februari 2003
imam gumam dosa
seorang wanita......
duduk dipojokan sebuah warung yang penuh dengan kepulan asap rokok dan bau minuman beralkohol,
termenung............
matanya nanar menatap kebulan asap asap rokok para pengunjung warung dan penjaja kenikmatan....
dengan latar suara suara manja wanita wanita lainnya yang sedang bermesraan.....

seorang lelaki.......
berdiri disisi lain pojokan warung itu,
menyaksikan kehampaan yang tergambar dalam tatapan wanita itu,
lalu seorang lelaki lain yang berkumis tebal dan berambut gondrong dengan mulut yang bau minuman beralkohol,
serampangan,mendekati wanita itu....
menciumnya dari belakang...
mencoba mencumbunya dengan liar......
tapi wanita itu tetap diam tak bergeming.....
merasa jengah dengan lelaki itu,
dia lalu membisikan sesuatu ditelinga lelaki serampangan tadi.....
dan lelaki itupun lalu pergi dengan tatapan menghina kepada wanita itu.....
sayup sayup lelaki dipojokan itu menangkap apa yang dibisikan wanita itu....
"maaf,aku sedang tak berselera untuk kau siksa malam ini "

Ps. sumprit deh! ini bkn ttg gonjazzzz lho hehehe
joking lho ya :P
well,thank you ya jazzz :)
thank you ..

for those 2 eyes that brings light
for those 2 ears that listens, not only hears
for those 2 hands that caress
2 feet that guides
1 mouth that comfort
and 1 warm heart that loves

(yet, though everyone left me, i still know that you will always be here)
sepintal kata
kusulam menjadi cerita
tentang dia
yang masih saja terpasung dusta

ribuan rindu
tersusun lingkari biru
tentang kelu,
mungkinkah berlalu?

secangkir kasih
menguap tertabur perih
diantara gumam lirih
yang lamat ada di sela letih

lalu untuk apa lagi berbisik
jika sudah tak mungkin membuat lirik
untuk apa lagi memekik
jika desah saja tinggal secarik

benarkah itu hati
yang mati terpanggang matahari?
atau lagi lagi sekisah dongeng peri
yang bersahutan menantang bumi

PS: Im back ^^ sorry for being late
aku akan kehilangan sepasang sosok kalian di kota ini...

20 Maret 2003

tentang rasa cemas

kadang ia sering menatap lama lama dan membuat sedikit geraknya gelisah
itu dilakukannya pada seseorang yang diharapkan datang dengan langkah panjang panjang
di gelap ketika ia sering mengaduh ketika satu satu temannya pergi
(sekarang waktu harus kita beli)
kisah kepahlawanan menjadi tak berarti sungguh tak berarti
bahkan diingatan paling jenaka sekalipun ia menjadi dingin tak menarik
didesahkan lagi kenangan tentang burung burung yang menjauh ketika ia mampir
kemana yang dulu di dengung dengungkan tentang persahabatan tak lebih pengkianatan
atas kesiur kepakan yang datang kembali ia berpaling
daunan asem rontok lagi
daunan jati rontok lagi
menimpa seseorang yang menjenguk untuk bersih bersih
didenguskan bola matanya tanda kembali tak acuh

mungkin ia berlari menuruni lembah demi lembah
mungkin ia akan merasa nyaman di bukit bukit
mungkin ia hanya terkapar sendiri
(dan si tolol itu terbujur disamping tubuh nya)

ia telah berpisah dengan sesuatu yang kerap dibelakang dahan dan angin
kemana ia yang dulu menemaninya ketika menjajaki sepi dan bersama berderak
mendadak menghilang
ia merasa sangat terancam dan terkucil bahkan di pantai biasanya
apakah ia menyediakan dirinya untuk seseorang yang lain

maret 2003

19 Maret 2003

kukirim hujan

kukirim hujan jatuh ke atap rumahmu, mantra mendongeng
humjrestiktiktiktokbyurgebyurdres
jutaan jarum menukik tegak lurus menghujam jantung
membunuh takdir musim, simfoni sempurna sumbang
biar kau bilang, "ah, ini terlalu ribut untuk bicara di telepon"

kugoyang pohon mangga depan rumahmu sampai
hampir doyong ia dihempas topan, diamuk badai
kubungkam ayammu meringkuk takut oleh rinai
titik-titik air seperti enggan selesai menari..

kusingkirkan jingga senja dari langit halaman rumahmu
kubakar, menjadi abu semua biru menggebu di dadamu

kukirim hujan
supaya dari matamu terinspirasi sebuah puisi

18 Maret 2003

puisi-puisi rainer maria rilke

Langkah Di Dalam Hidup

Di suatu tempat seorang lahir. Di sebuah keluarga suatu hari tak tentram
dan gelisah, beberapa tetangga ikut nimbrung, beberapa kawan senang dengan
ayah, dan juga seorang menemukan kegembiraan dalam berkeluarga, pada buaian
terdapat dan terpikirkan: "Itu juga sebuah kehidupan. Yang hurufnya pertama
sebuah abjad tak dikenal. Dari abjad membuat kata-kata, dan dengan
kata-kata menjadi sebuah hal: ada yang membosankan, biasa, bersukaria,
sedih, sembrono, - ada juga kata-kata yang tak bisa mati. Siapa tahu..."

***

Pencarian Jati diri KU

Bukan semata milik kita,
dari mana kita setidaknya?

Kita gembira menemukannya, yang mana kita tidak tahu fungsinya, kita cari
sebuah cermin, kita ingin berdandan dan mengurangi yang salah dan sungguh
adanya. Tetapi di suatu tempat kita masih menempel sebuah pakaian, yang
kita lupakan. Sebuah bekas ungkapan berlebihan tertinggal di alis kita,
kita tak mengenali, bahwa sudut mulut kita itu bengkok. Dan begitulah kita
jalan keliling,...ada maupun tidak, masih pemain drama.

***

Kesalah Pahaman Kata-Kata (1)

Orang seharusnya akan berhenti, menilai kata-kata secara berlebihan.
....Orang akan merasa, bahwa kita tak mungkin bisa benar-benar jujur dalam
memilih kata-kata. ...Oleh karenya orang akan menyerahkan, pembagian
kata-kata lewat sukma yang menanti.

Aku tak memikirkan pada setiap kata yang sunyi, bungkus yang mana, masa
lalu yang agung kehidupan kita seperti orang sezaman. Lalu lintas kata,
yang kecil, sehari-hari, bergerak, telah ku amat-amati, bahwa dalam hidup
berfaedah atau toh muncul akibat. ...Pada kata-kata itu aku berpikir, bila
aku nyatakan, sukma itu seolah-olah tak punya ruangan untuknya. Ya, itu
langsung nampak bagiku, sepertinya kata-kata di depan manusia semacam
tembok. ...Kenanglah kamu kekasih itu, yang dalam sehari-hari menemukan
himpitan kata-kata satu sama lainnya, sebelum dia mengenal kebisuan
pertama. Tanyakan diri sendiri, apakah dalam puncak kehidupannya
masih setia memegang kata-katanya?

***

Kesalah Pahaman Kata-kata (2)

Aku takut dengan kata-kata manusia.
Mereka bicara begitu rapi:
Dan anjing panas ini dan rumah yang panas itu,
dan disini bermula, dan disana berakhir.

Aku takut juga maksud mereka, permainan mereka dengan olok-olok,
mereka tahu semua, apa yang akan terjadi dan yang telah terlewati;
bukan gunung mereka sungguh indah;
kebun mereka dan batas kebaikan langsung ke Tuhan.

Aku akan selalu mengingatkan dan mencegah: Menjauhlah.
Hal-hal bernyanyi aku suka dengarkan.
Kalian mengaduk-aduk: mereka keras dan bisu.
Kalian membunuhku semua hal.

***

Kesalah Pahaman Kata-kata (3)

Kata-kata hina, sehari-hari menderita,
kata-kata kosong, ragu-ragu, aku cintai
Dari pestaku ku hadiahi mereka warna,
mereka tertawa dan pelan-pelan akan senang.

Mereka memanasi pipi putih musim dingin
pada kekaguman, yang mana nyeri terjadi;
mereka masih tidak lagi lantunkan nyanyian
dan pertengkaran menyeramkan dalam nyanyiku.

"Anda telah mencintai ibumu?"
"O ya, Tetapi kita miskin. Kita tak punya waktu, untuk mengatakan diri
kita. -Aku pikir, ibu tidak menyadari."

Aku lupa, mengatakan sesuatu pada Ulla, yang mungkin dia ingin tahu. Aku
lupa, mengatakan padanya, bahwa aku mencintainya.

***
Biodata singkat:
Rainer Maria Rilke lahir 1875 di Praha, meninggal 1926 di Valmont, Swiss.
Dia termasuk salah satu Lyriker besar Jerman. Awalnya dia tak punya tanah
air, antara Cheko dan Jerman. Dia banyak mengusung tema kesedihan yang
berlatar belakang negeri Eropa timur dan di bawa ke Eropa barat. 1886-1891
masuk sekolah militer. 1899/1900 dia mengunjungi Tolstoi di Rusia. 1914
pecah perang, dia terpengaruhi oleh gaya Hölderlin.

Diterjemahkan: Kang Bondet

diambil dari milis bumimanusia

Di Mimpi Ada Cerita

Di mimpi ada cerita,
sungai mengalir deras menderu
Botol yang pecah mencium batu berlumut
Secarik pesan lenyap pada pusaran,
hingga kata-kata karam tak berlabuh di hatimu

Di mimpi ada cerita,
laut yang menjilati pantai
sementara surya mati terbelah dua
Tenggelam di teduhnya rahasiamu
saat kelam mencari bentuk
diriku hanyalah bayangan tak menarik pandangmu

Di mimpi ada cerita,
jalan becek oleh duka semusim
Walaupun bumi lama mengeringkan diri
tapak tak kan lekang oleh angin
Kelak ajal mencium jejak
sebelum bibirku sempat singgah di kakimu

Di mimpiku ada cerita,
ada hayal pingit doa-doa
Ketika mulut kian berbusa oleh pinta-pinta
Cinta telah racuni tubuh
Ku kian dungu olehnya

15maret2003
cerita ini sampai pada sebuah kereta api dari blitar menuju surabaya penumpangnya sesak berdesak petugas stasiun menjual karcis jauh melebihi banyaknya jumlah kursi dan penumpang yang baru naik dari stasiun malang masuk berebut ruang padahal tak ada ruang mereka mencari barangkali ada kursi di gerbong bagian depan sampai suatu waktu itu tak terlihat lagi penumpang yang berdiri di belakang kini belakang punya ruang hanya beberapa pedagang asongan yang berhenti disitu barangkali sekedar istirahat setelah setangah hari mondar-mandir dari gerbong ke gerbong dari lorong ke lorong ... ada suara musik masuk seorang pengamen datang membawa kotak speaker dan mikrofon dengan suara yang besar dan pecah seperti terlihat mata juga yang terdengar ia berhenti disitu dan bernyanyi ... musik dangdut ...syahdu... para asongan perlahan beranjak mendekat mengelilingi sang pengamen itu ... semuanya terdiam dan mendengarkan ada beberapa yang bibirnya ikut bernyanyi, ada yang mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang kumal, mereka semua terdiam ....khidmat ... seperti umat muslim sedang mendengar ceramah di mushola ... atau umat nasrani sedang mendengan khotbah di gereja .... ah ... aku terkesima ... aku terkesima
didepan pintu terbuka ia masih menatap langit
dengan bayangan diperciki sinar sinar yang keluar ke halaman
tak ada cahaya tak ada angin
jauh di langit utara hanya kerdip lampu pesawat tak kau dengar meninggalkan suara gemuruh
kecuali di dalam ada masih berbincang sengit seperti biasa
seseorang sok menuntut nuntut hidup lebih layak
pada diri diminta lebih iklas lebih mengabdi
menatap bocah bocah itu kita sendiri yang tumbuh dewasa dan pergi
ada yang kembali tanpa dirinya kemana ia telah mengembarakan kebencian
sudahkah ia betah di negeri negeri yang jauh dari tata krama
memandang usia memandang diri kian ringkih
pada piring yang pecah lagi ceraikan ia sungguh kau akan lebih bahagia

maret 2003
kau tak sungguh sungguh kan

bila aku merasa sedih dan lelah menjelmalah kau dalam sajak sajak
memberi nuansa alam dalam tetumbuhan atau hewan hewan
juga serangga yang tak henti berputar putar
ia hanya sekedar datang memberi gambar masa lalu di benak pejalan yang selalu berkunjung
untuk menebarkan salam dan senyum yang lebar
kau jumpai diriku menggambar dirimu pada diam
terbanting angin
seolah takut kau tumbuh dan tak pernah akan menjengukku juga suara lirihku tak kan kau dengar
tolong cium untukku dengan dan tanpa jejak di bibir

begitukah rasa letih itu menggumamkan dirinya di lagu lagu unforgettable love song
ia akan merasa membutuhkan seseorang untuk membacakan sajak sajak tentang kotamu
tentang segala perubahan

ia akan berlari menuju senyapnya
ia akan benci dengan pertanyaan pertanyaan (konyol) seputar ruangan
ia menginginkan ruang yang luas di pekarangan
dimana ia akan menatap sinar dan merasai tiupan angin dan tak mau seseorang menegur

maret 2003

17 Maret 2003

Batas kesadaranku mengatakan
aku mencintainya.............
dengan cinta yang sangat dalam
tanpa batasan.................
kendati terhalang oleh dinding dinding
yang membatasi.............
yang entah kapan pasti bisa terpecahkan

Begitu dalam cintaku
hingga aku tau..........
aku bisa membuat dia mencintaiku
meski dengan cinta yang membisu
yang mungkin hanya tampak oleh mataku saja

Tapi buatku.........
itu lebih dari cukup karna cinta membuatnya menjadi cukup


Yogyakarta Januari 02

16 Maret 2003

hujan di kotamu
: ia mengalirkan rupiah demi rupiah dari keringat mu seharian

di malam yang gerimis ia melintasi pertokoan di jalanan kota
ada rasa sendiri yang harus dibuang cepat cepat
sebelum ia mendapat tempat dan menggila di sana berteriak teriak
rintiknya masih membasahi aspal mengantarmu atas airnya bau iklan iklan
hanya aroma pasar aroma jual beli
ia dituntut untuk berhenti mengamati melihat lihat
kadang ia sudah bersusah payah seharian sedikit refresing bolehlah

seharusnya duduk menikmati warna warni lampu menatap pengendara pengendara yang melaju
istirahat anggun dengan diamnya di taman taman kotamu yang baru dibangun dengan biaya hasil pajak
cukup tak rasional membongkar gedung gedung bersejarah menebang pohon pohonan kotamu
yang kau sendiri wajib membayar sesuatu yang bukan menjadi milikmu bukan milik masyarakat
ini pemaksaan

seseorang yang pandai menghidupkan suasana akan menemani
mendagel tentang cuaca yang setiap detik berubah
parkir kakilima parkir kaki lima serta gambar pemimpin partai di televisi
juga tanda gambar entah esok seberapa
mengutuk aparat yang kian payah di saraf memorimu
dan hujan yang kian basah hanya membuat makian memanjang
sesuatu yang tak terduga dari budgetmu harus keluar
jas hujan rokok masakan padang atau bajigur di jalan bantul dan wedang jahe di depan rumah
sedikit yang bisa kau beli untuk sebuah rasa jelata yang hangat
maka cuekin saja selagi hidup masih meminta minta dikasihani
selagi dirimu sendiri belum dikasihani
atau semuanya prek

maret 2003

15 Maret 2003

Terus terang aku tidak tau kau dimana saat ini...........
kau menghilang begitu saja seperti debu debu jalanan
yang tertiup angin.....entah kemana.......

Ya sudah..........!
Pergi sajalah........


Nabire Desember 02
kamu tidak pernah tau,
betapa kadang aku ingin sekali menjumpaimu lagi..........
jangan salah paham sayang.....
kuingin jumpa bukan memohon untuk kembali
i know it's againts the odds, lelakiku.........
aku hanya ingin melihatmu,
menatapmu...........
tepat dimatamu..........
mata yang sama dengan mata yang sering kutatap dulu....
pada pertemuan pertemuan kita...........
atau pada mimpi mimpi sebelum kita bertemu
mata yang sama lelakiku.....
hanya saja yang aku ingin liat saat ini dimatamu bukan lagi cinta
melainkan kebohonganmu terhadap dirimu sendiri..............

Jogja maret 03
Kekasihku...........
Jika masih boleh aku jujur padamu.....
terkadang ciuman pertama kita
dan kecupan terakhir dikeningku itu
masih terus membayangiku..........
hanya itu sayang....
dan bukan hal hal "liar" yang telah kita lewati bersama......

Lalu membuatku terjaga berkali kali ditengah malam buta,
menggapaimu yang tak akan lagi tergapai.....................

14 Maret 2003

seperti malam, kau selalu hilang tanpa meninggalkan bekas yang cukup kelam, walau kau sudah menempuh sepanjang kegelapan yang menenggelamkanmu di tengah lautan. tetapi tetap saja, aku merasa kesulitan merengkuhmu di malam-malam yang kita lewati bersama berulang kali.
HARI INI AKU TELAH
MENGHIANATI TUHAN !
hei malam telah datang mengapa masih duduk di emperan
menyenandungkan lagu lagu yang hanya kau sendiri yang tahu
seseorang di ruang tamu masih menunggu kamu datang masuk
menunggu sapaanmu yang lembut menunggu sorot mata yang tak pernah terbalas
asap rokoknya memanjati tembok dimana kupu kupu terpenjara sinar dalam ruang dan gusar
ia berontak menabrak dinding dinding tak terpecah dan kelihatan bodoh olehmu yang sedikit berpikir
lubang angin akan membebaskannya juga seseorang menenggelamkan dirinya di emperan
dengan senandung dengan gumam untuk seseorang yang tak pernah diketahui kapasitasnya
bener kau hanya memboroskan waktu membuang tenaga dan asu

maret 2003
seseorang yang selalu tertawa
: pada hidup yang lucu

ia masih saja menertawakan apa yang melintas di benaknya
seseorang yang dulu teramat ia sukai kini terasa menggelikan
dan kini ia tertawa berkepanjangan janggal tanpa sebab
seseorang bisa merekonstruksi gejala gejala awal pengakuan pengakuan dirinya
ia pernah menjadi wali
ia pernah menjadi malaikat
ia pernah menjadi tuhan
ia telah menanggalkan dirinya
ia tak tahu berada dimana menatap apa atau mengapa
ia hanya tertawa sepanjang waktu mentertawakan apa yang melintas di benaknya
memakukan tubuh di tembok kamar semalaman seharian
kadang memang ia harus di rebahkan
seseorang yang mulai rapuh memaksanya menghantam dengan amuk
dimana petuah dulu yang sering keluar tak lebih kenajisan kenajisan
seseorang adik yang baik akan berusaha mencegah memberi jalan keluar terbaik
tak pernah terdengarkan
ia akan selalu masih tertawa diruang ruang rumahmu ketika malam terlelap
sampai seseorang terjaga dan merasa sangat putus asa
mengadukanya pada seseorang untuk menjemput
sedikit memberi pelajaran tatakrama
tetapi ia masih saja tertawa meski ia tahu ia terpenjara
ia tumbuh dari tangis tangis malam yang lalu
segala ketaksampaian segala kesakitan segala kepahitan segala rindu segala dendam
berjalan cepat dengan lenggang yang di buat buat
seorang kanak kanak dengan sepasang mata yang kocak
dengan otak kisut memandang dunia penuh dengan hal hal sepatutnya ia tertawakan

maret 2003

13 Maret 2003

feel pain
feel insane
feel down
and touch the ground
see me fall
let me die
bury me
let me die
and feel the silence of the coffin

wake me up
and let me stare at the sky
open my eyes
and let them satisfy my soul
looking at your face
and again feeling the touch of your hands on my cheek
and taste the honey of your lips on my own
Damn!! i wish i was your lover.........


Singapore Desember 2000

P.S ; G.E,thank you for this sweet poem
and for still loving me untill this time :)
where do i can find such an angel like you again,G?



12 Maret 2003

sebuah lubang di tepi langit
: disana tak kau temukan ruang yang terbuka

lingkaran hitam yang menatap dan mengawasi engkau akan segala gerak tubuh suasana hati serta perubahan perubahan yang halus maupun yang kasar sekalipun itu tak pernah tercatat dalam kertas kerjamu tapi dalam otak tak sadar mu menjadi semacam ragu baik yang berupa sketsa arsiran pensil halus sampai kata kata semisal tentang posisi bintang arah angin gerak teratur daun daun melambai hewan hewan yang kawin aroma tanah karena hujan juga nanah yang dikeluarkan juga emosi yang sering kali meluap hanya karena kain mori yang di warna dengan canting dengan malam panas juga sapuan halus lidi lidi kelapa di gembur tanah yang membentuk garis garis maupun bentuk geometri dengan bekas cacing yang kelihatan mengambang

sungguh abstrak itu tak abadi ia tak bisa tumbuh seperti bibit bibit yang penuh pupuk subur menantang sinar tapi ia terkadung mengenal kesedihan membawakannya kesudut sudut yang pernah tertanda mengatakan sesuatu tentang percakapan muram bercerita tentang ruang ruang dilangit di benakku yang tak menyediakan lagi waktu yang hanya bisa beranak pinak di sana tak kan kau temukan jarak itu sedemikian jauh membelengu pada cuaca atau segala yang kau kenakan yang tak pernah berubah senyum yang tak bisa kau tandai senang suka duka perih ada di dirimu tak pernah dapat kau menyerah tapi ragumu yang kau iris dan sisakan untukku hanyalah berkas kusam dan makin kusam di buku yang tak pernah kupelajari dan akan ku buang ku campakkan keras tanpa hati

sebuah kalimat dari kitab suci harus kau ucapkan perlahan

ia hadir sebagai palang palang pengambat laju jalan ia ada karena banyak orang menerima sebagai sebuah surat yang tak di ciptakan manusia ia hadir ketika panas badan melebihi kewajaran ia datang ketika cairan di tubuh habis karena muntah dan dikeluarkan oleh desentri atau terserang semacam demam yang meninggi dan buku itu mengalirkan kisahnya tentang orang orang sebelum kamu kesalahan kesalahan yang diperbuatnya serta ganjaran setimpal untuk penghuni surga dari sepenggal moral yang akan kau temukan tertelungkup di bawah halaman ada kalanya berkisah tentang hal hal ganjil semasa kau renungi ada kalanya ia hanya menyerah pasrah tapi terkadang ia berontak tajam kasar dan ugal ugalan baiknya kau telusuri jejak itu sendiri sebelum terburai gelombang ketakpercayaan terbanting ragu menahun sebagai eksim iritasi dan alergi

kemana perginya ia kerap kali menanyakan pada semahluk yang di jumpainya menanyakan apakah ia tadi berpapasan dengan sesosok bayangan (mungkin dalam benak kau berbulu?) yang mengendap endap lembut ia memang telah patah telah tumbang telah terurai garis demi garis serta butir demi butir warna yang tak matang (kuning jelek hijau terlalu muda maupun merah mentah ) seseorang yang kukenal harus menncampurkan warna agar sedikit beda tapi tak pernah dijumpainya lagi ia telah mencampakkan merah di jalan jalan ketika diperempatan ketika ia mengayunkan pedang di matanya ketika ia memaki pengendara pengendara yang patuh pada lampu pengatur lalulintas ketika ia merasa kalah meskipun dijalanan dan masih saja tertekan ketika anak anak melambaikan tangan meminta minta ada ancaman di mata mata mereka dan ia merasa tak aman bahkan dirumah sendiri ketika hendak tidur ia kerap di hampiri hal hal yang tak masuk akal di kamar tidurmnya di telivisi yang tak pernah dimatikan selama dua puluh empat jam

ada barangkali kau turut menyaksi ia kembali bergumam membanting hijaunya di sawah sawah di benih benih yang baru akan ditanam yang di kucir seperti rambut semasa bocahmu di bangku bangku sekolah kala kau berangkat duduk menatap dan mendesahkan kebohongan ketaknyamanan dan teror maha dahsyat para guru guru mereka tak mengajarkan keberanian digantikannya dengan gamang ragu ragu serta mimpi mimpi yang tak terealisasikan (ingat pjpt v(?) kita akan tinggal landas : tinggal landasan!)

lalu kau tak temukan ruang terbuka itu mengaduh mengadu mengaduk aduk diri dalam bentuk garis garis dan tak sejajar dan tak berjarak normal terjungkal sesekali memaki aku yang baru datang menyalahkanku yang tak bertanggung jawab atas keadaan masa lalu
jawabku sedemikian jauh dan kini kau sudah lelah berkemaslah mungkin hari itu akan datang seseorang membawakan remah remah yang mungkin kau pinta yang mungkin kau harapkan menyeret ruang terbuka di dirinya untuk dihamparkan menyediakan penyambutan ala kadarnya memujamu mungkin kau akan berpaling mungkin kau akan mengatakan aku tak romantis lagi mungkin kau akan mengatakan ini itu serta kekuranganku lalu kau akan menyanyikan lagu lagu yang tak pernah kukenal dan aku harus balik mengerti kembali memamerkan oblong yang tak pernah kau suka memakai topi hadiah dari seseorang yang kau tak ingini lalu kita saling membenci saling bercerita tentang akrobat cinta dan aku tahu banyak yang akan menontonnya banyak yang akan mendengarkan sambil berbisik kita pasangan hebat saat ini dalam hal berkelahi di jalanan

aku tak banyak bercerita tentangmu tak ada ruang yang terbuka ketika leluasa menyinta menyibukkan diri dengan petualangan dari kota ke kota seantero pantai selatan jawa (terkadang aku ingin menapak tilas dengan kesendirian) bergumul dengan kalap mungkin dengan seseorang yang belum pernah kau bayangkan aku akan bercerita lagi seperti yang mesti kau pinta memenuhi ruang dengan nafas tersenggal cuping yang mengembang pipi yang mengisut pinggul yang ahh disini kau tak harus menyetel ku selayak mencari gelombang radio meminta cerita cerita tentang pengkianatan penyelewengan dan kau berasosiasilah sendiri seperti saat kau masih remaja menatap langit langit yang tak berbatas mengaduk aduknya hingga kau terjerembab ke ranjang mu dengan desah birahi tak tertahankan jangan telpon aku kala itu aku sedang menyibukkan diri

ia sedang tak suka dan kembali melemparkan warna birunya sepanjang langit pantai pantai serta televisi di kamarmu ia akan menatapnya bercengkerama tak habis habis dengan sesuatu yang kerap mencundangi tentang ingatan ingatan kabur tentang mimpi mimpi yang terus saja tak berhenti istirahatlah nduk istirahatlah untuk sekedar mencari kekurangan
kita sama sama teraniaya oleh mimpi dan kenyataan
kita sama sama terluka dan saling tak ingin diketahui bagaimana cara mengatasinya (mungkin kau hanya sebatas membasuh muka dan tangan )

tinggal hitamnya di langit menganga menanti ataukah menatap mu tak berkedip
sebelumnya sebelumnya
dia hewan melata aku pun melata kita berangkat bersama sama dari sebuah ketakjujuran yang kita pahami dan kita sadari bersama orang orang memberi julukan kita saling mencinta saling memiliki toh kita pasangan wajar kau perempuan dan aku laki laki

takkan ada waktu disini yang tercatat coret kata itu hilangkan dari semua buku tentang seseorang yang berpacaran biarkan matahari berjalan biarkan ia sepagi dan sesore terus berputaran saling mengejar dengan keinginan untuk saling menindih sebuah lubang menganga yang pernah kau sembunyikan semasa bocah kau bentangkan lebar
dan tak habisnya kita percakapkan dengan ataupun tanpa keinginan untuk membicarakan

di tepi langit kau melihatnya lagi melamun tapi aku terus mengucek ucek mataku tak melihat mungkin hanya bayangan mungkin kotak itu meliputi dendam mu kepada mendung kepada arang kepada batu batu hitam dan atas segala kekurang jelasan serta tanya yang tiada berjawab angan yang kintir terbawa arus putaran air dan ia meludahkan warna hitam ketika sungai sungai meluap ketika tanah tanah longsor ketika angin datang dan ketika sebuah janji sebuah kesetiaan tak lagi berarti

aku tak akan berlekas menyediakan diri untuk hal hal remeh macam gini harusnya
menatap usia menatap diri bercermin dengan koyaknya mebanding bandingkan hasil sebagai seorang pragmatis atau menjerumuskan diri dan memvonis kita gagal menjadi manusia yang beradab dan dapat dipercaya tapi aku percaya padamu kau lebih pintar merangkai kan kata ceritakan padaku tentang lubang itu

12 maret 2003



penolong kami hanyalah TUHAN
: sebuah puisi

dari dalam kubur
mayat-mayat terbangun
berjalan terhuyung
menunduk dalam-dalam
jutaan penyesalan
menghampar menggelombang
mengetuk-ketuk
dihadapan pintu Tuhan
ketika angin menghempas
jutaan mulut mengucap
"penolong kami hanyalah TUHAN !"
beatrik

aku tak mengenal penciptaan maka menikahlah denganku
dengan dengung lampu yang terdengar
dengan derit yang keluar dari ranjang engkau telah ku pinang
meski tak kenal kamarku dan itu membuatku asing
tapi ku akrabi lagu lagu itu
jendela dengan tirai terbuka dan segelas kopi susu di samping rak rak buku tentang sastra
mengantar gegasku mencampak mimpi mimpi mu
bila pagi dapatkah aku meminta dapatkah aku menahan mengingat percakapan semalaman

lelaki yang kerap membisu menyepi menyisakan tawa untuk diri sendiri
mengingat seseorang yang jauh di sana
sangat jauh
sedang berjalan tak berirama dalam sebuah percakapan telepon genggam
masih melambai selintas dalam benaknya pengembara pengembara yang mulai ragu
berpikir untuk menetap menatap usia mengkasihani dirinya sendiri

tak juga kau menjawab
berkas berkas tulisan tanganmu ternyata sebuah sajak
rasanya kau terpengaruh sajakku mungkin kau habis membacanya
kukirim ia pagi pagi ketika kau belum bangun dan kau menemukannya di mimpimu
dan kau mencoretkannya cepat cepat : lelaki yang begitu menyukai sepi



maret 2003
matahari beranak pinak
perzinahan gundul penis bumi
tunggul-tunggul kering menjulang
bermani asap berdesah badai

matahari beranak-pinak
8 penjuru adalah awal
kepalamu adalah akhir
panas anak durhaka jagad




11 Maret 2003

Kusenandungkan lagu rinduku.....
dalam doa yang terucap tak sempurna...
Kunyanyikan senandung cintaku...
terselip dalam khayalan yang tak pasti...
jika memang perjalanan ini berujung....
seperti yang kita impikan lelakiku.....
jika boleh berujung........
bertepi di hanya satu titik.....
Biarlah itu boleh didekapmu.....
Biarlah itu bisa dipelukmu.......
Bukan cuma untuk sehari saja....
Tapi....
untuk selamanya.......
sepanjang doa dan napas kita......


P.S ; Dimalam ketika rindu kita tak terkatakan
Jogyakarta July 2002 00:45
Cinta membebaskanmu.........
laksana burung yang terbang bebas dicakrawala.......


ia sedang membunuh Tuhan
dalam dirinya secara pelan-pelan
Disuatu senja..........
ketika aku tersadar bahwa aku mencintaimu lebih dari apapun
hingga membencimu saja aku tak sanggup......
Disuatu senja..........
ketika aku tersadar mungkin saja hatimu telah dimiliki orang lain
atau masih tetap dimiliki oleh "nya"
hingga kamu......begitu berbeda..........
Disuatu senja..........
ketika aku tersadar bahwa aku mencintaimu lebih dari apapun
hingga mengexpresikannya saja aku tak bisa.......
Disuatu senja.........
ketika aku ingin kamu tau.....
seperti itulah cintaku.......
Meski ternyata..........
Cintaku mungkin tak cukup untuk membuatmu bertahan,
berbahagia....disisiku.....


Nabire Desember 2002

10 Maret 2003

FORUM HANYAKATA
http://forum.hanyakata.com
{ditunggu keikutsertaan nya teman-teman}

09 Maret 2003

ada yang sedang mengais subuh dengan asap
membolak-balik tumpukan masa
memakan sisa-sisa sampah serapah ...
muntah ...
bercampur mani-mani para onan rupiah

08 Maret 2003

Bibirku ingin menyumpahimu dalam doa doaku,
atas luka perih yang kau goreskan..........
supaya kau juga....suatu saat merasakan yang seperti aku rasa,
bahwa kau tidak akan pernah bisa benar benar bahagia........

Tapi yang keluar dari hatiku......
dalam doa doaku itu adalah untuk kebahagiaanmu.........
bahwa kebahagiaanmulah yang aku inginkan...........
bahwa dengan melihatmu bahagialah..............
akupun bahagia.....
bahwa dibanding kebahagiaanku.....
kebahagiaanmulah yang aku utamakan.......

Mengapa hatiku menghianati bibirku,Tuhan......?

Jogjakarta Februari '03
Ia membangunkanku dengan sebuah kecupan

Tahukah kamu hal yang terindah di dunia? Aku akan berbagi cerita untukmu. Beri waktu untuk mendengarkannya sejenak, kelak aku tak mampu mengulanginya. Sebab binar mataku akan lenyap bersama bayangan yang kian entah ke mana. Jangan takut waktumu akan terbuang, ini rahasia hidup yang kelak berguna bagimu. Aku takkan bertele-tele, ceritaku tak seperti cerita-cerita lain yang disusun dengan banyak kata-kata mubajir demi membuat pembacanya terjebak dalam alur yang berjalan. Justru itu akan menimbulkan rasa bosan, nalar kadang lelah melompat-lompat membuat cerita bagai tarian tak sejiwa dengan nada. Sebelum engkau bertambah bosan, aku mulai saja ceritanya.

Menurutku, hal yang terindah di dunia adalah menerima sebuah kecupan di pagi hari. Aku katakan di sini menerima sebuah cium bukan saling berciuman, sebab saling berciuman menyiratkan kesadaran. Dan menerima ciuman yang ku maksud adalah dalam kondisi ketaksadaran, walau ada juga dalam kondisi sadar seperti perawan yang tercengang ketika bibirnya dikecup pertama kali.

Peristiwa ini ku alami pertama kali oleh sebab kecerobohanku, yang lupa mengunci pintu kamarku di sebuah apartemen. Seperti biasa, ia hadir di saat-saat itu. Menyiapkan sarapan kami sebelum sama-sama pergi menuju kantor yang kebetulan letaknya di gedung yang sama.

Kali ini tubuhku tak diguncang, tapi ku bangun oleh kecupannya. Sesuatu yang hangat pelan-pelan menyentuh sisi bibirku, sedikit melumat tepi bibirku. Entah aliran apa namanya membuat kebekuan kian mencair. Selanjutnya hidungku merasakan sebuah wangi yang tak selalu dikenakan angin. Mendapatkan aroma yang segar nan memikat. Melaju bagai anak-anak panah yang manja terbang menuju otakku. Dan otakku menamainya wangi gadisku. Lalu lamat-lamat mata terperintahkan menguak, bersamaan itu pula, saraf-saraf tubuhku menjadi kian hangat. Pipiku tersentuh oleh hangat nafasnya, nafas yang tak memburu. Ketulusan menyelusup pada pori-pori wajahku.

Yang pertama ku tatap adalah bola mata hitam dikelilingi yang putih. Sejenak kemudian kian meredup, menampakkan bulu-bulu halus yang sungguh lentik. Ada sebuah kepasrahan tanpa menyembunyikan ingin. Bibirku latah bergetar, getarnya lamat-lamat mengikuti gerak bibirnya. Kudapati dinding-dinding halus yang entah mengapa juga ikut bergetar. Dan nafasku kini bukan lagi nafas yang lalu. Bibir kami telah sebibir dan hela nafas menjadi detik-detik waktu.

Semenjak itu kami selalu melakukannya. Ya, di pagi hari. Tapi bukan berarti pula ku jaga sifat cerobohku agar ia bisa melakukannya tanpa perlu mengetuk pintu. Karena di pagi itu, saat ia pertama kali membangunkanku dengan kecupan, di meja makan ia melemparkan kata-kata. Berserak di udara bagai badai menampar jendela. Ia marah oleh pintu yang tak dikunci. Tapi apakah ia tahu, kecerobohan itu menelurkan sebuah rahasia hidup. Bermulanya nikmat yang tak bernama.

Aku menduplikatkan kunci pintu, agar ia bisa hadir tanpa mengetuk pintu. Sungguh bodoh mengenyahkan sebuah nikmat. Oleh pagi yang indah, ku bisa lalui hari dengan penuh semangat. Karena kebangkitanku di pagi hari lahir dari sebuah kecupan. Layaknya kecupan agung milik Romeo dan Juliet.

Walau yang terindah adalah saat ia datang bagai angin, tetapi seringkali pula ia tak perlu membuka pintu. Tubuhnya telah terbaring telanjang di sisiku, di malam-malam itu. Sisa lelah senggama kemarin malamnya tak pernah membuatnya alpa untuk memberi kecupan. Aahhhh…. api neraka akan padam oleh cemburunya pada gelora asmara milik kami.
* * * * *
Kali ini bibirnya adalah bibir indah yang terkuak sedikit, menampilkan barisan gigi-gigi putih yang telah rapi. Dulu aku sering mengejeknya, akan kawat gigi yang mengikat erat. Lidahku akan merasa asing pada mahluk yang memagari giginya. Tapi syukurlah, sejak kawat gigi itu dilepas senyumnya kian indah mengukir di wajah yang berpoles kecerdasan.

Saat ini, aku bukan ingin mendahuluinya untuk memberi kecupan. Karena memang dialah yang selalu bangun terdahulu. Tapi kini tidak. Wajahku telah menunduk di atasnya, kini tak ada ruang di antara bibir-bibir kami. Menyentuhnya. Pelan melumat. Nafasku memberi hangat yang berpendar, terhampar di pipinya yang halus. Membasahi tepi bibirnya dengan bibirku. Bibirnya tak latah oleh bibirku. Aku menatap matanya yang terpejam, bukan oleh nikmat atau rasa malu milik wanita. Biarlah ia tetap begitu, tak usah membuka mata. Biar aku yang menaburi kasih. Kini, tak perlu lagi ia susah-susah membangunkanku dengan sebuah kecupan. Cukuplah bibirku yang menemuinya di tiap pagi. Kasihku akan tetap jujur seperti dulu. Walau mungkin kecupanku tak akan mampu bangunkan ia, setelah ku temukan dirinya telanjang memelukku seminggu yang lalu, tanpa menyimpan jiwa lagi. Kekasihku adalah kekasih yang akan kutemukan di pagi hari.

jakarta, 4maret2003
Cinta Itu Membebaskan Cinta

Ketika angin berlari menuruni bukit, sepasang kaki tua masih melangkah di antara ilalang. Jubah putihnya melambai pelan oleh sentuhan tangan-tangan usil milik sang angin yang berkejaran di antara kedua kakinya. Tongkat kayu penuntun langkah berjalan di depan, menyentuh bebatuan dan padang nan luas. Matanya cekung menatap arah, sinar matahari masih pongah tersenyum. Kening yang basah oleh bulir keringat sedikit mengernyit, menampakkan guratan milik sang wajah tua. Akankah di depan sana perhentian akan berakhir?

Sesampai di kaki bukit ia menemukan sebuah taman. Ia coba menghilangkan penat untuk semusim perjalanan. Di bawah sebuah pohon hijau nan rindang ia duduk di sebuah batu. Dan kakinya coba menyejukkan diri pada air yang mengalir di dekatnya. Sungai itu elok membelah taman. Tak disia-siakannya bening air buat pelepas dahaga, membasuh kepala. Air menetes dari wajahnya yang telah basah, bergelantungan pada janggut lebat yang memutih. Rambut tua yang panjang berkilau oleh butir-butir air yang menempel diterpa garis-garis sinar matahari yang menyelusup dari celah-celah dedaunan pohon rindang tempat bernaung.

Ia menatap takjub pada mahluk hitam yang terbang dan hinggap di atas dahan pohon. Gagah dengan sayap terkembang.

“Siapakah engkau yang terbang tinggi? Agungnya dirimu yang telah mengitari segala lekuk bumi di antara hembusan angin yang berlari,” tanya lelaki tua itu pada mahluk itu. Matanya menatap lekat.

“Aku hanyalah sang Rajawali. Petualang sejati yang mengarungi angkasa. Aku dapatkan kebebasan pada jagat yang mengerami bumi dengan waktu tiada pernah henti,” jawabnya sambil menatap ke bawah.

“Sungguh hebat dirimu wahai mahluk yang cerdas. Engkau tahu rahasia alam dari semua ketinggian. Di matamu tak ada ketidaktahuan. Di bola matamu terhampar segala prilaku hidup. Engkau tak dungu oleh tipuan alam. Aku jatuh cinta padamu, maukah kau jadi kekasihku?” Lelaki tua itu terpesona olehnya, kejujurannya mengucap jernih.

“Wahai lelaki tua, aku adalah bangsa pengembara sepertimu. Aku telah menyaksikan segala dusta pada cinta. Tak ada kesempurnaan pada cinta. Sekuat-kuatnya bertahan pada cinta, tubuh lain selalu mencoba mengganggu sang kekasih. Aku tak patut sombong oleh kecerdasanku, tapi aku menjadi saksi, oleh cinta banyak orang terluka. Jadi buat apa kita mati oleh cinta. Carilah yang lebih hebat dari diriku, carilah kekasih yang mau tinggal bersamamu. Aku tak mau menjadi bodoh oleh cinta, aku mahluk bebas,” ucap sang Rajawali.

“Tapi sang Rajawali, tidakkah kau sadar, kau pun mahluk sombong yang lemah. Di saat engkau lelah terbang jauh, kau pun harus turun ke bumi untuk hinggap di batang-batang pohon,” kata lelaki tua, ada nada sindiran pada ucapnya.

“Pohon-pohon memang kekasihku, tapi mereka adalah mahluk lemah yang bisa diperbudak. Aku tak pernah hiraukan ratap mereka, karena cakarku bisa menancap di dahan manapun. Pesonaku akan melunakkan hati mereka. Selamat berdungu ria dengan pencarian cintamu kawan,” kata sang Rajawali. Sayapnya mulai terkepak dan melayang terbang sebelum mulut tua milik lelaki itu mengucap tanya yang lain.

Makin ke tengah taman, ia jumpai kuntum-kuntum bunga mawar yang tertawa ceria. Binal bergoyang ke sana ke mari, sangat menggoda. Menampakkan helai-helai daun dan bunga yang bermantel bulir-bulir air. Wanginya terbang bersama angin, menepis resah pencarian yang tak kunjung tiba milik sang penglana itu. Mata lelaki tua itu terbelalak oleh lekuk yang sunguh sangat erotis, liurnya menetes kotori janggutnya. Kesempurnaan susunan kelopak bunga, dan mahkota yang bertuliskan keanggunan memikat hati bagi yang memandang padanya.

“Sunguh nyaman di dekatmu wahai sang bunga mawar. Tak pernah ku jumpai kuntum sepertimu di sepanjang perjalananku, kuntum bunga yang ramah tersenyum. Tak ada kesombongan akan keindahan diri, akan kekayaan mahkota yang melekat pada dirimu. Engkau kaya akan damai bukan keindahan fisik belaka. Aku jatuh cinta padamu,” ucap sang lelaki tua pada bunga-bunga mawar yang merekah di tengah taman. Matanya memancarkan berbinar-binar, bagai surya bangun di pagi hari.

“Aku mahluk tak berpemilik. Aku memberikan cinta pada mereka yang meminta. Aku mahluk bebas yang tak mau dikekang. Ditawan oleh cinta sama saja dengan mati di keterasingan jiwa. Bagiku hidup itu indah bila kita semua bisa saling memiliki tanpa ada yang merasa jadi pemilik,” ucap sang bunga mawar, tubuhnya yang dihinggapi duri-duri begoyang pelan.

Belum sempat ia bertanya lagi, seekor kumbang telah hinggap di atas mahkota bunga itu. Mereka berpagutan sungguh mesra. Tak ada yang berontak, tak ada yang dipaksa. Setelah itu kumbang-kumbang pun berpindah pada pesona-pesona yang lainnya.

Tidakkah sang bunga sadar, dirinya hanya menjadi persingahan kumbang-kumbang, hanya untuk menikmati cintanya sesaat dan kemudian berlalu. Sungguh bodoh, batin lelaki tua.

Lelaki itu melangkah kian gegas, matanya meniupkan rasa muak dan mual. Ia tak ingin berlama-lama hidup sendiri, cukuplah sudah sepi menyelimuti hari-hari yang lalu. Untuk waktu yang akan bergulir ke depan, ia butuh kekasih tempatnya menambat jiwa.

Di kejauhan dilihatnya seorang perempuan berjalan ke arahnya. Langkahnya anggun menapak tanah. Tubuhnya yang sempurna memancing perhatiannya. Kian nyata di jarak yang tak lebih dari beberapa langkah darinya.

“Apa gerangan yang membawa sang puan ke sini?” tanya lelaki tua, matanya terbelalak penuh keheranan.

“Angin yang membaui resah dirimu hingga jejakmu ku kenali sebagai jejak yang meracau. Adakah yang kau cari di perhentian ini?” tanya sang puan sambil tersenyum manis. Rambutnya tergerai dipermainkan angin. Lehernya yang jenjang sungguh indah dipandang.

“Aku hanyalah sang musafir yang melangkah di jalan waktu. Matahari menemaniku dan sang rembulan tempat aku bercerita. Mengapa kau ada di taman ini sendiri?” tanya lelaki tua mencari tahu, rasa herannya belum sirna.

“Aku menanti sang kekasih yang kelak datang dan tinggal di hatiku,” kata sang puan.

“Aku datang untukmu, maukah kau jadi kekasihku. Aku sayang kamu,” ucap lelaki tua. Kejujurannya mengucap jernih.

“Secepat itu kau ucap sayang. Apa yang menyebabkan kau mengatakan itu?” tanya sang puan penuh rasa heran.

“Aku sayang padamu di detik saat kita berjumpa tadi. Rasa sayangku timbul oleh ketakutan akan kehilanganmu. Karena aku sadar, aku sang musafir yang ditakdirkan terus melangkah di bawah awan, kelak aku akan meninggalkan taman ini, meninggalkanmu. Tak mendapatkanmu di sisiku akan membuatku sangat kehilangan. Ketika rasa kehilangan itu hadir, tubuh ini akan kian remuk redam. Tak kunjung selesai rindu yang kian membengkak memenuhi dadaku. Nafasku akan sesak oleh rindu dan langkahku akan tertatih, terjerembab. Engkau ada di hatiku saat ini dan nanti,” ucap lelaki tua itu.

“Engkau mengatakan sebelum melakukan. Pergilah ke ujung dunia. Bila engkau terjerembab oleh rindu yang menggunung, kembalilah padaku. Ujilah dahulu rindu milikmu. Tempatmu di sini, bukan di langkah-langkah yang tak kunjung jelas,” ucap sang puan.

“Aku lelaki yang tak ingin di tawan oleh sang puan. Tempatku bukan di sini, tempatku di langkah-langkah waktu. Aku tak ingin terpenjara oleh cinta. Aku tak ingin dungu oleh cinta. Atau maukah sang puan hadir bersama langkahku di pengembaraanku?” tanya lelaki tua penuh harap.

“Tempatku di sini, tempat memenjarakan kaum lelaki yang terpikat olehku. Karena rantai cintaku akan mengekangnya,” ucap sang puan ketus.

“Adakah cinta yang tak mengekang? Aku mencari cinta yang membebaskan cinta,” tanya lelaki tua.

“Carilah dia di jalan tak berujung. Di sana akan kau jumpai tembok tebal yang tinggi dan di baliknya seonggok pembebas menanti manusia sejenismu. Mungkin hanya dia yang layak bagi manusia bebas sepertimu. Benturkan kepalamu pada temboknya, biarlah darah yang mengucur akan melumerkan dinding itu. Dan pengorbananmu akan memikatnya. Atau kau akan mati kehabisan darah sebelum kau rasakan cinta sejati miliknya,” ucap sang puan.

Dan tanpa menunggu masa, lelaki tua itu berjalan pergi ke arah mana telunjuk sang puan menghunjuk. Meninggalkan sang puan dengan rumah tahanannya. Lelaki tua melangkah pasti di kebebasan cinta miliknya.

bekasi,8maret2003
bagaimana, tuhan?
malam nanti kau ada acara?

07 Maret 2003

Kata mereka tawaku masih renyah....
senyumku masih cerah
kata mereka sapakupun masih tetap ramah
tapi,mereka tidak tau...
bahwa hatiku mulai payah....
jiwaku kian gelisah
mereka tidak tau asakupun makin melemah
aku kembali harus mengalah.......
biar mengalah bukan untuk kalah...
tapi......
adakah yang bisa ku lakukan selain pasrah..?

([SkyRose] titipan arie, tolong admin untuk di invite)

06 Maret 2003

dimana hilangnya
rasa kemanusiaan dari jiwa kita
saat kerakusan menyelimuti hati kita
tanpa bisa berbuat apa-apa
melihat saudara-saudara kita
tertimpa musibah
gombal !
sekelompok manusia
berteriak tentang moral dan keadilan
sedang sekelompok manusia
bertindak dan bertingkah dengan kebinatangan
kawan makan kawan . teman makan teman
itu hal yang sudah wajar
untuk hidup manusia sekarang
dan akhirnya rasa kemanusiaan itu
hilang melayang dan hanya menjadi angan-angan
gombal !
bila hukum harus ditegakkan
sedang sang penegak hukum menjadi mucikari
dari penjualan hukum itu sendiri
dan kebenaran perlu di pertanyakan
gombal !
dan hanya gombal !
bila prostitusi beserta WTS nya di bubarkan
bila para kyai mulai melacurkan diri
dengan agama dijadikan topeng
maka yang haram dengan sendirinya dihalalkan
gombal !
dan hanya gombal !
karena kita semua telah kerasukan setan
maka semua kesalahan dicarikan sebuah pembenaran
gombal dan hanya seribu gombal !
maka maafkan
aku memulainya
dari keheningan