12 Maret 2003

sebuah lubang di tepi langit
: disana tak kau temukan ruang yang terbuka

lingkaran hitam yang menatap dan mengawasi engkau akan segala gerak tubuh suasana hati serta perubahan perubahan yang halus maupun yang kasar sekalipun itu tak pernah tercatat dalam kertas kerjamu tapi dalam otak tak sadar mu menjadi semacam ragu baik yang berupa sketsa arsiran pensil halus sampai kata kata semisal tentang posisi bintang arah angin gerak teratur daun daun melambai hewan hewan yang kawin aroma tanah karena hujan juga nanah yang dikeluarkan juga emosi yang sering kali meluap hanya karena kain mori yang di warna dengan canting dengan malam panas juga sapuan halus lidi lidi kelapa di gembur tanah yang membentuk garis garis maupun bentuk geometri dengan bekas cacing yang kelihatan mengambang

sungguh abstrak itu tak abadi ia tak bisa tumbuh seperti bibit bibit yang penuh pupuk subur menantang sinar tapi ia terkadung mengenal kesedihan membawakannya kesudut sudut yang pernah tertanda mengatakan sesuatu tentang percakapan muram bercerita tentang ruang ruang dilangit di benakku yang tak menyediakan lagi waktu yang hanya bisa beranak pinak di sana tak kan kau temukan jarak itu sedemikian jauh membelengu pada cuaca atau segala yang kau kenakan yang tak pernah berubah senyum yang tak bisa kau tandai senang suka duka perih ada di dirimu tak pernah dapat kau menyerah tapi ragumu yang kau iris dan sisakan untukku hanyalah berkas kusam dan makin kusam di buku yang tak pernah kupelajari dan akan ku buang ku campakkan keras tanpa hati

sebuah kalimat dari kitab suci harus kau ucapkan perlahan

ia hadir sebagai palang palang pengambat laju jalan ia ada karena banyak orang menerima sebagai sebuah surat yang tak di ciptakan manusia ia hadir ketika panas badan melebihi kewajaran ia datang ketika cairan di tubuh habis karena muntah dan dikeluarkan oleh desentri atau terserang semacam demam yang meninggi dan buku itu mengalirkan kisahnya tentang orang orang sebelum kamu kesalahan kesalahan yang diperbuatnya serta ganjaran setimpal untuk penghuni surga dari sepenggal moral yang akan kau temukan tertelungkup di bawah halaman ada kalanya berkisah tentang hal hal ganjil semasa kau renungi ada kalanya ia hanya menyerah pasrah tapi terkadang ia berontak tajam kasar dan ugal ugalan baiknya kau telusuri jejak itu sendiri sebelum terburai gelombang ketakpercayaan terbanting ragu menahun sebagai eksim iritasi dan alergi

kemana perginya ia kerap kali menanyakan pada semahluk yang di jumpainya menanyakan apakah ia tadi berpapasan dengan sesosok bayangan (mungkin dalam benak kau berbulu?) yang mengendap endap lembut ia memang telah patah telah tumbang telah terurai garis demi garis serta butir demi butir warna yang tak matang (kuning jelek hijau terlalu muda maupun merah mentah ) seseorang yang kukenal harus menncampurkan warna agar sedikit beda tapi tak pernah dijumpainya lagi ia telah mencampakkan merah di jalan jalan ketika diperempatan ketika ia mengayunkan pedang di matanya ketika ia memaki pengendara pengendara yang patuh pada lampu pengatur lalulintas ketika ia merasa kalah meskipun dijalanan dan masih saja tertekan ketika anak anak melambaikan tangan meminta minta ada ancaman di mata mata mereka dan ia merasa tak aman bahkan dirumah sendiri ketika hendak tidur ia kerap di hampiri hal hal yang tak masuk akal di kamar tidurmnya di telivisi yang tak pernah dimatikan selama dua puluh empat jam

ada barangkali kau turut menyaksi ia kembali bergumam membanting hijaunya di sawah sawah di benih benih yang baru akan ditanam yang di kucir seperti rambut semasa bocahmu di bangku bangku sekolah kala kau berangkat duduk menatap dan mendesahkan kebohongan ketaknyamanan dan teror maha dahsyat para guru guru mereka tak mengajarkan keberanian digantikannya dengan gamang ragu ragu serta mimpi mimpi yang tak terealisasikan (ingat pjpt v(?) kita akan tinggal landas : tinggal landasan!)

lalu kau tak temukan ruang terbuka itu mengaduh mengadu mengaduk aduk diri dalam bentuk garis garis dan tak sejajar dan tak berjarak normal terjungkal sesekali memaki aku yang baru datang menyalahkanku yang tak bertanggung jawab atas keadaan masa lalu
jawabku sedemikian jauh dan kini kau sudah lelah berkemaslah mungkin hari itu akan datang seseorang membawakan remah remah yang mungkin kau pinta yang mungkin kau harapkan menyeret ruang terbuka di dirinya untuk dihamparkan menyediakan penyambutan ala kadarnya memujamu mungkin kau akan berpaling mungkin kau akan mengatakan aku tak romantis lagi mungkin kau akan mengatakan ini itu serta kekuranganku lalu kau akan menyanyikan lagu lagu yang tak pernah kukenal dan aku harus balik mengerti kembali memamerkan oblong yang tak pernah kau suka memakai topi hadiah dari seseorang yang kau tak ingini lalu kita saling membenci saling bercerita tentang akrobat cinta dan aku tahu banyak yang akan menontonnya banyak yang akan mendengarkan sambil berbisik kita pasangan hebat saat ini dalam hal berkelahi di jalanan

aku tak banyak bercerita tentangmu tak ada ruang yang terbuka ketika leluasa menyinta menyibukkan diri dengan petualangan dari kota ke kota seantero pantai selatan jawa (terkadang aku ingin menapak tilas dengan kesendirian) bergumul dengan kalap mungkin dengan seseorang yang belum pernah kau bayangkan aku akan bercerita lagi seperti yang mesti kau pinta memenuhi ruang dengan nafas tersenggal cuping yang mengembang pipi yang mengisut pinggul yang ahh disini kau tak harus menyetel ku selayak mencari gelombang radio meminta cerita cerita tentang pengkianatan penyelewengan dan kau berasosiasilah sendiri seperti saat kau masih remaja menatap langit langit yang tak berbatas mengaduk aduknya hingga kau terjerembab ke ranjang mu dengan desah birahi tak tertahankan jangan telpon aku kala itu aku sedang menyibukkan diri

ia sedang tak suka dan kembali melemparkan warna birunya sepanjang langit pantai pantai serta televisi di kamarmu ia akan menatapnya bercengkerama tak habis habis dengan sesuatu yang kerap mencundangi tentang ingatan ingatan kabur tentang mimpi mimpi yang terus saja tak berhenti istirahatlah nduk istirahatlah untuk sekedar mencari kekurangan
kita sama sama teraniaya oleh mimpi dan kenyataan
kita sama sama terluka dan saling tak ingin diketahui bagaimana cara mengatasinya (mungkin kau hanya sebatas membasuh muka dan tangan )

tinggal hitamnya di langit menganga menanti ataukah menatap mu tak berkedip
sebelumnya sebelumnya
dia hewan melata aku pun melata kita berangkat bersama sama dari sebuah ketakjujuran yang kita pahami dan kita sadari bersama orang orang memberi julukan kita saling mencinta saling memiliki toh kita pasangan wajar kau perempuan dan aku laki laki

takkan ada waktu disini yang tercatat coret kata itu hilangkan dari semua buku tentang seseorang yang berpacaran biarkan matahari berjalan biarkan ia sepagi dan sesore terus berputaran saling mengejar dengan keinginan untuk saling menindih sebuah lubang menganga yang pernah kau sembunyikan semasa bocah kau bentangkan lebar
dan tak habisnya kita percakapkan dengan ataupun tanpa keinginan untuk membicarakan

di tepi langit kau melihatnya lagi melamun tapi aku terus mengucek ucek mataku tak melihat mungkin hanya bayangan mungkin kotak itu meliputi dendam mu kepada mendung kepada arang kepada batu batu hitam dan atas segala kekurang jelasan serta tanya yang tiada berjawab angan yang kintir terbawa arus putaran air dan ia meludahkan warna hitam ketika sungai sungai meluap ketika tanah tanah longsor ketika angin datang dan ketika sebuah janji sebuah kesetiaan tak lagi berarti

aku tak akan berlekas menyediakan diri untuk hal hal remeh macam gini harusnya
menatap usia menatap diri bercermin dengan koyaknya mebanding bandingkan hasil sebagai seorang pragmatis atau menjerumuskan diri dan memvonis kita gagal menjadi manusia yang beradab dan dapat dipercaya tapi aku percaya padamu kau lebih pintar merangkai kan kata ceritakan padaku tentang lubang itu

12 maret 2003



Tidak ada komentar: