29 Januari 2003

marilah aku ceritakan kepadamu

marilah aku ceritakan kepadamu tentang asap belerang di kubah merapi
ketika hujan rinai tak putus angin gigil tak henti

lalu dalam basah jas hujan dan sepeda motor tertatih mendaki
sampai ke sini. aku pun memulai perbincangan dengan perempuan baik hati,
begitu baik hingga ia mau menemaniku dalam lebat hujan, pergi
ke sebuah tempat asing yang tak menyajikan janji-janji

perbincangan ini begitu sunyi. seperti adegan sandiwara klasik dalam bisu
mataku mata ia terpaku pada payung di pucuk biru merapi yang sesekali saja menampakkan diri. kabut putih, atau mega, seperti tabir wajah menutup senyumannya yang dingin, tanpa hati

begitulah, tiba-tiba telah sampai pembicaraan tentang asal usul, persenggamaan pertama adam-hawa, hingga bayi-bayi yang dicerabut mati dari liang pertapaannya demi harga diri. aku terkesiap. ia juga. lalu seorang bocah dalam kuyup hujan, menghampiri, tanpa senyum meski sorot matanya menampakkan keramahan yang pasti, bukan basa-basi

di manakah kutinggalkan hati?
mungkin di buku-buku filsafat tebal tua berdebu, atau di kuil-kuil purba persembahan:
dalam puisi?

marilah aku ceritakan kepadamu tentang asap belerang di kubah merapi
ketika hujan rinai tak putus angin gigil tak henti

aku menemukan kisah tentang hati yang mati
dan senyum perempuan yang indah sekali

Tidak ada komentar: