01 Juni 2004

seperti retaknya satu tiang pancang
diantara ratusan pilar yang kerontang,
matanya masih saja menoleh kebelakang,
kebawah lembah yang terbengkalai.

mengapa?
sepasang kaki masih berlari tunggang-langgang
dengan sorot linglung yang membias
diantara semak-semak malam,
mungkin dia menyimpan hasrat bulan
dibalik fantasi kepompong mandul.

mengapa pula?
jemari tangan masih berusaha untuk merengut
sebutir komet yang tengah melewati kepalanya.
padahal dia pun telah tahu
jikalau bibirnya yang bilur takkan pernah mampu lagi
menyembunyikan biduk diujung pucuk pandan
dan kejora yang pupus dari tanggalan dahi.

mengapa?

Tidak ada komentar: