12 November 2002

:untuk ketidakperawanan, sebuah sketsa naskah prosa-drama

I.
Ibu, mereka bilang aku kotor, mereka bilang aku tidak suci, mereka bilang aku sampah, mereka bilang aku pelacur. Ibu, mereka bilang-bilang-bilang aku-aku-aku tidak lagi perawan. Ibu, apa itu perawan?

(anakku malang, anakku sayang, anakku kamu perempuan)

Mereka hanya melihat kelaminku, mereka hanya melihat selaput daraku, tetapi mereka tidak mengenal aku. Ibu, adilkah mereka?

(anakku malang, anakku sayang, anakku kamu perempuan)

Ibu, apa itu perawan? Aku melihat seorang perempuan muda tertatih-tatih di jalan, perutnya menonjol memenuhi lingkup badan. Ia baru saja diusir dengan iringan ayat-ayat suci dari tempat tinggal sewanya. Mereka tidak menerimanya hamil, mereka tidak menerimanya melahirkan kehidupan, mereka mengusirnya, Ibu. Mereka memakinya, menyebutnya sundal, Ibu. Dia sedang hamil tujuh bulan di jalanan. Hamil oleh anak setan yang meninggalkannya sedemikian rupa, begitu kata orang-orang. Tetapi Ibu, di bumi ini hanya ada anak-anak manusia.

(anakku malang, anakku sayang, anakku kamu perempuan)

Lalu Ibu, aku melihat seorang peneliti yang menyatakan sembilan puluh tujuh persen mahasiswi tidak perawan. Semua terkaget, terlempar, pingsan dan terkapar dengan mulut berbusa. Sang peneliti memvonis perempuan-perempuan tidak perawan maka dari itu kita harus mencegahnya agar tidak terjadi lagi katanya lantang. Di negeri ini hutan-hutan rusak, korupsi merajalela, kekerasan dimana-mana, pengungsi dimana-mana, darah dimana-mana. Sekarang seorang peneliti sibuk mengurusi persoalan keperawanan untuk memperketat peraturan kos-kosan sebagai agenda sebuah partai politik. Maka akan diperketatnya jam malam, perempuan dilarang keluar malam, perempuan dilarang ini itu, dilarang begini begitu? Ibu, apa itu perawan?

(anakku malang, anakku sayang, anakku kamu perempuan)

Ibu, apa itu perawan? Perempuan suci, tak bernoda, tak berdosa, bersih, putih dengan SoKlin, cling, begitu kata iklan di mata orang-orang yang dimakan televisi. Ibu, aku seperti benar-benar melihat iklan di televisi yang hanya bayang-bayang bukan kenyataan. Menurut kamus besar, perawan adalah perempuan yang belum kawin, belum menikah. Kenapa ada kawin dan mengapa ada menikah, Ibu? Bukankah mereka sebetulnya sama saja, hanya saja kawin adalah acara berdua, menikah adalah acara keluarga. Tetapi kenapa mereka dibedakan ibu? Apakah karena yang satu resmi dan yang lainnya tidak. Sebetulnya Ibu, mengapa hidup harus menjadi begitu penuh dengan formalitas dan penuh upacara-upacara yang tidak perlu. Ibu, bagaimana jika ada perempuan yang sudah kawin dan belum menikah atau ada perempuan yang belum kawin tetapi sudah menikah. Apakah mereka masih bisa disebut perawan, Ibu? Setengah perawan mungkinkah Ibu? Begitu penuh istilah-istilah Ibu, hanya untuk persoalan kelamin dan cinta dan juga ikatan.

(bersambung...)

Tidak ada komentar: