02 Februari 2004

Maka berkibarlah bendera putihku setelah engkau membuatku terjatuh kedalam pahitnya cintamu. Setan-setan datang menyapaku, mencemoohku, mereka juga menendang perutku, dadaku. Sembari tertawa mereka meneriakkan pekik kemerdekaan dengan lengkingan suara mereka. Sembari menunjukkan telunjuk mereka kekeningku, mereka juga mengatakan, "mampuslah kau!!!"

Sekarang apakah engkau telah puas menjatuhkanku kedalam perasaanku yang tak berdosa ini? Dalam tangisku, aku berharap setidaknya bayanganmu juga bisa menyayangiku, hingga mampu melelapkanku didalam sepasang bola mataku yang masih enggan tertutup dimalam yang dingin. Hei... Apakah engkau bisa mendengar teriakkanku? Jiwa ini telah terluka olehmu, engkau telah menyayat jantungku dengan kapakmu. Engkau juga menggunakan belati untuk mencungkil kedua bola mataku, sehingga pada akhirnya engkau pun mengira jikalau aku tak akan pernah tahu seluruh perbuatanmu dibelakang layar panggung sandiwaramu.

Sekarang, apakah engkau telah sudi melepaskan tali-temali yang mengikat sekujur tubuhku? Dan melepaskan kedua kakiku dari pekatnya lem perekatmu?
Aku telah muak dengan keadaan ini, yang telah membuatku simpang-siur serta gila didalam mencari bayang-bayangmu. Aku mohon... lepaskan aku. Penjara ini telah menganiayaku dari tahun ke tahun. Sudah lama aku belum makan, aku lapar... Tolong... Bawa aku keluar dan pergi dari sini, aku juga takut... Setiap malam hanya ada suara-suara lantang yang tak kukenal memanggil namaku, mereka ingin menangkapku, mereka juga ingin membuat sepasang telingaku menjadi tuli.

Mengapa engkau masih belum kemari? Aku sekarat, hanya tinggal menyisakan separuh arwah saja disini. Bersama kursi listrik ini, bersama tikus-tikus dan kecoa-kecoa ini. Aroma darah yang amis membuatku terus-menerus memuntahkan buih-buih tiada henti. Aku tersiksa tanpamu, sedangkan engkau hanya bisa tersenyum hingga tertawa saat melihatku dibalik depan terali. Engkau puas sekarang?

Engkau ingin agar aku tewas perlahan-lahan? Aku akan memberikan sebotol racun serangga untukmu, suapilah aku dengan rancun tersebut, karena aku hanya ingin mati bila berada didalam pelukanmu. Mungkin juga dengan kematianku bukan hanya bisa membuatmu tertawa terbahak-bahak. Kalau begitu tunggu apa lagi kau? Ayo... Aku menunggumu...

Tidak ada komentar: