10 Februari 2003

sungguh lelakiku, aku masih belum bisa memetakan mimpi mimpi panjang yang masih saja acapkali menghantui malam malam sepiku. Juga belum sanggup untuk sekedar mencari cari jalan keluar dari benang benang busuk yang melekat lekat di rongga rongga otakku yang penuh dengan lendir lendir hasil tetesan vaginaku.

Aku masih terus menerus mengenang ngenang masa lalu ketika kita masih berpelukan di tengah peluh peluh matahari siang yang garang, ketika kita masih erat erat melekat, kau diatasku dan aku dibawahmu untuk kemudian menyatukan kelaminmu dan kelaminku bersama sama menuju kepuasan demi kepuasan yang dulu tak pernah kukira akan berakhir. masih terus mengiang ngiang kalimat kalimat perih di telepon genggamku, betapa kau sudah melupakan apa yang dulu pernah kau lontar untuk sekedar membuai buai birahiku dan membantuku menuju ekstase seperti jarimu yang mengorek ngorek rahimku. Masih terus merasa rasa jilatan lidahmu di selangkanganku saat birahi berderu deru bercampur dengan badai kenikmatan yang masih saja mempesona dan membuatku tergila-gila dalam malam malam sepi penuh gairah tanpa batas.

Lalu dimana kamu saat ini, waktu kemudian kutelanjangi diriku untuk sekali lagi telanjang di bawah purnama kelam di pojok belakang halaman rumah kita?
sedang apakah kamu waktu aku mulai bersenggama dengan duka yang dulu tak pernah kau biarkan aku bahkan untuk mencoba mencicipinya? atau kau yang dulu sudah tidak ada tepat pada saat aku yakin lelakiku mati ditelan debu?

pinggan pinggan masih saja retak .. dan aku masih disini melambunglambungkan biru yang perih perih melumuri bisa

-selamat malam, kekasih hati yang mencuri semua dariku-

Tidak ada komentar: