23 Oktober 2001

Menggambar dengan kata.

Di belakang ada taman
tua tak diurus.
Bianglala kecil dari kayu dan besi
terhenti kaku seperti disihir
menunggu waktu menghakimi.
Karat sudah tumbuh di sana sini.
Itu untuk besi.
Lumut tidak ketinggalan tumbuh
di bagian yang dari kayu.
Tiga ayunan kecil untuk ayunan kecil
berayun ketika anak anak pedagang
menanti datangnya sore
tanda untuk masuk rumah.
Menghabiskan waktu di suatu taman tua.

Sering ku kunjungi taman itu.
Aku merasa,
akrab.
Dengan bahasa bisu
kami saling mengerti.
Sama sama tua terjajah waktu dan
berubahnya fungsi.
:)

Taman itu aku rasa senang punya teman
selain anak anak itu.
Mungkin aneh
karena dia benda mati
dan aku adalah manusia.
Tapi penampakan luarnya
aku rasa sama dengan penampakan dalamku.

Dia dan aku.
Tidak ada tatapan penghakiman
curiga
bahkan simpati.
Aku yang menghidupkan taman itu.
Menjadikannya teman.

Kami tidak butuh manusia lain
ketika cuma ada dia dan aku.
Dibelakang taman itu ada sebuah lahan tak terpakai
semak dan pohon kecil bebas tumbuh
padahal ada di tengah kota.

Ingin aku ketengah
duduk
berbicara dengan segala mahluk yang ada disitu.
Ranting mati, daun paku pakuan, semut,
tikus, burung, nyamuk, pohon kecil...
apapun.

Kemarin aku liat seekor kucing
keluar dari lahan itu
entah habis apa dia.
Mungkin lapar
karena dia langsung menuju tempat sampah
mencoba cari makanan.
Mungkin dia meninggalkan anaknya di sana
di tempat yang dia temukan
karena alam sudah sediakan buat dia
Enak juga.
Anggota alam.

Aku pun merasa kenal dengan kucing itu.
Entah mengapa.
Walau dia tidak menyadari keberadaanku.

Ayunan itu pun sekarang sering aku duduki.
berayun kedepan kebelakang.
Tidak untuk apa apa dan
bukan untuk siapa siapa.
Hanya berayun.
Dorong dan berayun ...
dorong dan berayun ...

Terkadang kami ditemani bulan dan bintang.
Akhir akhir ini mereka sering bersama kami.
walau sekarang sedang musim hujan.

Bahasa kami adalah bahasa diam
bahasa keberadaan masing masing
kelana kembara pikiran dan hayalan
coba maknai kehidupan dan waktu.

Tidak pernah bosan ke sana
walau aku tau
jarang sekali hati menjadi suka
tapi tidak mengapa
aku hanya suka disana
bukan karena apa apa
bukan karena siapa siapa
Mungkin karena apa dan siapa
yang hendak sementara waktu
tidak mau aku pikirkan

Bahasa diam

Tak perlu aku jadi siapa siapa
tak perlu aku atur muka
atur gerak
atur bicara

Bahasa eksistensi

aku hanya butuh mereka ada
di tempatnya masing masing
dengan akspresi masing masing
menikmati satu sama lain
hanya itu.

Tak jauh dari kami
ada kafe
tempat wanita dan pria
bertukar fungsi dan barang
Barter mutualisme

Suara sumbang sering terdengar
mengiringi musik karaoke
suara alkohol
suara hati tak berhati .
Lagu yang dinyanyikan boleh suka gembira
tapi yang sampai ke aku adalah tangisan
tangisan paling kelam
kepasrahan
kelarutan pada sekelilingnya.
Tidak siapa siapa.

Kata
menggambar taman,
bahkan
aku.

Engkau kau itu , Sayang ?
atau kita ?

Tidak ada komentar: