05 September 2001

Puisi Paling Sedih
(Pablo Neruda)


aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.

misalnya, menulis: “malam penuh bintang,
dan bintang bintang itu, biru, menggigil di kejauhan.”

angin malam berkelit di langit sambil bernyanyi.

aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.
aku pernah mencintainya, dan kadang-kadang dia pernah
mencintaiku juga.

di malam-malam seperti ini, aku rangkul dia dalam
pelukan.
aku ciumi dia berkali kali di bawah langit tak
berbatas.

dia pernah mencintaiku, kadang-kadang aku pun
mencintainya.
bagaimana mungkin aku tak akan mencintai matanya yang
besar dan tenang itu?

aku bisa saja menulis puisi paling sedih malam ini.
kerna aku tak memilikinya. kerna aku kehilangan dia.

kerna malam begitu mencekam, begitu mencekam tanpa
dirinya.
dan puisiku masuk dalam jiwa seperti embun pada
rumputan.

tak apa kalau cintaku tak bisa di sini menahannya.
malam penuh bintang dan tak ada di sini dia.

begitulah. di kejauhan, seseorang menyanyi. di
kejauhan.
jiwaku mati kini tanpa dia.

kerna ingin menghadirkannya di sini, mataku
mencarinya.
hatiku mencarinya dan tak ada di sini dia.

malam yang itu itu juga, yang membuat putih pohonan
yang itu itu juga.
kami, yang dulu satu, tak lagi satu kini.

aku tak lagi mencintainya, benar, tapi betapa cintanya
aku dulu padanya.
suaraku menggapai angin hanya untuk menyentuh
telinganya.

milik orang lain. dia akan jadi milik orang lain.
seperti dia dulu
milik ciuman ciumanku.
suaranya, tubuhnya yang kecil. matanya yang memandang
jauh.

aku tak lagi mencintainya, benar, tapi mungkin aku
mencintainya.
cinta begitu pendek dan memori begitu singkat.

kerna di malam malam seperti ini dulu aku rangkul dia
dalam pelukan,
jiwaku mati kini tanpa dirinya.

mungkin ini luka terakhir yang dibuatnya,
dan ini puisi terakhir yang kutulis untuknya.

-terjemahan Saut Situmorang

Tidak ada komentar: