18 Desember 2002

oxymoron

di sebuah pasar seni,
yang sebenarnya bukan pasar seni.

Hai, Kau!
siapa diriMu?
siapa mereka, yang melukisMu, dari kata-kataMu.
lalu dengan lantang berkata "lukisanku yang paling benar!" "lukisan ku yang paling indah!"
sementara Kau tak tunjukkan wajahMu ke mereka.

lalu mereka berkata lagi,
"Dia ingin kau membeli lukisan dariku, tahu?"
(tidak, aku tidak tahu, dan mungkin tak akan pernah dengan pasti tahu )
"lihat lukisan ini, Obyekku pasti murka bila kau tidak beli lukisanku ini!!"
(sejak kapan Kau jadi Obyek?)

dan mereka bungah
mereka tersenyum-senyum sendiri melihat sketsaMu di kanvas mereka
"Ayo beli, biar kamu bisa ikut senyum-senyum juga!"
"Jangan lihat lukisan lain! Lukisan yang lain cacat!"
"Jangan contoh cara mereka melukis! yang benar adalah lukisanku!"
(aku muak!)

hei Kau yang (katanya) mereka lukis!
lihat mereka!
di pojok-pojok lukisan itu mereka cantumkan kaligrafi (yang kata mereka) kata-kata Mu.
(mereka bilang kaligrafi itu makna sebenarnya dari tulisanMu dulu )

Yang satu, dengan mata merah;
" Kata-kata ini milik Dia, jangan kau berani melanggarnya!"
Yang lain;
"Jangan bodoh, kata-kata Dia ada di lukisanku ini!"
(benar-benar muak!)

Di pojok pasar, seorang pelukis tua sedang berteriak-teriak lantang;
"tak usah lihat kiri-kanan! yang lain itu salah! tak perlu kita tengok lagi yang salah!"
lalu dia mulai melukis, dan lukisan si tua sama mencongnya dengan lukisan pelukis di sebelahnya
(kalau berani menengok, mungkin salahnya tak akan sama)
(tapi benarkah mencong itu salah?)
(apakah berbeda itu salah?)

Lukisan mereka sempurna, digjaya.
(itu, sekali lagi, kata mereka)
padahal mereka manusia

Tidak ada komentar: