12 September 2002

sebulan lebih tak menulis. dan ini yang akan kutuliskan:

betapa aku tak bisa menulis!

begitu banyak kejadian yang datang mengendap, dan seperti menunggu untuk dibebaskan menjadi beberapa kata yang mestinya tertuliskan. tapi tak ada. pun ketika diri seperti kehilangan eksistensi di sela kematian yang begitu dekatnya berkeliaran di sekelilingku, menebarkan aromanya dan menampakan bayangannya. dunia masih yang itu-itu saja yang kurasa: sepetak kegelisahan dengan lorong kasar di tiap sisinya. menuju kemanakah aku?

catatan ini barangkali pun tak akan berarti apa-apa. cuma wadah penampung air mata dan keringat yang tak jelas dari mana datangnya dan sebab apa adanya. aku cuma lelah. hingga bayangan-bayangan berkelebatan tanpa kusadari. aku ingin istirahat, barangkali melupakan dunia sepetak ini, barangkali melupakan agama, melupakan pemerintahan, melupakan filsafat manusia, melupakan hierarki, melupakana gerakan mahasiswa, melupakan semuanya...

juga kemayaan yang semakin serupa dengan realitas di depanku. ahg.. betapa menjijikannya. karena setiap tawa yang ada adalah bohong adanya, dan setiap galau yang muncul, cuma omong kosong. wahai... apakah dunia? seribu realitas yang kita maknai? ataukah pemaknaan yang cuma artifisial belaka?

liburan belum lagi usai, segerombolan kawan-kawan lama menanti. momentum yang mestinya bukan titik pengulangan apalagi kemunduran. tapi sebagai titik awal garis memanjang menuju masa depan dengan jendela yang terbuka dan tersenyum menyambut matahari yang bersinar di timur kota. akan kugali sumur yang masih saja belum memancarkan apapun bersama mereka... setidaknya sebuah karya yang akan menjadi dokumentasi yang tak akan usang bahkan ketika kami menjadi renta kelak.
o, tidak, tidak! kami akan menjadi gila bersama, melupakan sentimentil busuk yang cuma wajar jika dipakai borjuis-borjuis kacangan. kami akan melewati malam tanpa sedikitpun mengingat diri kami sendiri. kami barangkali akan membakar setiap kartu identitas milik kami, membakar seluruh uang yang ada di masing-masing kantung di baju dan celana kami. ya, barangkali akan seperti itu.

tepat di akhir bulan lalu. beberapa buku kubeli dari sebuah pesta buku di ibu kota. dan aku... aku ingin meninggalkan buku-buku yang sepertinya hanya meracuni pikiran saja.

di awal bulan aku putuskan untuk kembali menjamah kampung sesak "intektual" (cihh) Jatinangor Busuk Raya ini. kesepian masih di tiap-tiap konvergensi garis-garisnya. tak ada apa-apa. cuma pelacur-pelacur yang selalu bicara atas nama idealisme (mirip aku!) yang semuanya mengingatkan aku akan penuhnya gedung parlemen kita dengan pelacur-pelacur yang menyebabkan gagalnya pansus terbentuk. pelacur-pelacur bertarif milyaran rupiah yang uangnya digunakan untuk menyekolahkan anak-anak mereka di universitas-universitas ternama atau ke luar negeri. pelacur yang dengan bangga memperlihatkan kepada publik bahwa mereka bisa bersikap atas setiap kebobrokan yang terjadi di negeri ini...

juga pelacur-pelacur yang menciptakan program-program pembodohan dengan pembakaran-pembakaran gedung-gedung sekolah, juga dengan komersialisasi pendidikan di tiap tingkatan. pembodohan yang akan melahirkan generasi balas dendam... yang akan memenggal kepala saudaranya sendiri nanti.

dan aku...
masih saja bingung mengenali orang-orang di sekelilingku...

dari sebuah catatan kemuakan...

Tidak ada komentar: