15 Juli 2002

Tuhan itu pecemburu

Bumi berputar, angin kosong melompong. Suatu titik putih menarikku
melalui
lorong panjang trans ke nisbian. Seperti sebuah sel sperma yang
melahirkan
jutaan sel-sel tubuh. Dan tubuh polos lahir di alam yang baru. Tapi aku
bukan sebagai bayi. Menjadi mahluk yang bersinar di keindahan alam yang
menyejukan mata kalbuku.

"Selamat datang anakku, di firdaus". Suara yang bergetar itu memancing
penglihatanku ke arahnya berdiri. Disampingku.
"Mari menuju surga dan neraka "

Dia mengajak ku. Tidak berjalan juga tidak terbang. Hanya seakan cahaya
tubuhku, garis-garis tubuhku tertarik ke arah alam pikirannya. Di depan
surga. Bukan kolam susu ataupun lautan padang hijau. Kumpulan ruh-ruh
yang
bersinaran. Dan mereka menyapaku.

"Sahnti"
"Sadhu"
"Sancai"
"Shalom"
"Shalama"
"Salam"
"damai"
...........

"Bukankah mereka berkata-kata dalam agama berbeda?"
"Bukankah semua agama mengajarkan perdamaian? Lahir dari zaman berbeda,
kebudayaan berbeda dan ekspresi berbeda pula. Tetapi bermuara pada pesn
yang
sama. Damai"
"Tetapi yang terjadi justru kebutaan makna. Perbedaan kata menuju
kebencian
dari pemanipulasian arti. "

"Bukankah Yesus kristus mengajarkan (Matius 6:10 dalam bahasa Aramaic)
:
Te-ethe malkuthokh (Datanglah kerajaan Mu) Nehwe seb-yonokh (Jadilah
kehendak Mu)Aikano d-bashmayo of-bar'o (seperti di surga begitu pula di
bumi). Al Quran juga mengajarkan agar salam dapat tercipta di bumi,
disampaikan pada sesama mukmin dan non muslim (QS Al-Nur 24 : 27-29;
Mryam
19: 47 ; 28:55). Memanipulasi salam akan merubah suasana damai di
Jannat
'Aden (bahasa Arab) menjadi Jnana (sanskrit : pengetahuan ) Edan
(bahasa
Jawa). "

"Apakah Tuhan itu satu?"
"Bukankah Qul Huwa Allahu Ahad (Arab), Aham Eka Brahman (Sanskrit),
Yahweh
Eloheinu Ekhad (hebrew) menyatakan Tuhan itu satu? Bahasa dimana
sebagai
ekspresi Tuhan menyatakan Wahyu-Nya. Musa pernah bertanya pada Tuhan
(Exodus
6 :1) Mah shmo (Ap nama Mu?) bukan bertanya Mi shmo (siapa nama Mu?).
Pertanyaan Mah menunjukkan hakikat (makna) dari nama, bukan sekedar
menunjukkan nama tetapi mengacu pada kuasa di balik yang di-Nama-kan"

Selanjutnya ziarahku menuju ruang yang kelam. Pendaran merah meliputi
ruangan. Apa yang dikatakan neraka itu diliputi api, tergambar pada
jilatan-jilatan merah ditimbunan ruh-ruh yang terpasung. Dan kudengar
segala
teriakan :

"damai"
"peace"
"demokrasi"
"pembebasan"
"dialektika"
"hentikan kekerasan"
.......................

"Mereka juga meneriakan kerinduan akan damai"
"Tetapi mereka tak mematuhi Tuhannya"
"Bukankah mereka mengajarkan dan berbuat perdamaian, humanis. Dalam
bahasa
dan jaman berbeda. Mereka mengelukan Hegel, Karl Marx, Lenin,
Aristoteles,
Mao Zedong......Mereka menyatakan damai dalam segala musik. Mencari
perenungan pada ahli-ahli filsuf. Mencegah penindasan dalam segala
pemberontakan. Bersyair menggali damai yang terkubur di kedalam bumi.
Memeprjuangkan satunya bangsa dalam internationalite. Dan lahirnya para
militan-militan yang martir."

"Tetapi agama mereka adalah keringat. Dan kaupun tahu bahwa Tuhan itu
pecemburu"

Dan akupun tercampak di lorong yang panjang. Lahir di sebuah fajar di
bulan Juni 1901 di Blitar.

Tidak ada komentar: