20 Juni 2002

mati mati sajak muak muak gelap muntah muntah enyah padamu padaku dariku darikau mata mata selalu menatap dimana-mana kemana mana di celah-celah udara siapa siapa mengapa kau bertanya kita kembali lagi menjadi diri yang lupa pada segala yang ada organ tubuhmu organ tubuhnya semuanya menegang yang ada kebingungan saja mengapa begitu berartinya kata-kata mengapa begitu kikirnya kepada kata-kata hamburkan dimana-mana hingga tumbuh bunga dimana tak apa jika yang tumbuh hanya jamur atau batu atau abu-abu aku mendengar baru saja aku mendengar kau gelisah kau becek lembek perlu ditampar perlu ditampar kau perlu ditampar ? muak maki muak maki kenapa kita mesti dimaki-maki kenapa ada kontrol yah kenapa ada kebebasan lantas kenapa kau tersenyum aku tak marah sejujurnya aku tak marah aku kebingungan mencari-carimu dalam organ-organ tubuhku pada setiap tetes keringatku di kolong-kolong udara rawa-rawa kejenuhan semak-semak keliaran aku merindukanmu kehangatanmu pelukanmu ah enyah kau dari sini enyah kau dari jiwaku enyah kau dari darahku enyah kau ia kuras kuras darahnya sampah kering pucat putih pasi kebiruan lelah enyah yang percuma dan sesungguhnya masih ada yang bernyanyi di rekam dalam pita-pita suara keluar menatap lidah-lidah kontoid vokoid sengau diftong konsonan vokal rangkap suprasegmental kelamin dinding dinding ladang alga lumut ikan ikan masa kecil matahari meminum telaga perlahan saja geraknya perlahan saja geraknya perlahan saja geraknya perlahan saja geraknya percepat lalu percepat kerinduan tak akan pernah hilang sebelum dirinya mereka menemui jalan buntu kau tak usa bingung memahami kata-kataku rasakan saja rasakan saja kegelisahan adalah nyawaku

Tidak ada komentar: