..................
Diriku masih tertanam di jalan tak bertuan, di bawah lintasan mentari yang menatap heran. Saat pagi membisikkan fajar bersama embun-embun memahkotai hidup bermula, udara dingin hantar kabar akan datangnya dirimu lalui sepi jalan ini. Setidaknya aku masih bisa menatapmu, sebelum engkau pergi ke sebuah perigi di tepi hutan melepas bau malam. Ohhh….. ku ingin tatap keluguan wajah pagi di air mukamu, pesona yang terlukis memerah di langit sejak tadi.
Tapi diriku masih tertanam di jalanan tak berujung bersama ilalang bergoyang sendu. Bukan oleh tangis rinduku, tapi teriknya mentari kian tawai ketololanku. Menghujam akal lahirkan bayang-bayang kelam yang menyembah. Waktu pupuki harap, walau diri kian kerontang pada cemas yang menjalar kian liar. Seonggok hati dustai akal, mungkin di siang hari, sang puan akan lalui jalan ini. Jinjing sebakul penganan untuk ayah di huma nanti. Ketika pagi ingkari janji, siang mungkin kabulkan ingin. Aromanya tegas menantang ragu. Semoga wajah di mimpi hadir di saat-saat ini.
Kian diriku tertanam di jalan ini, hari berduka pada gundah yang telah pecah meleleh kotori akal sehat. Muak pada ketololanku, mentari bunuh diri. Menenggelamkan diri di samudera tanda tanya. Untuk waktu yang berjalan bersama ajal, penantian bagaikan bintang yang berkerlip satu-satu. Kian lama kian samar menghilang di kegelapan. Pekatnya ragu terburai menjadi serpihan-serpihan tak terejakan. Tapi ku masih menantinya, berharap engkau lalui jalan ini setelah lelah bekerja di huma di kaki bukit sana. Nyala obor akan tuntun hatimu padaku. Atau kunang-kunang akan tunjukan jalan berpulang laluiku. Lalui seonggok daging yang kian menua ditemani belatung-belatung jinak yang masih menyisakan sekerat hati, mereka enggan menyantapnya. Oleh racun cinta yang tertanam di dalamnya.
Tubuhku tertanam di jalan tak berujung. Akan tetap menjadi kubur tandai jasadku bermukim. Akankah engkau tahu itu? Ketika hari telah kulahap habis akan penantian, di sini pula kubenamkan diri saat cinta bodohi aku. Mungkin ku tak bercermin pada danau peristiwa. Di harimu banyak jiwa sepertiku, yang juga berharap padamu. Ku hanya tubuh kerdil di antara jaman yang kian menggilas. Seperti janji ku dulu, ku nanti kau di sini walau tubuh berkalang tanah. Timbunan cinta akan kebodohan.
16/03/2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar